7. Siksaan

7.6K 640 40
                                    

JANGAN LUPA SEBELUM BACA VOTE DAN KOMENNYA YA TERIMAKASIH.

"Banyak orang ingin di hargai, dimengerti, dan di di lainnya.
tapi mereka tidak bisa memanusiakan manusia." ~Aira Arketa.

Di depan gerbang Aira mulai mengespresikan wajahnya agar tersenyum sambil menahan sakit di lehernya akibat cekikan Reza tadi.

Aira mulai melangkah masuk ke halaman rumahnya. Dan membuka pintu rumahnya, seketika badan Aira menegang, sudah berdiri Hardi papahnya di depan pintu sambil bersedakap dada dengan wajah marahnya.

"Pa--papah," gugup Aira.

"Bagus kamu! Sudah berapa kali saya bilang jangan pernah menemui dan menjengkuk anak gila itu!" Bentak papahnya.

Bagaimana papahnya bisa tau?

"Tapi bagaimana pun bang Reza itu tetap anak papah! Darah daging papah! Papah boleh benci Aira tapi jangan pernah benci sama bang Reza pah," ucap Aira kesal.

Plak!

"Beraninya kamu bicara dengan nada tinggi seperti itu sama saya!"

Papahnya pergi ke halaman rumah untuk mengambil sesuatu. Dan kembali dengan membawa sapu lidi di tangan kirinya.

"IKUT SAYA!"

"Sakit pah tangan Aira," adu Aira pada papahnya, namun genggaman itu semakin kencang di buatnya.

Hardi menarik tangan Aira paksa, di bawanya Aira ke kamarnya dan di ikuti oleh mama tirinya dan Diva yang ingin menyaksikan pemandangan yang mengiris hati tersebut.

Hardi menjatuhkan tubuh Aira ke lantai dan memukulnya dengan sapu yang di bawanya.

"SA-- SAKIT PAH,"

"AMPUN PAH."

"SAKIT."

"UDAH PAH."

Teriak Aira meminta ampun pada papahnya yang sudah murka.

Ctar.

Suara pukulan sapu pada tubuh Aira terdengar kencang di kamar itu. Membuat orang lain yang melihat dan mendengarnya merasa kasian dan tidak tega. Pemandangan yang mengiris hati dan membuat bulu kuduk berdiri.

Hardi memukul Aira sampai kalap. Tanpa sadar Aira sudah terbaring lemah dengan lebam di tubuhnya. Tanpa rasa dosa dan iba Hardi melenggang pergi meninggalkan Aira begitu saja.

Setelah papah dan mamanya pergi, Diva masih berdiri di depan pintu kamar Aira.

Aira bangkit dari terbaringnya berusaha untuk duduk meringkuk, Diva masuk ke dalam kamar Aira.

"Kesian," ucap Diva menepuk nepuk pipi Aira sambil tertawa meremehkan. "Besok besok pakai besi ya ga pakai sapu lagi," lanjut Diva dan melenggang pergi dari kamar Aira.

"Gue benci diri gue sendiri," racau Aira menjambak rambutnya sendiri prustasi.

Aira memeluk kakinya sambil menangis terisak. Andai waktu bisa berputar, Aira lebih memilih ikut jatuh terguling bersama bundanya, andai juga waktu bisa di ulang lebih jauh Aira lebih memilih ikut besama bang Galang agar ikut tewas dalam kecelakaan itu.

"Kenapa papah ga pukul Aira sampai mati pah?"

"Kenapa papah ga bunuh Aira aja."

"Bunda, bang Galang Aira capek."

Kepala Aira terasa pusing, tubuhnya sakit, pandangannya memburam. Aira ingin cepat ikut menyusul bundanya dan bang Galang. Rasa sakit di tubuhnya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.

Sembunyi Dalam Senyum [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang