Celine membuka mata, kemudian bangkit dari tidur dan menghela napas. Dia memandang Melati yang masih tertidur nyenyak, lalu tersenyum kecil. Kakinya tergerak untuk beranjak dari kasur. Selepas itu, dia berjongkok, mengambil kunci yang ia sembunyikan di bawah lampu tidur, lalu membuka kunci laci nakas dan menariknya pelan-pelan agar tak menimbulkan suara bising yang dapat membangunkan Melati. Begitu telah terbuka, dia segera mengambil diari miliknya, lalu menutup laci dengan pelan.
Setelah itu, ia langsung beranjak menuju ke meja belajar, mengambil bolpoin, menyalakan lampu belajar, lalu membuka diari hingga berhenti pada halaman kosong. Sebelum menulis, ia terlebih dahulu kembali memastikan Melati masih terlelap, selepas memastikan barulah ia menuliskan peristiwa yang membuatnya sulit tidur hari ini.
Peristiwa kali ini berbeda daripada yang pernah ia alami sebelumnya. Tepatnya yang pernah ia alami setelah peristiwa paling mengerikan itu. Peristiwa yang mengubah hidupnya hingga 180 derajat. Membuatnya mendapat perlakuan tak pantas, tatapan serta gunjingan tajam, dan yang paling buruk membuat hubungannya dengan sang ayah renggang selama setahun.
Celine mengangkat bolpoin. Tersenyum kecut. Dadanya pun menjadi sesak. Terlebih ketika mengingat ayahnya yang tak pernah berbicara lagi dengannya setelah tahu bahwa anaknya telah kotor. Membuatnya dianggap bagai sampah oleh ayahnya sendiri. Memang hanya berjalan selama setahun. Akan tetapi, entah mengapa rasanya bagai sepuluh tahun.
Celine menghela napas. Menahan tangisnya agar tak keluar. Ia tak ingin menimbulkan bunyi bising dan membuat Melati terbangun, lalu memborbardirnya dengan beragam pertanyaan. Terlebih pertanyaan mengenai sejak kapan dia menulis diari yang juga adalah buku konsultasi dengan psikiaternya.
Setelah itu, dia menarik napas, mengeluarkannya pelan-pelan, lalu menggerakkan kembali bolpoinnya. Menulis deretan kata-kata yang menggambarkan perasaannya setelah pembukaan diari dengan masa lalu. Senang. Bahagia. Namun, juga rasa familiar yang aneh. Itulah inti dari perasaannya hari ini.
Ia mengangkat bolpoinnya setelah selesai menulis. Menaruhnya di atas meja, lalu menutup diari dan mematikan lampu belajar. Setelah itu, beranjak pergi menuju lokasi nakas. Menaruh kembali diari di dalam laci nakas, lalu menguncinya dan menyembunyikan kuncinya di bawah lampu tidur. Sama seperti biasa.
Setelah itu, barulah ia merebahkan diri di atas kasur. Menarik selimut dan kembali menutup matanya yang sudah kantuk. Namun, sebelum menutup mata sepenuhnya, dia sempat berdoa. Doa yang merupakan harapan agar hari esok akan lebih baik daripada hari ini.
Semoga, batinnya penuh harap.
><
Celine memasang kancing terakhir kemejanya, kemudian menatap bayang diri dalam cermin persegi panjang vertikal. Dia tersenyum kecil ketika melihat kemeja biru dongker itu pas di badannya.
"Celine udah selesai?" tanya Melati yang telah selesai menata peralatan menggambarnya.
"Sebentar, Me," jawabnya seraya memeriksa tasnya. Memastikan tak ada satu pun buku yang tertinggal. Setelah itu, barulah ia menghampiri Melati yang sudah mencangklong tas ranselnya, lalu menuju ke meja makan untuk sarapan.
Sarapan hari ini berjalan seperti biasa. Diawali dengan doa yang dipimpin Greg dan juga obrolan hangat di meja makan yang berakhir ketika makanan di piring telah habis. Selesai sarapan, seperti biasa dia berpamitan, lalu pergi ke kampus dengan berjalan kaki. Sama seperti biasa.
Namun, ada hal tak biasa setelah ia menginjakkan kaki di kampus. Bukan tatapan dari para mahasiswa sebab penampilannya kemarin, melainkan perpisahannya dengan Melati karena kelas mereka berbeda arah. Awalnya Celine merasa takut ketika harus berpisah jalan dengan Melati, tetapi ketika mendengar sedikit nasihatnya, rasa takut itu sedikit sirna.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lovely Princess
Fanfiction[TAMAT] (16+) Bijaklah mencari bacaan agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan. Peringatan: Semua yang tertulis merupakan fiksi belaka. _________ Hampir tiap malam, mimpi itu selalu menghantui Celine. Bukan sekedar mimpi buruk, tetapi juga me...