🌿12🌿

1.1K 85 4
                                    

•°•°•°•°•°•

"Lu!"

Kaki Lulu berhenti melangkah. Perlahan, gadis itu mulai menolehkan kepalanya kebelakang, menatap sosok gadis yang tengah menghampirinya dengan langkah lebar.

Mata Lulu menatap datar gadis itu.

"Kenapa?" Tanya Lulu to the poin saat gadis yang memanggilnya tadi sudah sampai dihadapannya.

"Hufftt, gue, eum, mau ngomong sesuatu sama lo.."

Lulu menatap dalam wajah gadis itu yang terlihat pucat meski sudah terlapis dengan make up tebalnya.

"Ngomong apa?"

Gadis itu menggigit bibirnya sendiri dengan kaku. Takut-takut ia menatap mata tajam Lulu yang menghunusnya.

"Ngga disini.." gadis itu berujar pelan kemudian segera meraih tangan Lulu dan menggandengnya pergi dari sana.

"Cepet ngomong, kalo ngga penting gue tinggal.." kata lulu begitu ia sampai di taman belakang sekolah yang terlihat sepi tak ada siswa-siswi disana.

Bukannya menjawab, gadis itu malah terisak pelan dengan air mata yang mulai bercucuran di pipinya.

Lulu memutar bola matanya malas. Gadis itu berdecak pelan, "kalo lo bawa gue kesini cuma buat nyimak Lo nangis bombai begini, mendingan gue pergi." Lulu berbalik badan hendak pergi, namun ditahan oleh gadis itu.

"Pak Deni.."

Lulu terdiam, sorot matanya terlihat semakin menajam.

"Lu, Lo harus tolongin gue.. Hiks.."

Lulu tersenyum miris, dengan cepat ia menoleh kembali ke belakang. "Semudah itu kah Lo minta tolong ke gue, Len?"

Arlen merunduk tak berani menatap Mata Lulu yang tampak berkilatan emosi.

Lulu terkekeh sinis, ia kemudian menggeleng menatap Arlen yang sekarang terlihat kacau dimatanya. "Dulu, waktu gue minta tolong Lo, Lo kemana?."

Arlen diam, ia tak bisa menjawab. Gadis itu hanya bisa meringis, meremas rok abu-abunya erat.

"Len, dulu gue bolak balik ngemis pertolongan Lo, tapi, apa? Pernahkah Lo nolongin gue satu kali pun?" Lulu menghela nafas panjang, kemudian dengan perlahan ia menepuk pundak Arlen.

"Maaf Len, gue rasa, gue ngga bisa bakal bantu Lo kali ini.." ujar Lulu kemudian hendak berbalik pergi.

"Ini tentang anak kakak Lo Lu!"

Lulu mengernyit heran, dengan cepat ia menoleh dan segera menatap Arlen dengan tatapan menuntut penjelasan.

Tapi, saat itu Arlen tak menjawab lebih banyak lagi. Gadis itu malah menundukan kepalanya, menatap perutnya sendiri dengan raut wajah nanar dan miris.

Dan saat itu juga Lulu mulai paham maksud dari Arlen barusan.

*

Zio menghela nafas berat. Diliriknya Zefa yang tampak tersenyum lebar seraya bergelayut di lengannya.

"Lepas!" Zio menyentak tangan Zefa tiba-tiba hingga terlepas.

Bibir Zefa mengerucut sebal, gadis itu menatap kesal pada Zio yang menatapnya jengah padanya. "Zi, kenapa sih?"

Zio menghela nafas. "Gue cape, Zefa."

"Cape kenapa?"

"Lo harus berhenti."

Zefa diam, tangannya meremas rok abu-abunya dengan kencang. "Kenapa?"

Zio menghela nafas pelan. Cowok itu perlahan menyentuh kedua bahu Zefa kemudian menundukkan kepalanya dalam-dalam sebelum kembali mengangkat wajahnya untuk menatap wajah Zefa.

"Kita masih sepupu..."

Wajah Zefa berubah menjadi suram, gadis itu menepis kasar tangan Zio dari bahunya. "Gue ngga perduli"

"Lo harus perduli!" Ujar Zio dengan nada tegas.

Perlahan air mata Zefa mulai menetes. "Nggak! Zefa ngga akan pernah perduli, karena yang Zefa perduliin cuma Zio, satu satunya cuma Zio!."

Zio tersentak kaget saat tiba-tiba Zefa memeluknya erat, bahkan sampai membuatnya kesulitan bernafas. Dengan sedikit paksa, Zio berupaya melepaskan pelukan tersebut.

"Zefa, dengerin gue!" Sentak Zio setelah ia berhasil melepas pelukan Zefa.

"Kita ngga akan pernah bisa bersatu, kita itu sodara, kita tumbuh masih dengan ikatan darah yang sama, kita ngga akan pernah bisa bersatu bagaimanapun caranya. Jadi, gue mohon pengertian Lo.." ujar Zio pelan kemudian mengacak lembut rambut Zefa yang sedang mematung mencoba mencerna ucapan Zio.

"Gue bakal tetep sayang sama lo, tentu sebagai sepupu gue.." Zio perlahan memundurkan langkahnya kemudian meninggalkan Zefa yang mematung sendirian di koridor sepi itu.

Zefa menatap punggung Zio dengan tatapan mata yang sulit diartikan, kedua tangannya terkepal erat dengan gigi yang bergemeletuk kuat.

"Zio cuma milik Zefa, ngga ada yang bisa menghalangi Zefa buat miliki Zio.."

°•°•°•°•

Votenya Kaka👉⭐️
Awokawok🏃

Good Or Bad Couple? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang