Kalau mereka membiarkan polisi untuk datang, berarti mereka benar-benar memiliki keputusan yang begitu matang agar tidak dapat ditemukan. Hana sempat berfikir, perlukah ia menghubungi sekawanan polisi? Tapi bagaimana jika semua itu akan membuat hal-hal menjadi lebih rumit?
"Aku punya beberapa kenalan yang bisa bantu, aku bakal hubungi mereka and they're ready anytime." Begitu kata Gilang saat ia mengantarkan Hana dan anak-anak pulang.
Gilang tidak tahu betapa menenangkannya kalimat itu bagi Hana, tapi sebenarnya diri Hana sendiri diliputi khawatir yang lebih besar. Kalau boleh dan kalau bisa, ia ingin ada tim gegana, densus 88, ambulan, sekelompok polisi dan tantara untuk menyelamatkan suaminya yang entah bagaimana kabarnya saat ini. Hana tahu itu berlebihan, tapi sumpah demi Tuhan bahwa saat ini perasaannya benar-benar tidak menentu. Ia takut jika Hana diizinkan menjemput suaminya hanya untuk melihat orang yang begitu ia sayangi sekarat. Atau sedang dililit bom. Atau malah sedang diikat disebuah kursi dalam keadaan babak belur dengan dilingkari oleh sekelompok orang bertopeng.
Angin sore itu berhembus dingin hingga rasanya menggigit kulit Hana. Baru setengah jam lalu ia mendapat pesan yang berisikan alamat penjemputan. Pukul 8 malam dan Lokasinya berada di basement 2 perusahaan inti keluarga Dave. Ia masih menimbang-nimbang apakah perlu ia beritahu Niken dan Alex? Apakah ia perlu memberitahu Gilang dan Nesa? Hana tidak ingin merepotkan siapapun.
"Bu! Kenapa masih diluar? Katanya mau kupasin buah buat aku sama Kakak?" Jamie menghampiri Hana yang duduk di halaman belakang. Tangannya mengguncang tangan Hana karena ia gemas sendiri melihat ibunya malah melamun.
"Minta tolong sama Mba aja, ya? Ibu lagi urusin sesuatu dulu."
"Urusin apa? Tapi tadi Ibu udah janji."
"Maaf ya, sayang? Ibu promise will make it up. Jamie dan Kakak sama Mbak dulu sekarang, ok?"
Jamie membalikkan badannya untuk Kembali masuk rumah tanpa mengindahkan apa yang barusan Ibunya sepakati. Ia agak kesal saat ini karena sudah menunggu beberapa menit untuk snacknya namun ternyata Ibunya belum mengupas apapun.
Sekelebat Hana mengingat apa yang Dave minta saat ia memutuskan untuk pergi. Hana diminta agar bilang kepada siapapun bahwa Hana memilih untuk meninggalkan Dave karena Dave sudah tidak mempunyai apapun untuk menunjang hidup keluarganya. Kenapa pula ia bisa lupa mengenai hal ini?
Kalau ia sampai datang ke lokasi penjemputan, maka siapapun bisa sadar bahwa Hana sedang berbohong. Apa yang dia bilang sendiri mengenai ketidakpeduliannya lagi terhadap suaminya akan terbongkar dustanya. Tapi disatu sisi Hana juga mulai berharap bahwa pesan singkat ini benar.
Pusat kepala Hana rasanya ingin pecah memikirkan ia harus bertindak apa saat ini. badannya lelah, pikirannya apalagi. Ia tidak bisa memikirkan siapapun untuk dihubungi kecuali dua orang yang dicintainya. Orang tuanya.
Tidak pernah terlintas dalam pikiran Hana bahwa hal ini akan terjadi. Hana tidak pernah ingin membiarkan orang tuanya terbebani dengan apa yang ia hadapi. Pada dering kedua begitu sambungan terhubung ke Mamanya, Hana lantas to the point untuk meminta Mama dan Papanya segera pulang.
***
Napsu makan Hana bertambah dua kali lipat ketika ia tahu apa yang perlu ia lakukan saat ini. Yaitu menunggu. Seharusnya memang dalam 30 menit ia sudah sampai di tempat penjemputan, namun orang tuanya bilang bahwa dalam hidup ini, bisa jadi tidak ada kabar adalah kabar baik.
Beberapa bulan yang mereka lewati dalam kesusahan ini memang terasa sangat menyayat hati. Tapi sekarang terlalu singkat untuk menyerah. Hana tidak boleh menyerah karena entah dimana Dave juga pasti tidak menyerah agar bisa Kembali bersama keluarganya.
Terserah mana yang mau Hana yakini, tapi orang jahat diluar sana tidak akan mau repot untuk membawa Dave ke basement agar bisa dijemput. Mereka akan meninggalkan Dave begitu apa yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan. Meninggalkan dalam keadaan hidup atau mungkin saja tinggal nama. Ya, itulah risikonya dalam berbisnis.
Dan mungkin saja apa yang mereka inginkan saat ini adalah agar Hana mendatangi tempat tersebut. Mama dan Papa Hana akan memastikan bahwa mereka mengirimkan seseorang untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Sebelum ada kabar apapun, maka disitu artinya ketenanganlah yang harus mereka utamakan saat ini. begitu saran orang tua Hana. Tentu tidak serta merta Hana tenang mendengar apa ynag kedua orang tuanya sepakati. Tapi memang mau dibantah dari arah manapun, semua itu ada benarnya.
Hana yang terlalu fokus pada apa yang ia hadapi menjadikan dirinya lupa bahwa tadi siang ia memberitahu bahwa ada telepon dari entah siapa yang mengizinkan Dave untuk dijemput. Hana tidak sadar bahwa rupanya dilain pihak, Gilang begitu menunggu kabar terbaru dari Dave.
Namun rupanya Gilang harus menahan dirinya juga untuk bersikap tetap tenang sehingga ia mengetuk pintu rumah Hana dengan baik. Padahal dalam dirinya ingin menerobos masuk ke dalam rumah itu. Ia ingin melihat sendiri dengan bola matanya bahwa Hana dan anak-anaknya masih dalam keadaan yang baik.
"Sorry Gilang, I wasn't tell you. Aku simpan ponselku jauh-jauh supaya gak overthinking." Ucap Hana yang memilih untuk mengajak Gilang duduk di area voyage rumahnya. Ia tidak ingin Kyra dan Jamie mendengar apapun yang akan membuat mereka khawatir.
"It's ok, Aku khawatirkan keadaan kamu dan anak-anak. Aku pikir kamu nekat pergi sendirian, aku gak bisa berhenti memikirkan skenario terburuk kalo memang nyatanya kamu pergi sendiri."
"Sorry." Hana membeo ucapannya sendiri beberapa detik lalu. "Aku pikir mereka lagi mengincar aku biar aku ada disana. Jadi aku gak pergi. Dave bukan menjadi hidupku lagi saat ini. prioritasku hanya anak-anak sekarang."
"I will go there, then. Memangnya dimana? Bagaimana kalo Dave menunggu kamu untuk jemput." Kekhawatiran begitu jelas tergambar pada raut wajah Gilang.
"Kesan yang Dave tinggalkan buat aku dan anak-anak cukup bikin aku merasa bahwa mungkin he's give up on us too. Kalo aku campur tangan sama masalahnya, terus siapa yang akan jagain anak-anak? It's ok, Gilang. Thank you for your support. Entah infonya valid atau enggak, tapi orang tuaku udah sampaikan sama kedua orang tua Dave."
Tangan Gilang terulur sehingga mengusap bagian atas lutut Hana. "Are you ok?"
Suara Hana samar dan begitu jelas menahan tangis. "No. I don't know what to tell to the kids. Aku gak mau mereka tau yang sebenarnya bahwa even ayah mereka lebih mementingkan pekerjaannya dibanding keluarga. Aku gak mau mereka merasa ditinggalkan dan kehilangan ayahnya."
Gilang terdiam. Ia sendiri tidak tahu harus berbicara apa untuk saat ini karena suasana terasa begitu chaos walau tidak ada huru-hara apapun dihadapan mereka. Tapi yang pasti, ia akan siap sedia kapanpun Hana, Kyra dan Jamie membutuhkannya.
Kamu Team Gilang atau Team Dave??
anyway makasih sudah voting..
YOU ARE READING
Nobody's Like You season 2
RomanceSequel of Nobody's Like You Hana bersama kedua anaknya-Kyra dan Jamie- kini harus berjuang disaat perusahaan Gradeva Gitara terpuruk. Sementara Dave pergi untuk melalukan hal yang perlu dia lakukan guna memperbaiki semua yang sedang rusak. Dalam tem...