Part 13

348 38 1
                                    

Karina berjalan dengan tergopoh-gopoh, mengangkat sekantong sampah yang berat di tangannya. Suasana di restoran tempatnya bekerja terasa ramai, tetapi pikirannya melayang jauh dari hiruk-pikuk itu. Setelah sampai di tempat pembuangan sampah, ia membuang kantong tersebut dengan gerakan yang cepat dan terburu-buru. Tiba-tiba ingatan akan perkataan mendiang ibunya kembali menghantuinya. Jika ibunya menemukannya di tempat pembuangan sampah. Hatinya terasa sakit, seolah-olah terjepit oleh kenyataan pahi. Bahwa keluarganya sendiri bahkan ibunya yang melahirkan dia tidak menginginkan kehadirannya. Karina merasa terombang-ambing antara keinginan untuk mencari keluarganya dan rasa takut akan penolakan.

"Karina!" suara wanita itu memecah lamunannya. Karina menoleh, melihat Giselle rekan kerjanya yang berkerja di sana. Tetapi Giselle lebih lama bekerja di sana sekitar 6 bulan lamanya. Giselle saat ini berjalan mendekatinya dengan langkah cepat.

"Kau kenapa?" tanya Giselle, melihat ekspresi bingung di wajah Karina.

"Aku tidak apa-apa," jawab Karina, berusaha tersenyum meski hatinya terasa berat.

"Ayo kita masuk kembali. Masih banyak pelanggan yang menunggu kita," ajak Giselle sambil menarik tangan Karina, mengarahkan gadis itu untuk kembali ke dalam restoran. Tanpa berpikir panjang, Karina mengikuti langkah Giselle dari belakang, melangkah ke dalam suasana hangat restoran yang dipenuhi aroma masakan lezat.

"Karina, kau tanya meja nomor 8," titah seorang pria yang bekerja di restoran, suaranya tegas dan penuh perintah. Karina hanya mengangguk, segera melangkah menuju meja yang dimaksud.

Di sana, ia menemukan seorang wanita paruh baya yang duduk sendirian di pojok ruangan, wajahnya tampak murung. "Permisi, Nyona, anda mau pesan apa?" sapa Karina dengan sopan, berusaha menampilkan senyuman ramah. Namun, wanita itu hanya mengusap air matanya sebelum menoleh ke arah Karina.

"Nanti saya panggil lagi," kata wanita itu, mengambil daftar menu dengan tangan bergetar. Karina membungkukkan tubuhnya, merasakan keengganan wanita itu, lalu meninggalkan meja dengan perasaan campur aduk.

Sepeninggal Karina, seorang wanita lain datang menghampiri meja tersebut. Ia langsung duduk di hadapan wanita paruh baya itu setelah membuka wajahnya, memperlihatkan senyuman yang sinis.

"Kenapa kau memanggilku?" tanya Lisa dengan santai, nada suaranya mencerminkan ketidakpedulian. Ia tampak percaya diri, seolah-olah menguasai situasi.

Irene, yang tidak mau basa-basi, langsung mengambil tasnya dan menyodorkannya kepada Lisa. Di dalamnya terdapat sejumlah uang yang cukup banyak. "Aku minta jauhi suamiku, Lisa," ucap Irene dengan tegas, meskipun suaranya bergetar.

Lisa hanya terkekeh mendengar perkataan dari wanita itu, senyumnya menunjukkan betapa ia menikmati situasi ini. "Dia menginginkan bayi yang ada di dalam kandungan ku ini. Kau yang harusnya pergi, Irene, karena selama 20 tahun kalian menikah, kau tidak bisa memberikan anak untuknya. Anakmu juga harus pergi meninggalkanmu selama-lamanya karena keteledoranmu," sindir Lisa, membuat Irene terdiam. Kata-kata itu seperti sembilu yang menusuk hatinya, mengingatkan pada kenyataan pahit bahwa ia adalah penyebab kehilangan Aira.

Irene teringat kembali pada hari ketika semuanya berubah. Saat itu, ia dan Krystal sedang berjalan-jalan di taman, menggendong bayi masing-masing. Keceriaan mereka seolah tidak pernah berakhir, hingga Irene merasa sedikit pusing dan memutuskan untuk duduk sejenak. Dalam keadaan yang tidak sepenuhnya fokus, ia meletakkan Aira di kereta bayi tanpa memastikan pengaman terpasang dengan baik. Suara tangisan Aira yang keras membuatnya terkejut, tetapi semua sudah terlambat. Aira mengalami cedera parah dan tidak dapat diselamatkan. Dokter di rumah sakit mengonfirmasi bahwa Aira telah meninggal dunia, dan dunia Irene pun runtuh dalam sekejap. Sejak saat itu, hubungan Irene dan Suho semakin renggang, terutama setelah dokter menyatakan bahwa Irene dinyatakan mandul.

The Strength Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang