Dengan binar senang, Peg menatap rumah mungil yang mulai sekarang akan menjadi tempat tinggalnya. Ia pun melepaskan pegangannya pada koper beroda yang dibawanya dan membuka tas selempangnya. Ia mencari-cari kunci untuk membuka gembok pagar rumah itu.
"Cari siapa?" tanya seseorang tiba-tiba dari belakang. "Mengapa—“
"Eh?" Peg menolehkan kepala dan melihat seorang pria yang sedang menatapnya penuh curiga.
"Kamu mencari siapa?" ulang pria itu "Mengapa berdiri di depan rumahku?"
"Rumahmu?" Peg menatap pria itu tak percaya "Ini...rumahmu? Kamu...tinggal di sini?"
"Ya...iyalah." sahut pria itu. "Masa tinggal di rumah tetangga." Ia tersenyum geli.
"Tapi...tapi..." Peg menatap pria itu lalu beralih pada rumah di depannya. Ia pun menggelengkan kepalanya. Rumah mungil di depannya itu benar-benar tidak cocok kalau ditempati oleh pria itu.
Bukan! Bukan karena rumah itu mungil. Kalau tinggal sendiri kan memang tak perlu rumah yang besar. Tapi, pria yang berdiri di sampingnya itu, pria yang memiliki tubuh tinggi dan badan yang cukup tegap. Wajahnya juga lumayan tampan dengan rambut sedikit gondrong dan mata yang berbinar jahil itu rasanya benar-benar tak mungkin tinggal di rumah yang terlihat manis dengan warna catnya yang merah muda berkombinasi putih seperti rumah di depannya itu. Sangat tidak cocok. Sekali lagi, Peg menggelengkan kepalanya.
"WOOOY...!" teriak pria itu.
"Eh? A...apa?" ucap Peg terkejut.
"Dari tadi aku menunggu lanjutan kata tapi-mu tapi kamu malah diam saja dan menatapku kemudian menatap rumah itu lalu kembali menatapku sambil menggeleng-gelengkan kepalamu," ucap pria itu "Ada apa sebenarnya denganmu?"
"Aku---"
"Kamu terpesona melihatku? Langsung jatuh cinta ya padaku?" tanya pria itu dengan suara dibuat terkejut "Wo...w! Ini benar-benar tak bisa dipercaya. Akhirnya ada juga yang bisa langsung menyukaiku begitu pertama kali melihatku. Aku pikir ini hanya akan dialami oleh Alvin." ucapnya, "Dia itu kakakku. Kakakku satu-satunya. Kata cewek-cewek yang melihatnya, cowok juga sih," Ia terkekeh sendiri, "Dia itu ganteng. Tapi kamu jangan coba-coba mendekatinya. Dia itu baru saja menikah. Istrinya itu namanya Kei. Mereka bertemu di London dan...bla...bla...bla...." Ia terus mengoceh ngalor-ngidul tanpa henti.
Heh? Sesaat, Peg hanya bisa melongo mendengar ocehan tak jelas dari pria itu. "Stop!" serunya kemudian, "Stop! Kamu itu sedang bicara apa sih? Aku sama sekali tak mengerti!"
"Tidak mengerti?" Kedua alis hitam pria itu terangkat, "Masa kamu tidak mengerti sih?" tanyanya gemas, "Aku ini terharu karena kamu terpesona dan langsung jatuh cinta padaku!"
Hah? Mata Peg langsung membulat. "Sembarangan! " serunya "Siapa yang terpesona dan jatuh cinta padamu?"
"Tidak?" tanya pria itu dengan nada kecewa, "Jadi tidak? Benar-benar tidak?" Ia menghembuskan napas panjang, "Padahal aku sudah mau pamer pada Alvin dan mengatakan bukan dia saja yang---"
Astaga! Peg menggeleng-gelengkan kepala. Sepertinya cowok ini benar-benar tidak beres otaknya. Hiy!! Lebih baik jangan dekat-dekat dengannya. Ia pun meraih gembok pagar rumah itu dan hendak memasukkan kuncinya.
"Hei! apa yang sedang kamu lakukan?" tanya pria itu mengagetkan.
"Tentu saja membuka gembok i--"
"Darimana kamu mendapatkan kunci rumahku?" tanya pria itu lagi memotong ucapan Peg.
Peg menghela napas dan menatap kesal pria itu. "Jangan suka mengaku-ngaku kalau rumah ini rumahmu ya. Ini rumahku--"
"Tidak. Ini rumahku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
'Maudlin' Housemate
Humor"Jangan menyebutku cengeng. Aku tidak cengeng, aku hanya... mudah mengeluarkan air mata." -Peg- "Jangan sedikit-sedikit menangis, karena aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi gadis yang suka menangis sepertimu." -Cosmo-