Jika hidup memang memiliki keterbatasan waktu, aku pernah menjadi si-tergesa-gesa, menyesal. Lalu kini kupikir akan menikmatinya secara perlahan, sa-ngat per-la-han. Perlahan menikmati nuansa pagi, perlahan menikmati cangkir kopi ataupun teh yang tersedia, perlahan menikmati tawa orang-orang di meja samping yang menertawakan tingkah teman lamanya yang tak pernah berubah. Perlahan menikmati perjalanan, ah buru buru pun hanya akan membuat celaka. Perlahan menikmati langkah demi langkah di jalan setapak, aku pernah terburu-buru, berlari tanpa persiapan dan hanya menyisakan penyesalan tak mampu berjalan sepekan penuh setelahnya. Menikmati setiap perjalanan menuju pulang, dan bagiku musik malam hari dalam kendaraan selalu terasa melankolis. Satu lagi, aku ingin memilih perlahan menikmati kematian, karena hanya akan dan cukup satu kali. Perlahan bersamamu, tak perlu kusebut, kau yang mengajariku.