Kyra dan Jamie tambah semangat dalam menjalani hari terutama untuk berangkat ke Sekolah. Tentu semua itu bisa terjadi karena beberapa hari terakhir, Gilang rutin berinisiatif untuk 'mengantar' mereka hingga Sekolah juga bertemu mereka untuk bisa makan siang bersama.
Sistemnya adalah Gilang akan stand by di depan Sekolah dan ketika Hana sudah memarkir mobilnya, Gilang akan menemani Hana untuk mengantar mereka dari pelataran Sekolah hingga pintu masuk batas antar orang tua. Sesuatu yang bagi Hana pikir mending tidak usah dilakukan karena itu sama saja buang tenaga yang harus Gilang simpan untuk ia pakai dalam menjalankan kinerja perusahaan. Tapi anehnya itu membuat Kyra dan Jamie lebih semangat untuk berangkat Sekolah. kenapa tidak Gilang yang menjemput mereka, karena itu akan buang waktu sekali. Selain itu, masa iya Hana harus minta Gilang mengantarnya dulu ke rumah sebelum Gilang pergi ke kantornya.
Dan tentu, di jam makan siangpun Gilang Kembali ke area Sekolah agar bisa makan siang bersama di area situ. Beberapa hari terakhir memang Kyra dan Jamie menjadi lebih bisa mengontrol emosinya. Mereka jadi lebih jarang bertengkar. Sepertinya sudah lama sekali Hana melihat kedua anaknya begitu cerah seperti ini.
Walau memang faktanya keceriaan Kyra dan Jamie kini begitu terpancar, Hana masih saja kalut mengenai bagaimana nasib kedua anaknya. Mereka butuh kehadiran sosok ayah yang tidak bisa digantikan siapapun. Ketika Hana merasa cukup meratapi wajah anak-anaknya yang kini telah tidur lelap, ia beralih menuju kamar mandi dan membuka kotak obat yang berada di sebelah kaca wastafelnya. Tanpa ada seorangpun yang tahu, Hana memang telah mewadah ulang alcohol 70% ke dalam beberapa botol kaca kecil. Hana tidak tahu butuh berapa kadar mabuk yang dia inginkan sehingga ia membawa total 250 ml.
Botol-botol kecil itu ia masukkan ke dalam tasnya bersamaan ponsel untuk kemudian pergi ke mobil dan melaju tanpa arah. Hana tidak ingin anak-anaknya menjumpai betapa rapuhnya Ibu yang mereka lihat hampir setiap waktu dalam kontrol.
Ketika Hana pikir ia tidak punya tempat tujuan apapun, maka ia memutar arah untuk Kembali ke area perumahannya dan memarkir mobil di area taman umum fasilitas komplek. Ponselnya menyambungkan wifi agar audio mobilnya dapat menyetel lagu-lagu beberapa tahun belakang. Bukan merupakan lagu favoritnya, melainkan hanya lagu acak yang memang menjadi trend tahun yang lalu. Lagu-lagu itu mengingatkan Hana bahwa ia pernah punya hari dimana hanya mereka berempat, pergi untuk makan siang dengan ditemani lagu-lagu itu.
Hana membuka botol pertama sambil mengikuti alunan lagu. Lagu dari Adele yang tanpa sengaja dia hafal karena radio selalu menyetel lagu yang sama hampir setengah tahun. Mungkin nanti ketika semuanya sudah Kembali normal maka Hana akan lebih mengatur quality time bersama keluarga kecilnya. Mungkin nanti ia akan lebih tegas pada Dave agar suaminya tersebut dapat mengurangi ambisinya dalam pekerjaan. Nanti. Entah kapan.
Kontrol diri Hana perlahan menghilang bersamaan jumlah alcohol yang ia persiapkan. Air matanya sudah mengalir sejak tadi meratapi nasibnya sendiri. Nasib anak-anaknya dan bagaimana nasib Dave diluar sana. Semua yang dia bawa berjumlah 250 ml itu nyatanya habis ia minum seolah cairan tersebut adalah penawar atas kepahitan hidup yang ia rasakan.
Kesedihannya semakin dominan, namun entah mengapa ia juga bisa menertawai kesulitan yang ada di depannya. Semuanya menjadi tampak lucu dan begitu menarik dalam pikirannya. Mungkin ini terjadi karena Hana punya teman-teman yang mendukung sehingga ia tidak terfokus pada kesedihannya.
Bunyi tautan suara yang begitu memekakkan telinga rasanya semakin nyata tiap detiknya. Bunyi yang begitu familiar namun terasa begitu menjengkelkan. Bunyi yang semakin membuatnya ingin marah ketika kupingnya terus-terusan mendengar hal yang sama. Siapa yang menciptakan alunan sejelek ini? siapa? Rasanya Hana ingin adu jotos dengan siapapun yang telah menyalakan bunyian ini sehingga ia mulai ingat sesuatu. Ini—pandangan Hana terbuka dan memperlihatkan suasana dimana ia berada. Jadi dia tadi tertidur? Dan bunyian itu adalah alarmnya.
Hana menyadari bahwa ternyata ia tertidur di mobilnya sendiri hingga dentuman keras terasa mendenting dalam kepalanya. Ia meringis tanpa bisa ditahan. Rasanya sakit sekali.
"Hana! Kamu ok? Kepala kamu sakit?" seseorang itu menyentuh ponsel sehingga alarm akhirnya berhenti.
Hana lantas menegang. Ia kenal suara ini. Jangan bilang bahwa pemilik suara ini adalah seseorang yang sesuai dengan tebakannya. Ia mencoba membuka matanya perlahan, tidak siap menghadapi kenyataan jika memang benar orang ini adalah—"Gilang?!" ucap Hana kaget meski ia tahu betul bahwa itu pasti adalah memang Gilang, namun Hana kembali meringis karena rasanya kepalanya semakin sakit.
Rasanya pengar sekali hingga Hana ingin muntah namun tentu saja itu hanya mual.
"It's ok, easy. Take your time." Gilang meraih botol air mineral pada handle cup di dashboard. "Ini minum. Atau kamu ingin muntah?" meraih sachet yang Gilang simpan di dashboard, kini lantas ia sodorkan pada Hana. "Atau obat mabuk dulu?"
"Kenapa kamu bisa ada disini?" ucap Hana masih membenamkan wajahnya pada stir karena kepalanya sakit bukan main. Tentu yang ia ajak bicara adalah Gilang yang kini duduk di jok penumpang disebelahnya.
"Kamu yang telepon aku tadi malam. Kamu gak ingat?"
Kepala Hana kini rasanya mau pecah menerima kenyataan ini. Bagaimana bisa tanpa sadar ia menelepon Gilang seakan ia sedang minta perhatian.
"Aku bilang apa?" Hana memilih untuk memastikan.
"Hanya ucapan terimakasih karena sudah mau temani Kyra dan Jamie selama ini. Dan kekhawatiran kamu sama mereka. Aku tahu kamu mabuk jadi aku tanyakan kamu lagi ada dimana. Untung kamu masih punya cukup kesadaran buat bilang detail tempat kamu. Walau sekarang aku ragu sepertinya kamu gak begitu sadar waktu telepon aku." Tangan Gilang menggoyangkan apa yang ia genggam. "Aku bawa dari rumah just in case you'll need them. tapi aku pikir you really need these now."
Hana meraih botol air mineral dan meminumnya hingga isinya tandas tiga perempatnya. Dirasa-rasa ternyata tenggorokannya terasa kering. Juga setelahnya langsung membuka sachet obat mabuk lantas menghabisinya. "Makasih."
"My pleasure. Aku gak bisa bawa kamu pulang karena aku pikir kamu disini karena kamu gak ingin dilihat sama anak-anak. Jadi kalau kamu ingin pulang sekarang, aku bisa bantu kamu pulang."
"If you don't mind, thank you. Kepalaku rasanya mau pecah."
Gilang keluar mobil bertepatan dengan Hana yang pindah duduk ke jok penumpang. Ia membuka cermin dan meratapi tampilannya kini. Ya ampun. Lebih mirip monster mama dibanding wanita beranak dua. Berapa lama dia nangis hingga kantung matanya sebesar ini? ditambah sangat sayu efek mabuk.
"Did I say or act something odd waktu mabuk?" sakit kepala Hana belum berkurang namun ia ingin tahu kegilaan jenis apa yang ia lakukan saat kesadarannya tidak terkumpul.
Gilang menstarter mobil sambil berkata, "Gak ada. Kamu cuma menangis sambil ketawa."
Dan Hana merasakan saluran pernapasan dalam dirinya bekerja normal sehingga terasa sangat melegakan.
Gilang baik kan?!!!!
siapa yang masih negative thinking sama orang sebaik Gilang?!
terimakasih buat votenya!!
YOU ARE READING
Nobody's Like You season 2
Roman d'amourSequel of Nobody's Like You Hana bersama kedua anaknya-Kyra dan Jamie- kini harus berjuang disaat perusahaan Gradeva Gitara terpuruk. Sementara Dave pergi untuk melalukan hal yang perlu dia lakukan guna memperbaiki semua yang sedang rusak. Dalam tem...