Play now
Amigdala - Ku Kira Kau RumahKEHENINGAN menyelimuti begitu hal tak terduga itu berakhir, tinggalkan rasa hangat yang menjalar buat wajah Wanda memerah padam, hanya bisa genggam jemari Joan erat.
Pun si adam itu tampaknya belum berniat membuka percakapan, agaknya beri waktu untuk kembali menyesuaikan.
Wanda tersentak begitu ibu jari Joan mengusap wajahnya, beri afeksi lantas kecup singkat pipinya.
"Wanda"
"Ya?"
Joan tersenyum, "Terimakasih telah hadir dalam hidup saya. Sejujurnya saya rasa tidak banyak membantu kamu, tapi terimakasih karena anggap saya berharga"
Suara Joan mengalun merdu, buat Wanda merasa berada dalam alunan kasih sayang, diri serasa dilingkup kebahagiaan pun haru sebab mengapa semuanya terasa semu?
"Hei, kenapa nangis?"
Wanda menggeleng kecil, bibir tarik seulas senyum, perhatikan Joan yang kelabakan mencari sapu tangan.
Ia sendiri tak tahu mengapa menangis, tak mengerti juga mengapa diri ini dirundung sedih padahal keadaan membahagiakan.
Benak berpikir, sematkan pertanyaan yang ternyata penyebabnya; Joan, apa hubungan kita sebenarnya?
"Terimakasih" Wanda terima sapu tangan pemberian Joan.
Joan tersenyum kecil, usap surai Wanda beralih kembali genggam erat tangan si perempuan. Kecup ringan punggung tangannya, lantas usap dengan lembut.
"Wanda, saya boleh cerita?"
Wanda mengangguk, memang tak pernah bisa tolak setiap kali Joan bertanya. Dadanya bergemuruh, mendadak antusias, tunggu cerita si lelaki.
"Ada satu perempuan yang hadir dalam hidup saya, Wanda. Awal bertemu dia layaknya mawar, indah memikat namun saya tidak bisa menyentuhnya sebab durinya begitu tajam"
Binar manik Joan tercipta, kening sesekali mengernyit tampak mengingat kejadian di masa yang telah berlalu. Seulas senyum ditarik, tatap Wanda lekat. Terlalu dalam, buat jatuh pada pesonanya.
"Saya tidak pernah bertemu dengan perempuan seperti dia, santun perilaku lagi halus sekali tutur katanya. Dia begitu baik, Wanda. Hangat memikat buat saya jatuh dalam pesona miliknya. Sebab diri sempat kesepian, namun kehadirannya bawa kebahagiaan"
Joan mengelus punggung tangan Wanda, ciptakan perasaan aneh yang buat si Kayana merasa ia diajak terbang tinggi.
"Kemari..." Ujar Joan.
Wanda mendekatkan tubuh ke Joan, sandarkan kepala pada bahu si lelaki.
Hening sesaat, keduanya nikmati waktu bersama. Tatap pasar malam didepan sana dalam diam, sama-sama terpaku, namun berbeda rasa. Gemerisik dianggap angin lalu, suasana diantara keduanya buat nyaman.
Joan mengusap pucuk kepala Wanda, buat si Kayana terbuai lantas sesekali netra terpejam sebab diserang kantuk.
"Wanda, bukan tanpa alasan saya mendadak ingin bercerita padamu. Kamu harus tahu, saya tidak ingin lagi menutupinya darimu"
Joan kecup kepala Wanda, bawa tubuh mendekat lantas rangkul erat bahu si perempuan.
"Dan saya rasa sudah saatnya untuk mengatakannya"
Wanda menegakkan tubuhnya begitu Joan lepas rangkulan, pun agak menjauh seakan pinta untuk saling berhadapan.
Kedua tangan Joan menggenggam kedua tangannya, berhadapan juga lempar senyum buat Wanda bersemu malu.
"Adik kecilku, perempuan yang berhasil memikat saya itu bernama Lila Kunudhani. Sudikah kamu bertemu dengannya?"
Ya?
Netra Wanda mengerjap, miringkan kepala tatap Joan dengan kebingungan, lantas benak simpan beribu pertanyaan perihal maksud si lelaki.
Joan tersenyum lebar, "Wandaku yang berharga. Saya selalu menyayangimu selayaknya adik kecil, maka dari itu perkenankan saya untuk mengenalkan kamu pada Lila--kekasihku, sebab kamu harus mengenalnya bukan?"
Untuk apa?
Wanda bergeming, tatap Joan dengan pandangan kosong, sulit diartikan. Ingin bicara pun tak bisa, lidah terasa kelu dan dada perlahan bergemuruh sesak.
Kemudian rangkum semua makna, yang dapat disimpulkan bahwa Joan telah memiliki kekasih, lantas untuk apa ciuman tadi?
Jika memang ingin menyambut perpisahan, mengapa harus memberi kesan yang bermakna? Tidakkah pikir bahwa itu menyakitkan--hatinya.
Pun bukankah itu akan menyakitkan pula untuk Lila? Karena perempuan mana yang terima kekasihnya mencium perempuan lain?
"Wanda, Lila begitu baik. Saya yakin kamu bisa dekat dengannya"
Tidakkah jahat bila kau begini, Joan?
Wanda menggeleng pelan sembari merunduk, biarkan air mata mengalir deras. Abaikan Joan yang kebingungan begitu bahunya dijadikan tempat menampung kesedihan.
Bibir ucapkan kata tak apa, pinta Joan diam sejenak sebab Wanda sudah tak kuasa tahan sakit hati--pun berpura-pura baik dengar seluruh fakta.
Dadanya mendadak sakit, sesak sekali rasanya sampai sulit untuk menarik napas. Perih. Hatinya seakan hancur berkeping-keping. Asa minggat--tanpa persiapan.
Lantas ketika detik demi detik telah berlalu, ketika hanya ada isak tangisnya yang terdengar, pada akhirnya Wanda terdiam. Pilih menghela napas dalam lantas tegakkan tubuh, tatap Joan seraya tersenyum tipis.
"Kak, aku ikut bahagia mendengarnya"
Dusta.
Joan tersenyum lebar, rengkuh tubuh Wanda bawa dalam ke dekapan yang sekarang terasa dingin.
"Terimakasih, Wanda, terimakasih"
Joan, ku kira kau rumah.
Ternyata milik orang lain.
"Ku ajak kau melayang tinggi, dan kuhempas kau ke bumi" Joan to Wanda.
Akhirnya setelah gak update beberapa minggu. Sorry.
Nanti update lagi. Janji deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEIRD LOVE [✓]
Fiksi Penggemar|Re-publish| Pilu membiru, luka lama yang belum usai perlahan membusuk tatkala luka baru hadir menggores. Wanda hanya tahu, bahwa dalam hidupnya hanya ada dua rasa, perih dan pedih. Luka dan sakit. Tubuhnya ringkih, berbalut lebam yang mewarnai sem...