Kala kau terpuruk dalam suatu waktu yang menjatuhkanmu,
carilah genggaman yang mampu menuntunmu dari keputusasaan
sebab mereka adalah satu hal yang nyata.
-
"Wah, ramai sekali." Aku terkagum ketika berjalan mengikuti Arthur di sebuah pedesaan yang dipenuhi kerumunan orang. Di setiap rumah terdapat lampu yang berkelip warna-warni. Ditambah lagi panorama langit yang menghidangkan siluet matahari yang tak lama lagi tenggelam di ufuk barat. Tampak banyak sekali pedagang dan pemusik di pinggir-pinggir jalan yang menyajikan berbagai macam makanan tradisional juga musik-musik Prancis. Orang-orang saling bercakap dan tertawa sembari menikmati berbagai macam hal yang mereka inginkan. Sesekali aku melontarkan senyuman terhadap orang-orang yang menatapku hingga aku tak sadar bahwa Arthur telah berjalan jauh di depanku. Kuputuskan untuk sedikit berlari mengejar langkah kaki Arthur.
"Arthur tunggu aku," teriakku sambil tetap berusaha menyamai posisi Arthur. "Jalanmu cepat sekali. Jika aku tahu lebih awal bahwa jalanmu secepat ini, lebih baik aku tetap di kursi roda saja tadi agar kau mendorongku dan tidak meninggalkanku seperti ini," gerutuku.
Arthur tiba-tiba berhenti. Akupun menghentikan langkahku. "Kau sendiri yang memintaku meninggalkan kursi roda itu, bukan? Ya, sudahlah lupakan. Sekarang kita sudah sampai di Mende," ucap Arthur dengan sedikit mengeraskan suaranya. Keadaan memang sangat ramai sehingga Arthur harus melakukan hal tersebut.
"Mende? Oh, jadi ini Mende," jawabku sambil melihat-lihat keadaan sekitar.
"Iya, apakah di masa depan tidak ada festival Mende?"
"Entahlah, aku belum pernah kemari."
Lalu lalang para penduduk melewati kami yang berdiri di tengah-tengah jalan sedangkan Arthur tetap saja pada posisinya. "Apakah kita tidak menghalangi orang-orang yang lewat, Arthur?" tanyaku kemudian.
"Tidak. Kita berhak berada pada posisi manapun," jawab Arthur. "Sekarang kau ingin menikmati apa? Pilihlah makanan yang kau sukai," lanjutnya.
"Kau saja yang memilih, Arthur. Aku akan ikut," balasku menatapnya.
"Mm." Arthur tampak berpikir."Aku ingin biskuit," ucapnya kemudian.
"Biskuit?"
"Ya, croquant de Mende." Arthur tersenyum menatapku dan berjalan kembali. Akupun mengikutinya lagi. Tak butuh waktu lama, sampailah kami disebuah kedai. Kedai tersebut sangat indah. Lampu-lampu orange kuno tampak bergelantungan. Cahayanya memang remang tetapi suasananya terasa hangat. Berbagai macam ukiran juga terkesan memberikan nyawa pada setiap dinding. Meja dan kursi sederhana yang terbuat dari kayu melingkar tampak tertata rapi seperti beberapa jamur yang berukuran seragam. Mataku tak henti-hentinya mendeskripsikan suasana. Sungguh, aku sangat terpikat.
"Duduklah di sini." Suara Arthur membuyarkan lamunanku. Arthur tampak menunjuk pada sebuah kursi kosong. Tak lama berpikir, aku mendekat dan mematuhi perintahnya. Arthur kemudian beranjak dari tempatnya.
Aku masih terdiam memperhatikan keadaan sekitar sedangkan Arthur tampak sedang berbicara terhadap seseorang yang memakai seragam mirip seperti koki. Ya, sepertinya ia adalah salah satu koki di kedai ini dan Arthur sedang memesan croquant de Mende yang ia inginkan.
"Apa kau menyukainya?" ucap Arthur yang tiba-tiba datang dan menduduki kursi di hadapanku.
Aku mengangguk sambil tersenyum. "Semuanya indah, Arthur. Aku sangat menyukainya," ucapku kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Departement de La Lozere [END]
Fantasy*Catatan : Jika kalian pernah mendengar potongan kisah mengenai monster gevaudan (La Bete du Gevaudan) yang telah memakan banyak korban di Lozere, Prancis sebelum tahun 1767, maka inilah salah satu cerita di balik segalanya. Bacalah dan tetap berhat...