| Chapter 8 |
Mereka bersiaga di tempat. Gean berdiri paling depan sambil memasang posisi tinju yang pas. Mata beriris birunya menatap was-was. Di belakang, Caya dan Mala saling memeluk lengan. Apa mungkin itu hantu?
Cahaya itu semakin lama semakin terang. Pusaran hitam yang ada di tengahnya pun terlihat semakin kencang berputar. Hingga tiba-tiba, ada sebelah kaki yang muncul dari sana. Hanya kaki kanan, yang dialasi sepatu Chelsea Boots berwarna hitam. Kemudian, ada tangan yang ikut menyusul keluar.
“Setan?!” seru Mala, makin merapat pada Caya.
“Huah... akhirnya!”
Bentuk seutuhnya dari sosok yang muncul itu terlihat juga. Mereka berempat refleks melompat kecil dan dengan beraninya langsung memasang kuda-kuda—karena ternyata itu bukan hantu.
Sosok tersebut tampak meregangkan badan dan mengeluarkan suara aneh dari mulutnya. Sampai akhirnya, ia membeku ketika melihat ada empat manusia yang menatapnya horor. Matanya mengerjap-ngerjap. Dia tidak bergerak sama sekali, hanya bergeming layaknya patung.
Dan tiba-tiba, sosok itu memutar badan sambil berteriak. Namun, cahaya terang yang menjadi tempat munculnya itu keburu menghilang. Umpatan kasar lolos begitu saja dari mulutnya secara bertubi-tubi.
“SIAPA LO?!” seru Gean dengan jari yang menunjuk sedikit gemetaran.
“Sial!” umpat sosok itu, lagi. Ketika mendengar langkah yang mendekat, dengan segera ia berlari untuk menghindar.
Para gadis langsung meraih botol-botol yang masih terisi penuh. Percuma ‘kan kalau melempar botol kosong ke orang aneh seperti itu.
“Dasar, setan!” Caya berteriak sembari melempar-lempar botol.
Rajit menutup pintu di belakangnya. Tidak boleh ada celah untuk orang itu melarikan diri. Dengan masih berpijak di tempat yang sama, Rajit memperhatikan Gean yang sibuk mengejar sosok itu sambil mengeluarkan kata-kata kasar. Mulutnya Gean memang tidak bisa dikontrol.
Sosok itu terus menghindari kejaran Gean. Gerakannya sangat gesit. Dengan mudahnya ia membelokkan badan saat Rajit ingin menangkapnya. Dan dengan mudah juga menghindari lemparan botol dari Caya dan Mala.
Tempat ini terlalu kecil untuk dipakai sebagai tempat kejar-kejaran! Ia hanya berputar-putar seperti orang yang sedang bermain permainan kekanak-kanakan itu. Bisa, sih, melompat dan melindungi diri dari atas rak kaca, tetapi ia terlalu takut. Bukan—ini bukan karena dirinya yang pengecut.
Ia takut rak kaca itu pecah. Kalau pecah begitu saja, sih, tidak apa-apa. Tapi, bagaimana kalau pecahannya mengenai orang lain—atau bahkan dirinya sendiri? Lagi pula, Profesor akan menghukumnya kalau sampai meninggalkan jejak dengan merusak barang orang.
“UWAAA!!”
Bruk!
“Aduh....”
Gean terengah-engah. Masih menunjuk sosok yang terjatuh akibat tersandung kotak penyimpanan minuman. Sepertinya sosok itu sudah kelelahan, jadi tidak sadar kalau ada “lubang” yang membuatnya jatuh telungkup.
Caya, Mala, dan Rajit ikut menghampiri. Mereka langsung mengitari sosok tersebut. Caya berdeham, lalu menendang kaki sosok itu hingga sang empunya kaki mendecak kesal dan bangun dari posisi telungkupnya.
Tak membiarkan kejarannya kembali kabur, Gean melepas ikat pinggangnya. Kemudian, melipat lutut dan mengikat kedua tangan sosok itu ke belakang tubuh dengan cukup kasar.
“Makhluk aneh dari mana, sih, lo? Kenapa bisa muncul dari cahaya itu? Apa lo Alien?” tanyanya beruntun. Nada bicaranya terdengar amat ketus.
“Bisa pelan sedikit tidak, sih? Kau itu biasa merundung orang lain, ya?” sergah sosok itu. Agak bergerak meronta karena ia jujur soal perlakuan Gean yang kasar sekali. “Dan aku bukan Alien! Enak saja menyamakan wajah tampanku ini dengan wajah abstrak mereka yang tidak memiliki hidung!”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost History; S-156 [Book 2]✔
FantasiHilangnya Buku S-156 dari Istana membuat mereka kembali mengalami petualangan gila untuk yang kedua kalinya. |•| [The Lost Series; Book 2 : S-156] Misi untuk menemukan buku yang hilang malah membuat Caya dan teman-temannya bertemu dengan satu makhl...