Bisa tolong tandai kalo ada typo yah..
*_*
Tabia masih belum beranjak padahal Vira, orang yang tadi bertemu dengannya sudah satu jam lebih meninggalkan caffe. Hari ini mereka bertemu di caffe karena Vira sangat khawatir karena tidak biasanya Tabia bolos kuliah makanya dengan penuh paksaan mereka bertemu.
Tabia hanya menceritakan secara ringkas mengenai dirinya yang kesiangan bangun sampai jam 10 siang. Awalnya Vira memaksa menceritakan secara detail tapi tahu betul bagaimana Tabia akhirnya dia hanya mendengar secara singkat.
Sebenarnya Tabia juga terkejut bagaimana bisa dirinya tidur sampai siang seperti tadi dan yang paling aneh adalah bundanya. Bagaimana bundanya itu memasak banyak masakan karena tahu anaknya bangun siang.
Saat ingin memutuskan pulang Tabia menoleh ke arah jendela. Dan dia mendapat bahwa di luar gerimis lalu disusul hujan yang lumayan lebat. Akhirnya ia memutuskan untuk tinggal sejenak. Karena saat hujan seperti ini akan susah mencari taksi.
Saat fokus pada ponsel untuk mengabari bundanya bahwa dirinya terjebak hujan. Tabia dikejutkan dengan seseorang yang menduduki kursi didepannya, Tempat Vira duduk tadi.
"Hai" sapa laki-laki dengan dua cangkir coklat di kedua tangannya. Kemudian meletakkan satu didepannya dan yang satu Ia minum dengan melihat keluar jendela.
"Gue liat lo gak jadi pergi makanya gue pesenin minum biar gak diusir karena cafe lagi rame gini" sontak Tabia melihat sekeliling. Ya sekarang tengah banyak pengunjung mungkin karena hujan membuat orang terpaksa berteduh kesini.
"Dingin-dingin gini enak minum yang hangat-hangat gini. Diminum gih, tenang aman kok belum sempet gue kasih sianida." Ucapnya saat melihat Tabia tak menyentuh coklat pemberiannya.
"Gue baru pertama ini kesini dan coklatnya lumayan juga. Bisa sering-sering nih mampir atau bikin tugas disini, ditambah juga suasananya nyaman gini. Kalo lo udah sering kesini ya? Kalo dilihat-lihat sih kayaknya udah. Tapi bentar lo tahu kan gue siapa?"
Tabia hanya menggeleng pelan dan laki-laki itu menatap tak percaya.
"Gue Dewa. Cowok yang gak sengaja lo tabrak di perpus" Tabia tak merasa harus merespon ucapan Dewa itu. Karena sebenarnya ia tahu laki-laki di depannya adalah laki-laki yang sama yang ia tabrak di perpus.
"Lo ngga mau ngenalin diri gitu? Gue cuma mau kenal kok gak ada niat jahat atau Lo gak nyaman ya sama gue" ucap Dewa
"Belajar membuka diri"
"Tabia" dan disambut senyum oleh Dewa.
"Kalo gak salah lo anak psikologi ya? Gue sebenernya dulu pengen banget masuk ilkom tapi bokap nyuruh hukum. Sedih rasanya ketika kita gak bisa milih apa yang kita suka." Jeda Dewa meminum coklat panasnya.
"Sebagai anak tunggal wajar aja sih kalau orang tua mau anaknya nerusin usaha mereka. Tapi kadang mereka suka kelewatan, mereka gak sadar kalau mereka sudah nyakitin anak mereka sendiri. Gue dari kecil selalu dapat apa yang gue mau, apapun itu. Bahkan kalo pun gue salah gue selalu dapet pembenaran. Tapi saat kuliah ini gue diatur banget sama mereka. Harus A gak boleh B dan seterusnya. Disitu gue marah, gue merasa kalo mereka udah gak sayang lagi SMA gue. Dan saat itu juga tanpa pikir panjang gue kabur dari rumah."
"Tapi kamu tetap kuliah dihukum"
Sanggah Tabia."Karena kabur dari rumah masalah bukan selesai tapi tambah runyam. Kadang gue berharap andai waktu itu gue gak kabur dari rumah mungkin gue gak akan ambil hukum kayak sekarang" Lirih Dewa dengan menatap lekat lawan bicaranya.
"Andai waktu bisa diputar"
"Lo pernah gak sih pengen banget punya pintu ajaib kayak punya nya Doraemon. Menurut gue Nobita itu beruntung banget karena punya Doraemon. Dia bisa ngelakuin apa aja dengan alat ajaibnya doraemon"
"Kadang beberapa kejadin harus terjadi untuk sebuah pembelajaran. Setiap orang punya porsinya masing-masing. Luka dan bahagia adalah hal yang berjalan beriringan. Kita gak bisa maksa untuk terus bahagia. Menyesal hal yang sering banget terjadi tapi sebuah perbaikan sering kali terlupakan. Kalo kamu merasa menyesal karena melakukan kesalahan coba belajar untuk memperbaiki hal tersebut. Mungkin benar, bisa dibilang kalau Nobita itu beruntung tapi pernah tidak kita liat sisi lain dari Nobita. Berhati tulus. Tidak semua orang bisa."
Dewa tak menyangka Tabia akan mengatakan hal tersebut. Karena ia mendengar kalau Tabia orang yang dingin dan tidak mudah didekati.
"Apa gue bakal dapat pengampunan?" Tanya Dewa setelah keheningan menyelimuti mereka.
"Aku tidak bisa menjawabnya karena aku tidak tahu pengampunan yang seperti apa yang kamu maksud. Tapi permintaan yang tulus bisa menjadi jawabannya." Jujur Tabia mengingat dirinya susah sekali memaafkan dirinya sendiri. Lebih tepatnya belum bisa.
"Kalo lo sendiri gimana?"
"Aku tidak begitu yakin. Seperti yang aku bilang tadi menjadi orang tulus itu bukan hal mudah yang bisa orang lain lakuin. Mungkin ada tapi tidak banyak. Beda dengan karakter tokoh dicerita fiksi. Dan aku bukan orang itu. Aku masih sering kalah dengan egoku sendiri"
Tabia menjeda ucapannya dan mendekatkan cangkir coklat itu ke bibirnya.
"Kalo kamu berpendapat kenapa manusia gak mau maafin padahal Tuhan aja mau maafin umatnya. Alasan klasik, padahal mereka tahu kalau manusia itu bukan Tuhan tapi masih sering banget disama-samakan." Tabia muak dengan kalimat itu karena menurutnya itu hal yang salah.
"Sebelum kamu minta maaf kepada orang lain apa kamu sudah bisa memaafkan diri kamu sendiri?"
Mereka tidak sadar kalo hujan sudah berhenti. Langit yang tadinya mendung kini berganti dengan warna oranye. Sudah cukup lama mereka duduk.
Tak lama Tabia dan Dewa memutuskan untuk pulang. Sebelumnya Dewa sudah menawari Tabia untuk pulang bersama tapi Tabia menolak karena dirinya sudah dijemput oleh sopir dan rumah mereka berlawanan arah. Jadilah mereka berpisah di depan cafe.
Dewa belum juga menjalankan mobilnya karena ingin memastikan kalau Tabia sudah masuk mobil dan setelahnya Dewa melajukan mobilnya menuju rumah.
Diperjalanan pulang Dewa masih memikirkan semua ucapan Tabia. Dan dia membenarkan kalau dirinya harus memaafkan dirinya dulu untuk mendapat permintaan maaf dari orang lain. Dan Dewa berharap semua berjalan dengan baik.
*_**_*
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Merakit Cerita
Fiksi UmumCerita pertama aku. Kehilangan sahabat membuat Tabia kehilangan dirinya sendiri. Kejadian itu mengantarkan dirinya bertemu dengan dokter Abi. Banyak menghabiskan waktu bersama membuat hubungan keduanya di tingkat lebih dekat. Jalan tak selamanya lur...