5 | Kelas dua belas

2.3K 513 34
                                    

b a g i a n | 5 |  Kelas dua belas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

b a g i a n | 5 |  Kelas dua belas

————————————

.

.

.

.

.

.

.

Perbedaan manusia dengan manusia lain yang populer dan dijunjung tinggi baru-baru ini adalah perbedaan dari segi pikiran. Open minded, beropini secara sopan tanpa melukai pihak manapun, berpikir kritis dan realistis. Namun kembali lagi, orangnya harus good looking.

Maka dari itu ketika ada lomba debat, Dikta memutuskan membawa dua teman paling tampan menurut vote di akun base sekolah, namun agaknya Dikta merutuki keputusannya. Seganteng-gantengnya Leo, kalau masalah perbacotan, dia selalu mengalah. Apalagi lawan timnya perempuan, Leo tidak tega. Jangan ditanya Nadesh seperti apa, dia cuma kedap-kedipin satu matanya buat menggoda anggota tim lain supaya pingsan dan mundur sebelum tanding.

Sayangnya kali ini pelet Nadesh agak kurang mempan. Apalagi tim mereka kekurangan orang, minimal empat, dan mereka cuma bertiga. Padahal Dikta berambisi ikut dan menang, hadiahnya lumayan padahal cuma antar kelas.

"Ini kurang satu gimana nih?" Dikta panik, sedari tadi mondar-mandir tidak jelas. "Heh gimana!"

"Di mohon tim dari kelas selanjutnya mempersiapkan diri, pertandingan akan dimulai lima menit lagi."

Dikta makin tak karuan, ia mengguncang bahu Leo heboh. "Tolong, Bapak Leader. Gue pengin menang dan nggak minta uang jajan seminggu aja, plis!"

"Kontestan selanjutnya silahkan masuk ruangan."

Dikta kehilangan akal kala itu. Seenaknya saja ia menarik anak lelaki yang lewat di depannya tanpa tau dia siapa dan berbakat atau tidak. Masa bodo, yang penting lengkap.

Si anak yang ditarik cuma bisa membeku dan memprotes semampunya. "Apa-apaan!"

Itu Juni. Si kaku yang jarang mengucap sepatah dua patah kata.

"Sesuai undian, kelas IPS 3 yang beranggotakan Lugas Dikta, Jonathan Leo, Nadesha, dan ... ?" Seorang panitia menyebutkannya ragu. "Juniar Alega?"

"Iya betul," Dikta mengangguk, walau Juni sudah mencubit badannya berkali-kali, berusaha untuk kabur. "Kami dapat oposisi."

"Baik, melawan kelas IPA 1 yang beranggotakan Raya Sena, Gitari Asmara, Narisa, dan  ... Laura. Kedua tim sudah siap?"

Dikta mengangguk yakin. Dia abaikan Juni yang memakinya lirih. Kedua tim duduk dibangku masing-masing. Ada dewan juri dan tim netral di sana, beberapa penonton dari angkatan bawahpun turut serta.

Rumpang | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang