Bab 2. Obrolan Sebelum Tidur

226 13 8
                                    

Sizhui menatap Hanguang-Jun bingung. Dengan sabar menunggu apa yang akan ayahnya katakan, namun tak kunjung datang.
Hanguang-Jun bila dia tak salah melihat, seolah sedikit salah tingkah. Tak ingin memberi pria itu kesulitan, Sizhui menghormat sekali lagi.

"Hanguang-Jun, saya undur diri."

Setelah ragu sejenak, Hanguang-Jun menjawab "Mn.."

Menatap punggung Sizhui menjauh, Hanguang-jun mau tidak mau pasrah. Setiap laki-laki memiliki masalahnya sendiri. Setiap laki-laki harus menghadapi dan menyelesaikan masalah itu agar bisa menjadi orang dewasa yang baik. Kali ini, dia percaya Sizhui bisa melakukannya.

Sesampai di kediamannya, tanpa menimbulkan suara, Sizhui mulai mengganti pakaiannya yang lembab akibat percikan air sungai dan batu basah yang dia duduki. Jingyi masih tertidur meski ini sudah melewati jam 5 pagi. Bukan hal yang aneh bagi Sizhui. Itu bagian dari daya tariknya, dia tidak selalu mengikuti aturan-aturan klan.

Hari itu berlalu seperti hari-hari biasanya di Awan Peristirahatan. Menerima pengajaran dari guru-guru dan Tuan, membantu beberapa saudara lain membersihkan beberapa tempat umum disana, makan siang lalu belajar lagi sampai kemudian tanpa Sizhui sadari sudah jam 9 malam, waktunya tidur.

Menatap bayangan kunsen pintu dan jendela dari tempatnya berbaring, Sizhui masih terjaga mendengarkan kesunyian malam.
Di tempat tidurnya yang bertirai putih dan di hias ornamen sederhana, Sizhui merenungkan beberapa hal.

Kehidupannya di Awan Peristirahatan sebagai Lan Sizhui sangat nyaman. Menjalankan kewajiban sebagai Junior, tidak kekurangan pangan dan papan, mendapat kehormatan tumbuh dalam keluarga yang memiliki reputasi mulia dan bergengsi. Kehidupannya sangat berbeda ketika menjadi Wen Yuan.

Samar-samar dia masih ingat rasa lapar yang harus di tahan berhari-hari. Tubuhnya selalu penuh debu dan kotoran ketika hidup di Gundukan Pemakaman. Meski sebagai anak-anak bermain lumpur adalah kemewahan tapi melihat dari sudut pandang dirinya yang sekarang, dia sungguh kasihan pada dirinya sendiri. Kalau bisa, dia ingin memungut dirinya yang saat itu.

Syukurlah Hanguang-Jun menyelamatkannya.

Kedua ayahnya pernah menyelamatkannya dengan cara yang berbeda. Untuk itu tidak ada apapun yang bisa menyamai rasa terima kasih Sizhui. Hanguang-Jun dan Senior Wei bisa saja membiarkannya untuk menghindari keruwetan dalam hidup, namun mereka memilih ini.

Dan sesuatu ini terus menggelitik hatinya.

"Sizhui, tolong suruh otakmu untuk diam." Tiba-tiba suara Jingyi terdengar dari seberang ruangan.

"Jingyi.. maaf.."

Jingyi "Dari jarak ini aku mendengarnya begitu nyaring. Apa yang mengganggumu?"

Kesulitan untuk menjawab, Sizhui hanya diam.

"Heh? Sepertinya hal yang serius.." kata Jingyi kemudian.

"Bukan.. ini hanya.. aku memikirkan hal-hal.." jawab Sizhui terbata-bata.

"Hal-hal? Semacam apa?"

Mencoba memilih satu dari sekian banyak hal yang dia pikirkan, "Seperti Hanguang-Jun dan Senior Wei.."

Jingyi, "Ah! Itu memang masalah besar.. tapi coba pikirkan seperti ini, setidaknya kamu bukan Tuan, beliau hampir selalu muntah darah melihat ayahmu. Kedua ayahmu."

Memang benar. Diluar kenyataan Sizhui tidak sempat untuk mengalami goncangan kejiwaan dengan pilihan Hanguang-Jun, setidaknya dia tidak memiliki tendensi homophobia. Dia bisa dengan mudah menerima mereka sebagai ayah. Teman-temannya mengagumi kedua orang tuanya, terutama senior Wei. Hanya beberapa orang saja yang masih suka mengkritik di depannya. Namun tidak di pungkiri, scandal Hanguang-Jun dan senior Wei di bicarakan seluruh dunia sejak saat itu.

Lalu apa yang menjadi beban Sizhui?

"Mungkin ini yang namanya fase membenrontakan." Kata Jingyi memecah kesunyian. "Aku pernah membaca itu bagian dari pubertas."

Sizhui "..."

Melongokkan sedikit kepalanya ke arah tempat tidur Sizhui, "Intinya, pada usia ini segala hal akan terasa menjengkelkan bila tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Entah itu menimbulkan kegelisahan atau yang paling parah adalah dengan mengambil aksi langsung seperti memprovokasi perkelahian, mudah tersinggung dan lain-lain."

"Jingyi.. dimana kamu membaca semua ini?" Setengah bangkit dari tempat tidurnya Sizhui bertanya.

Mengalihkan mata ke tempat lain, Jingyi menjawab, "Di perpustakaan..."

Suasana sepi sesaat.

Begitu? Jadi ini hal yang normal.

"Jingyi.. apa kamu juga mengalaminya?"

"Aku tidak punya dua ayah untuk memperumit kehidupanku.."

Sizhui, "Bukan.. maksudku segala pemikiran kompleks ini."

Mendengar pertanyaan Sizhui, Jingyi tertawa pelan.
"Jaga-jaga kamu tidak menyadari.. aku mengalami gejala pubertas sepanjang hidupku!"

"..."

__________________________________
🌼🌼🌼

Hiro: apakah anak laki-laki juga mengalami kerumitan ini selama pubertas??
Aku pikir laki-laki akan berfikir lebih simple tentang segala hal... 🤔

Sizhui: Ti.. tidak juga

Jingyi: kau hanya sok tau, penulis!

Hiro: ... 😒

Obedient SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang