-¦- -¦- -¦- 27 -¦- -¦- -¦-

35 5 0
                                    


Selepas bel berbunyi, dia pergi ke kamar mandi sebentar. Mencuci muka untuk menyadarkan diri. Dia harus tahan rasa kantuknya, kalau dia ceroboh. Bisa-bisa dia nanti akan kebablasan di metro. Dia merapihkan diri lalu setelah itu baru benar-benar pulang. Keluar dari gerbang depan.

Di kerumunan anak-anak yang juga punya tujuan sama. Dia berjalan lesu, melirik ke sana kemari. Yang lain tampaknya begitu bersemangat bahkan hari sudah begitu petang. Masih sibuk bercanda dengan teman mengobrolnya. Ya, dia juga sebenarnya bisa. Tapi selain memang dia mengantuk, dua temannya itu Acha dan Angel. Mereka itu punya acara masing-masing. Acha yang punya tugas kelompok dan Angel yang sudah ijin ingin pulang ke kampung halamannya di kalimantan. Jadi, mereka sudah tidak ada di sekolah. Dia sendirian.

Yah, dia memang selalu sendiri. Itu yang dia suka.

"Hoam!" mulutnya dia tutup seadaanya. Dia menyender di pinggir gerbang besi itu. Mengumpulkan tenaga sebentar. "Huft! Coba di jemput. Enak bat keknya," gumamnya. Mendadak dia memukul dahinya, ingat sesuatu. "Anjiir! Lupa gue harus beli deterjen ama emak gue! Ahhhhiissh! Gue jadinya kudu ke indomart dulu. Sumpah gue ngantuk berat. Nama duit emak gue?"

Di belakang terdengar suara deru motor. Fifi yang sibuk mengacak-acak tasnya di buat terkejut oleh klaksonnya. Dia berhenti mencari, tapi kembali melanjutkan. Dia tidak perduli siapa yang ada di sana.

"Heh! Gue mau ngomong,"

"Ngomong aja!" jawab Fifi. Dia sudah mendapatkan uang yang dia maksud. Uang milik Ibunya. Dia kantungi di saku bajunya lalu menutup tasnya rapat-rapat.

Dewa masih di motor, dia menarik salah satu tangan gadis itu. Benar-benar memaksa untuk bicara. "Nggak di sini! Ini soal omongan gue waktu itu,"

"Yang---" Fifi mengeleng. Dia ingat. "Udahlah! Gue paham kok itu cuman salah paham, kan! Gue ngerti kok. Udahkan? Sekarang lepas tangan gue. Gue mau pulang,"

Dia tidak menurut. Sebenarnya bukan itu yang dia maksud. Malah lebih dari itu. Dia malah ingin memperjelasnya. "Bukan maksud gue---"

PLAK

Talutan tangan mereka putus. Sebuah tangan memisahkan mereka secara kasar. Dewa yang di tampar di lengan, gadis itu menoleh. Begitu juga korban. Baru menyadari ada Wahyu di belakang sana.

Fifi memutar bola mata malas. Dan Dewa berdecak sebal. "Sakit tolol," protesnya.

Wahyu berdiri di samping gadis itu. "Sorry deh! Gue sih mau lewat. Lo berdua malah gandengan tangan. Nggak salah dong kalau gue terobos,"

Laki-laki di atas motor itu menggerutu. 'Di sebelah gue jalanan terbuka lebar. Kenapa lo lewat situ! Hah!'

Seakan-akan Wahyu dengar dia menjawab di dalam hatinya. 'Oh gimana, ya? Gue lagi pengen misahin orang yang gandengan aja sih,"

Diam-diam di sudut mata, mereka saling tatap. Ada petir lagi yang muncul. Huft! Sudah berapa kali petir itu muncul? Setajam itu, kah?

"Fi! Lo naik metro, kan? Bareng!" serobot Wahyu. Dewa panik.

Fifi menganguk santai. "Boleh! Ayo deh,"

"Hah? Mendingan lo naik motor gue dari pada naik metro. Banyak cowok brengsek," tekannya di akhir. Tentu saja di khususkan untuk Wahyu.

"Oh nggak papa. Nanti Wahyu nolongin gue lagi," ucap Fifi santai.

Wahyu melirik, merasa terbebani. "Hah? Oh! Haha iya deh! Tenang aja," jawabnya cangung. Ya, dia tidak mau melakukan itu juga. Habisnya membantu orang itu memelahkan. Terlebih membantu gadis seperti dia itu. Tidak ada keuntungan yang dia dapatkan. Tapi entah kenapa melihat respon Dewa di sampingnya. Dia senang sekali. Laki-laki itu terlihat sekali ingin melahapnya bulat-bulat. "Pasti gue bantu, kok!"

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang