2. Musim panas

271 42 0
                                    

|||Saat musim panas ini berlalu. Kuharap, ditempat itu masih meninggalkan jejak yang telah kita buat selama angin panas masih berhembus|||

👦❣️👩

[Name] menghela nafasnya. Ia membaringkan tubuhnya disofa panjang diruang klubnya. Menyalakan kipas angin, untuk meredakan hawa panas yang kini tengah menyerang tubuhnya.

"Untung, kelas Sasori-senpai belum pada bubar. Jadi, bisa pulang ngambil baju ganti, dan minta ijin. Tapi, tumben ibu dan ayah ngijinin. Biasanya no no no. Pada kesambet setan musim panas kali." ucap [Name] bermonolog.

Ia membuka koper, yang ia bawa tadi. Memilih baju yang cukup nyaman dipakai saat musim seperti ini. Untuk mengganti seragam sekolahnya.

[Name] membuka kancing seragam atasnya hingga bawah dengan secepat kilat. Ia pun berusaha tetap mendinginkan badannya dan berdiri didepan kipas angin.

"Uwo, Iyee, iyoo, uwoo, woo~" senandung [Name], membayangkan kipas angin itu sebagai maikrofon.

Dengan hanya menggunakan bra, dan mengikatkan seragam dilehernya. [Name] mulai berkhayal menjadi superman. Namun, saat ia sibuk dengan itu. Sasori dengan santainya menggetok kepala [Name], dan menutupi tubuh gadis itu dengan jubah yang sering ia gunakan.

"Hidupmu terlalu santai [Name]." ujar Sasori, sambil geleng geleng kepala.

Dihitungan detik ke 5 wajah [Name], mulai memanas. Matanya, mulai diperbesar. Nafasnya mulai mengambil ancang ancang. Tangannya mulai ia angkat keudara. Dan dalam hitungan 20 detik Sasori telah dikalahkan. Satu, botol air mineral mendarat mulus dikepala pemuda itu.

"Sasori baka, baka, baka, bakaaa!!"

Tanpa menggunakan embel embel senpai. [Name] dengan beraninya mengumpat seniornya itu. Padahalkan disini, Sasori tidak salah. Memang, yang namanya wanita itu selalu benar. Pria, yang salah.

[Name], dengan cepat mengusir Sasori keluar dan mengenakan baju yang ia pilih tadi.

"Senpai, gomenasai. Aku benar benar minta maaf. Benar benar minta maaf."

[Name] membungkukkan tubuhnya 90 derajat. Ia, merasa bersalah telah melempar botol kearah sasori. Harusnya, ia tak perlu bereaksi berlebihan seperti itu. Dan harusnya ia, berterima kasih. Karena Sasori tak melakukan apapun pada tubuhnya, justru ia melindungi bukan menghancurkan.

Merasa kurang membungkukan badannya 90 derajat. [Name] menambah kebungkukannya menjadi 180 derajat. Tapi, ia tetap merasa kurang. Dan akhirnya ia bersujud meminta permohonan maaf pada Sasori.

"Angkat kepalamu [Name]. Lagi, pula reaksi mu itu wajar. Kau, berhak melindungi tubuhmu. Dan mewaspadaiku, sebagai seorang laki laki. Jadi, kau tak perlu meminta maaf sampai seperti ini."

Sasori membangunkan [Name] dari sujudnya itu. Ia menyempilkan anakan rambut, disela sela telinga name. Mengusap, wajah [Name] yang basah oleh air mata yang bercampur keringat.

Sasori, mengelus elus kepala [Name]. Membuat [Name] mendongkakan wajahnya menatap mata teduh Sasori.

Tangan [Name], dengan sendirinya menyentuh wajah Sasori. Yang baby face itu. [Name] menjinjitkan kakinya, untuk menyamai tingginya dengan Sasori.

Cup

Sebuah kecupan singkat mendarat lembut di bibir sasori. Dan Sasori tak bergeming sedikit pun. Membuat [Name] dibuat malu sendiri.

"Ah, maaf senpai. Aku..."

Dengan lemah lembut, Sasori menarik [Name] kedalam dekapannya. Kembali menyatukan kedua bibir mereka. Dan, ini bukan sebuah kecupan. Melainkan sebuah ciuman, yang dalam.

Mata [Name] membulat, saat lidah mereka akan saling bertemu dan bertukar saliva. Tapi, Sasori dengan cepat menghentikan ciuman itu. Saat ia merasakan tangan dan kaki [Name] bergetar.

"Sudah kubilang, hidupmu terlalu santai [Name]." ucap Sasori, yang masih tak dimengerti oleh otak [Name] yang kini tengah ngeblank.

[Name], berjalan kearah pintu.

"Mau kemana?" tanya Sasori saat [Name] hampir menghilang dibalik pintu itu.

[Name] yang masih linglung. Hanya memberikan jawaban dengan tangannya.

"Ah, kau akan ke supermarket? Tolong beli cup ramen. Dan beberapa cemilan. Nanti kuganti, uangnya." titip Sasori pada [Name], yang bersikap seolah olah tak terjadi apa apa.

Baguslah, itu membuat [Name] sedikit tenang. Meski bukan itu niatan awal [Name], pergi dari ruangan. Tapi, yasudahlah. Sama sama pergi, sama sama berusaha menenangkan pikiran. Dari kejadian singkat itu.

[Name] mulai berlari dikoridor kelas. "Aaaaaaaa!!! Ku harap mulutku tadi tidak bau."

Teriak [Name] sepanjang koridor. Dan ini, yang membuatnya sedari tadi khawatir. Khawatir Sasori akan meledeknya atau memberikan komentar yang akan membuat hati kecil [Name] tak siap mendengarnya. Dan bukan hanya itu, ia juga takut jika itu berlanjut entah apa yang akan terjadi. Meski Sasori itu bukan tipe laki laki yang akan seenak jidatnya nidurin anak orang. Cuma buat pelampiasan nafsu belakang.

Sasori yang mendengar itu hanya bisa bereaksi seperti ini. Puft

Yah, Sasori itu hampir ketawa. Meski pun, tanpa ada perubahan signifikan pada ekspresi wajahnya. Tapi, saat kau menatap mata Sasori. Kau pasti bisa merasakan apa yang [Name] lihat disana.

Ngomong ngomong rasa mulut sasori senpai, enak juga ya.

******

Dengan percaya dirinya aku masih aja up cerita cerita ini. Entahlah, aku tak pernah tau cerita yang aku buat ini bagus apa enggak? Paling gaje, sih. Au dah, aku hanya ingin mengakhir apa yang telah aku awali. Makannya masih up, itu sih alasannya.

Enjoy reading ❣️

🎋Serendipity [Sasori x Reader]🎋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang