1
.
.
.Bangunan yang di dominasi dengan gaya rustik minimalis berdiri terhimpit di deretan kokohnya gedung-gedung tinggi di tengah kota Daejeon menjadi tempat Favoritku untuk sekadar menghabiskan waktu, ketika aku berkunjung ke kota ini.
Siapa aku?
"Hwa Yeong ah," suara nyaring, yang sudah amat sangat akrab di telingaku sejak aku duduk di taman kanak-kanak baru saja membuat lonceng yang terpasang dibalik pintu berbunyi tak kalah nyaring dari suaranya.
"Yak!! Go Jae Hwa, bisakah kau tak membuat gaduh?" ujarku spontan, yang tak kalah menarik perhatian dari dirinya yang baru saja menyapaku riang ketika datang, bagi pengunjung Mint Cafe yang cukup ramai hari Rabu siang kala itu.
"Haish, kau sendiri! Tak sadarkah suara teriakanmu tak seanggun penampilanku hari ini?" protesnya padaku, sembari menarik kursi kayu di sampingku, dengan membenahi letak drop waist dress kuning tanpa lengan yang memperlihatkan kulit putih, mulus lengkap dengan lengan ramping miliknya.
Jae Hwa sendiri biasa datang untuk menemuiku, ketika aku berkunjung ke Daejeon menilik kantor cabang milik keluargaku. Namun, terkhusus hari ini. Aku memintanya datang untuk menemui sekaligus menemani waktu suntukku.
Tak banyak waktu yang bisa kami habiskan, setelah dia pindah ke kota ini, selepas lulus dari Korean National University Art, dan mendapat pekerjaan di daerah itu.
"Baiklah...baiklah, aku tak akan berdebat denganmu hari ini." balasku malas, sembari mengaduk strawberry punch didepanku. "Suasana hatiku dan keadaanku sendiri saja, sudah sangat amat kacau, sekadar hanya untuk mendebat perkataanmu sebelumnya." tambahku, mengakhirinya dengan menyesap minuman dingin milikkku.
"Jelas saja kacau," timpalnya ringan, sembari menatapi diriku yang duduk berhadapan dengannya. Aku bahkan kini meragukan diriku sendiri. Sungguh, apakah keputusan yang tepat menghubunginya untuk menemaniku saat ini?
'Ah sudahlah, apa peduliku saat ini. Aku hanya tahu satu hal, aku butuh seseorang berada di dekatku saat ini.' ungkapku dalam hati, sembari berusaha mengacuhkan keberadaan Jae Hwa di dekatku.
"Tak bisakah kau berpenampilan sedikit normal?" tambahnya, setelah sesaat yang lalu melambaikan tangan ke arah pelayan cafe dan memesan beberapa menu pastry yang disediakan cafe yang sejujurnya adalah milik sepupu jauhku, Kim Nam Joon.
"I'am a normal, tak ada yang salah dari diriku. Lihatlah, aku bahkan berpakaian utuh, tak kekurangan sedikitpun bahan seperti yang kau kenakan saat ini." imbuhku, tak ingin merasa terpojokkan oleh komentarnya.
"Kau mengeluh hampir sepanjang waktu kepadaku tentang cinta bertepuk sebelah tanganmu terhadap beberapa pria di luar sana. Di saat, kau sendiri tak melakukan perubahan apapun kepada dirimu!" keras, tepat dan sungguh amat mengena sekali ucapannya.
'Astaga, Tuhan aku tak yakin apakah dia benar-benar sahabat dan orang terdekatku selama ini? Bagaimana bisa aku bertahan selama ini di dekatnya?' ratap dan jeritanku kali ini yang tak mampu kuucapkan di hadapannya.