Lee Haechan menggerutu tak jelas sambil berjalan dengan langkah lebar di koridor sekolah, ia melewati semua orang begitu saja dan tak sungkan untuk menabrakkan bahunya apabila ada siswa lain yang menghalangi jalannya.
Sehingga membuat siswa lain yang melihatnya hanya dapat menyingkir dan memberikan jalan walaupun dengan perasaan sebal. Wajah memberengut dan ekspresi gusarnya membuat sebagian siswa lain tidak peduli atau hanya membiarkannya.
Pagi ini Haechan memang sedang kesal. Sangat, sangat kesal. Bagaimana tidak, ini Vancouver, mulai dari kemarin sampai seterusnya ia lulus sekolah menengah atas mengharuskannya untuk tinggal disini, dan lebih buruk lagi karena ini adalah sekolah asrama. Dan demi tuhan, ayahnya mendaftarkannya ke sekolah asrama khusus laki-laki!
Banyak hal yang membuatnya benci Vancouver, dan hal itu terus-menerus bertambah hingga saat ini, dan yang paling memuakkan baginya adalah pindah sekolah ditengah semester. Ia benar-benarㅡ
"Haechan Lee?" Tanya seseorang di balik punggungnya, sambil menepuk bahunya.
Haechan menghentikan langkah dan lamunannya lalu membalikkan badannya, "ya?" Sahutnya, pendek.
"Aku Jeremy Na," katanya, dengan ceria dan menampilkan senyum dengan giginyaㅡyang menurut Haechan terlihat agak besar. Haechan hanya menaikkan sebelah alisnya mendengar nama yang disebutkan siswa di hadapannya itu.
Jeremy mengulurkan tangannya pada Haechan, dan ia menjabatnya dengan setengah hati. Jeremy masih memberikan senyum hangatnya yang ceria, tetapi Haechan hanya membalasnya dengan senyum sekilas yang kelihatan tidak ikhlas.
"Maaf aku ada kelas." Ujarnya dengan ketus, dan Haechan pergi begitu saja tanpa memperhatikan Jeremy yang kesal dan terpaku di pijakannya, tak percaya atas apa yang dilakukan oleh Haechan.
Haechan duduk di bangku terakhir di barisan yang berhadapan dengan meja guru. Ia tak sudi duduk di depan walau saat ini adalah kelas kesukaannya, yaitu kelas matematika.
Lalu seseorang datang setengah berlari dan menyenggol meja Haechan yang membuat bukunya terjatuh. Ia sontak marah karena merasa kaget dan siswa tersebut tak meminta maaf.
"Hei!" Teriak Haechan. Lelaki itu hendak mengamuk namun urung setelah melihat bahwa siswa yang membuatnya kaget adalah Jeremy Na.
"Jeremy," desis Haechan dengan kesal.
"Wow, kau mengingat namaku." Jeremy memotong ucapan Haechan dan tanpa minat ia langsung membalikan badannya tanda bahwa ia tidak mau berbicara lagi dengan Haechan.
Haechan memperhatikan wajah Jeremy dengan seksama, untuk ukuran seorang lelaki ia terlihat manis, bibirnya tipis dengan hidung mancung dan bentuk wajah yang sempurna. Dan bahunya terlihat lebar. Oh, ia baru menyadari bahwa kelopak mata Jeremy adalah monolid. Secara ras pastilah Jeremy bukan dari Kanada. Dan apa tadi Haechan melewatkan satu hal, tidak ada nama belakang Na untuk orang Kanada.
"Kau bukan orangㅡ"
"Yup, aku berasal Korea Selatan, dan sepertinya sama denganmu." Jeremy memotong kalimat Haechan lagi.
Haechan hendak mengatakan sesuatu tetapi urung ketika seorang guru lelaki masuk dan meneriakinya, "hei Nak, perkenalkan dirimu!" Benar-benar berteriak hingga membuat Haechan terkejut.
"Aku Haechan Frances Lee." Haechan berdiri dan memperkenalkan dirinya kepada seisi kelas yang hanya dihuni lima belas orang saja.
"Aku berasal dari Korea Selatan. Pindahan dari Neo High School." Tambah lelaki itu dengan nada malas.
"Selamat datang di International Vancouver Sains High School, HaeㅡLee." Teriak guru lelaki tersebut.
Tepuk tangan serta tawa murid lain membuat Haechan merengut.
Oh, yang benar saja. Guru tersebut menyebut nama Haechan dengan salah dan malah terdengar aneh. HaeㅡLee? Itu terdengar seperti Hailey, dan juga itu terdengar seperti nama perempuan! Haechan akhirnya hanya bisa memberengut kesal sampai kelas terakhir karena moodnya berantakan.
.
.
Haechan duduk di kafetaria sekolah sendirian, ia mengamati sekitar, yeah setidaknya ini adalah sekolah internasional, dan memiliki banyak siswa campuranㅡsejujurnya bukan hal aneh karena ini Kanada, ia agak sedikit khawatir apabila harus disatukan dengan orang yang berbeda ras dengannya. Bukan Haechan ingin merasa rasis tapi lebih ke takut, ia merasa sendirian dan berbeda, bahkan ia sempat berpikir takut akan ditindas.
Tetapi lihat Haechan kini, pemikiran ia akan ditindas memanglah tidak mungkin, Haechan bahkan dengan tidak tahu dirinya tak menggubris beberapa siswa yang hendak berteman dengannya. Ia masih terbawa perasaan kesal dan menyalahkan sekitarnya.
Menurut Haechan tak ada yang namanya teman di Vancouver, karena ia akan segera kembali ke Korea Selatan, jadi ia tak butuh di antara mereka untuk jadi temannya walaupun mereka menawarkan.
"Merasa seperti di rumah, cih." Haechan menggerutu sendiri. "Lihat ayah, aku akan pulang dengan cepat dan membuatmu menyesal mengirimku kesini." Gumamnya diakhir jam makan siangnya.
Haechan hendak meneruskan lamunan dan gerutuannya ketika seseorang merangkul bahunya dan duduk disebelahnya, "boleh aku duduk disini?" Tanya siswa tersebut, bahkan ia sudah duduk tanpa Haechan persilahkan.
Haechan semakin kesal dengan keadaan saat ini, satu poin tambahan lagi baginya sebagai alasan untuk tidak menyukai Vancouver.
Haechan langsung berdiri, melepas rangkulan lelaki itu dari bahunya. "Kau boleh sekalian makan mejanya. Aku sudah selesai." Haechan langsung berbalik tanpa melihat lelaki itu, ia takut kelepasan menonjok seorang siswa yang menurutnya sangat menyebalkan.
O_o
19121
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love Story
FanfictionYou have no idea how love came and got you, just like a wind blowing in the autumn, can't be touched nor heard, but could be felt. I suggested don't ignore and resist it, or love would make a big hole in your chest. (((BAHASA))) Mark Lee x Lee Haech...