“Aku akan membawamu ke kantor polisi esok pagi. Karena ini sudah malam, apa kau ingin mengikutiku ke Panti? Kau bisa beristirahat di sana malam ini,” ucapnya, aku terus saja berjalan tanpa menjawab pertanyaannya.
“Kenapa, kau diam saja saat perempuan-perempuan tersebut mengolok-olokmu?”
“Karena yang mereka katakan benar adanya. Aku tidak bisa, berpura-pura memiliki uang saat aku sendiri pun tak memilikinya.”
“Jika kau menipu mereka, mereka akan berhenti meremehkanmu-”
“Jika aku menipu mereka, lalu mereka mengajakku ke sana. Itu akan mempermalukan diriku sendiri saat aku tak bisa membayar makanan yang telah aku makan. Lagi pun, walau aku tak memiliki uang sebanyak mereka, setidaknya … Kedua tanganku ini, tak pernah meminta mereka memberikan apa pun padaku. Jadi, aku tidak terlalu peduli saat mereka mengolok-olokku seperti itu.”
Aku diam sejenak saat mendengar apa yang ia katakan, “benang merah yang ada di tanganmu, dan benang merah yang ada di laki-laki sebelumnya, bersambung. Kenapa, kau tidak mencoba untuk meraihnya?”
“Aku, tidak mengerti dengan apa yang kau maksudkan?”
Aku menghentikan langkah dengan berbalik menatapnya, “yang aku maksudkan! Kenapa kau tidak menerima ajakan laki-laki itu! Setidaknya, lihatlah dirimu sendiri!”
Bibirku segera mengatup saat dia tersenyum membalas perkataanku, “apa kau lihat perempuan cantik yang ada di belakangnya? Kau pun terpesona dengan perempuan tadi, bukan? Buktinya, kau tidak berkedip menatapnya, bukan? Dibandingkan aku dengannya, menurutmu siapa yang lebih baik?”
“Wajahku kusam, kulit dan tubuhku tak sebagus dia. Bahkan, aku harus memakai kacamata tebal ini-”
“Lagi pun, mustahil laki-laki sepertinya tertarik padaku! Tidak bisa diterima oleh jalan pikiranku,” sambungnya sambil menggerakkan telapak tangannya di depan wajahnya.
“Kenapa tidak mati saja! Lagi pun, kau terlihat seperti seseorang yang tidak ingin memperjuangkan hidup!”
“Kau masih kecil, tapi kata-katamu sudah sangat menusuk. Andai aku dapat mati sekarang pun, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun, aku masihlah harus menghasilkan uang untuk membahagiakan adik-adikku.”
“Dan juga, aku tidak memikirkan hal lain kecuali kebahagiaan mereka,” sambungnya, dia kembali tersenyum sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
“Jangan sampai tertinggal di belakangku, anak kecil!” Aku berbalik dengan mendecakkan lidah saat dia berjalan melewati dengan mengusap kepalaku.
Kenapa? Kenapa aku bisa berbicara dengannya tanpa sungkan? Biasanya, aku akan selalu menghabisi seseorang terutama perempuan yang membuatku kesal sepertinya.
“Namamu?” Aku sedikit terhenyak, saat tersadar telah mengucapkannya.
“Miyuki Sakura. Cepatlah! Aku akan menanyakan namamu nanti setelah kita sampai di Panti,” sambungnya dengan mengangkat sebelah tangannya ke arahku.
Kedua mataku membesar, tatkala mataku itu terjatuh ke arah benang merah yang melilit tangannya. Benang tersebut, terputus dengan sendirinya hingga menjadi sangat pendek. Aku masih tertegun, saat dia berjalan ke arahku pun, aku masih tertegun. Aku sadar, kakiku melangkah saat dia menarik pelan tanganku. Namun, mataku lebih tertarik ke arah benang merah yang melilit tanganku … Sama sepertinya, benang yang melilit tanganku itu pun turut putus.
“Aku ingin membunuhmu,” tukasku dengan masih menatapi tangannya yang menggenggam tanganku itu.
“Apa yang kau katakan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...