Diya

19 3 0
                                    

Suara riuh tepuk tangan dan jerit histeris mengakhiri pertandingan kali ini, pertandingan basket ini dimenangkan oleh sekolah Nusantara dengan skors tipis.

Desti, Arya, Reno, Devan dan Didi, berjabat tangan dengan lawan mereka. Sebelum berjalan ke tepi, meninggalkan lapangan.

"Des, ini." Desti menyambar handuk kecil dan sebotol air mineral dari tangan seorang gadis yang sedari tadi berdiri di tepi lapangan.

"Desti aja, buat kita-kita mana?" tanya Arya pada gadis itu.

"Dih, ambil sendiri lah." jawab si gadis cuek.

"Gak adil lu, kita kan juga perlu pelayanan." sambung Arya sambil mengambil air mineral dari kotak yang tersedia.

"Makanya, cari pacar biar ada yang melayani." jawab gadis itu.

"Dih sombong, emang Desti pacar lu? Sadar non, jangan ngehalu."

"St ....  apa sih ribut aja, kalian!" hardik Desti.

"Tau nih si Arya, bawel banget jadi cowok." merutuk si gadis.

"Cabut yuk, ntar malam kita party coy." ajak Reno.

Dan mereka pun berangsur meninggalkan lapangan, menuju ruang ganti untuk kemudian pulang kerumah masing-masing.

            *******

Mobil sedan silver itu berhenti dihalaman rumah sederhana berdinding papan, "ntar jam lima gue jemput, elu harus udah siap ya." titah Desti pada gadis cantik berambut panjang yang duduk disamping kemudi.

"Iya tenang aja, kapan sih gue pernah telat." jawab gadis itu sembari membuka pintu mobil dan turun.

Desti memundurkan mobilnya, untuk kemudian memutar dan meninggalkan gadis yang masih berdiri dan melambaikan tangan mengiringi kepergiannya.

"Sudah pulang Nak?" tanya wanita yang tak lain adalah ibu gadis itu.

"Iya Bu, sekolah Diya menang loh Bu." jawab gadis yang bernama Diya, girang sambil menyalami dan mencium tangan ibunya.

"Syukur lah, Desti mana?"

"Pulang Bu, nanti sore kami mau pergi lagi. Mau merayakan kemenangan tadi." jawab Diya sambil  duduk melepaskan sepatunya.

"Ya sudah, sana makan dulu." titah ibu.

"Ntar aja Bu, masih kenyang." Diya masuk ke kamarnya,

Diya  gadis cantik anak bungsu dari pasangan suami istri yang hidup sangat sederhana itu, melangkah meninggalkan ibunya.

                *****
Diya merebahkan badannya di kasur, permainan Desti dan timnya tadi sungguh menakjubkan.

Diya tersenyum sendiri, hari-harinya jauh lebih bahagia setelah mengenal Desti.

Gadis tomboy itu laksana dewi pelindung baginya, sejak kehadiran Desti lah Diya tidak lagi mendapatkan perundungan dari teman-temannya.

Diya anak dari keluarga sederhana, ayahnya kuli bangunan dan ibunya ibu rumah tangga.
Memiliki seorang kakak laki-laki yang sudah lulus sekolah menengah atas dan sekarang bekerja sebagai montir di sala satu bengkel tidak jauh dari rumahnya.

Karena kecerdasannya Diya berhasil masuk sekolah ternama lewat jalur undangan, dia kerap menjadi cibiran para kakak kelas karena penampilannya yang sederhana dan jauh dari kata modis.

Mau bagaimana lagi, memang begitulah tampilannya.
Orang tuanya hanya mampu membelinya sepatu, tas, dan pakaian dengan harga murah menurut ukuran teman-temannya.
        
              ****
Diya sudah siap dengan tampilan rapi, sebentar lagi Desti akan datang menjemputnya.

"Bu, Diya berangkat ya." pamitnya kala melihat mobil Desti memutar di depan rumahnya.

"Ya, hati-hati Nak." pesan ibu.

Diya duduk di sebelah Desti sebagai pengemudi, "lama ya, lu nunggunya?" tanya Desti sembari melirik pada gadis itu.

"Enggak juga," jawab Diya.

"Gue ketiduran, maaf ya." sesal Desti.

Entah mengapa dia bisa tertidur, padahal jarang sekali dia bisa tidur dengan nyenyak.

"Kamu capek ya? tau gitu tadi kamu gak usah pulang, rebahan di rumah aku aja, bisa aku pijit kamu." ucap Diya.

"Apaan sih lu, ngomong lu udah kayak Bik Inah." sanggah Desti.

Bik  Inah adalah orang yang  bekerja di rumahnya.

Mobil memasuki halaman parkir restoran siap saja, di dalam sana teman satu tim Desti sudah menunggu mereka.


Diya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang