~01

18 9 2
                                    

"Siapa disana?" Suara itu langsung membuatku tersadar dari lamunan. Aku lalu melihat samar pada Sang Pelaku dengan senter lampunya yang menyala tepat di pupil mataku.

"Namaku Hana," ucapku tak sadar membuat lelaki itu langsung menurunkan senternya ke tanah.

"Hana?" ulangnya pada kata-kataku tadi. Ia mendekat dan melihat wajahku dengan memicingkan kedua mata untuk memastikan.

"Kau Hana?" ucapnya lagi langsung membuatku tersadar. Aku kenal dia!

"A—Ariz?"

-----

"Hana ngapain di luar malam-malam?" tanya Bu Nela seraya menatapku sendu.

Aku menunduk, sambil memainkan jari diatas pangkuanku sendiri. "Hana cuma mau jalan-jalan disini," jawabku saat kembali menegakkan kepala dan tersenyum ramah.

"Ibu buatkan teh dulu, ya. Jangan menolak! Ibu tidak menerima penolakan," bantahnya tahu yang baru mau kukatakan. Beliau langsung segera ke dapur untuk membuatkan minum dengan cepat.

"Kau masih ingat untuk kesini?" sarkas Ariz yang masih menatapku dengan tatapan kesal. Aku kembali menunduk.

Aku tinggal di desa ini dari lahir hingga berumur 9 tahun, lalu pindah ke Jakarta karena dipaksa oleh nenek disana.

Ariz adalah teman masa kecilku, dan Bu Nela adalah ibunya. Aku sudah menganggap Bu Nela sebagai ibuku sendiri, dan Ariz sebagai adik laki-lakiku. Ariz lebih muda 6 bulan dariku.

Aku tahu mengapa ia kesal, tapi itu bukan salahku! Kau tidak bisa menyalahkanku.

"Siapa namamu?" tanyanya tiba-tiba membuatku langsung tersentak kaget.

"Hana?" bingungku dengan meiringkan kepala. Kenapa ia bertanya? Bukankah dia sudah tahu? Aku sudah mengucapkan namaku sejak tadi.

"Bukan, maksudku nama panjangmu."

Aku hanya ber-oh-ria, lalu kembali menunduk seperti biasa. "Hasna Nabila Kairunnisa," jawabku.

"Kau ingat nama panjangku?" tanyanya lagi.

Aku langsung menegakkan kepala karena kaget, lalu menatap mata coklatnya yang bersinar dimalam hari itu karena terkena lampu ruangan. "Ariz Putra Setiawan," jawabku sambil tersenyum ramah membuat ia ikut tersenyum. Senyuman yang lama tak kulihat.

"Diminum dulu," ucap Bu Nela yang baru selesai dari dapurnya sambil menghidangkan secangkir teh dan beberapa biskuit diatas meja. Aku pun menerimanya dengan senang hati.

"Sampai berapa lama disini?" tanya Bu Nela.

Sesuai lama diberikan libur oleh kampus tempatku berkuliah, dan waktu penerbanganku.... "Satu bulan. Hana disini selama satu bulan sampai harus kembali lagi ke Jakarta."

"Baguslah," gumam Ariz yang masih bisa didengar Bu Nela dan Aku.

"Hana sudah tahu rumah papamu?"

"Tadi sudah Hana hubungi, katanya lagi kerja di Kalimantan dan pulang dua hari lagi. Jadi Hana bakal ketemu Papa dua hari lagi," jawabku dengan senyuman ramah.

"Jadi hari ini dan seterusnya sampai pulang lagi ke Jakarta mau tinggal dimana?" tanya Bu Nela. Aku seperti merasa diintrogasi, haha.

"Rencananya Hana bakal nginap di resord dekat sini."

"Bang Fadli udah nikah dan tinggal di rumahnya sendiri dengan istrinya, sedangkan Bang Tara lagi di luar kota untuk bekerja. Banyak kamar kosong disini, kenapa gak disini aja? Ibu senang loh, kalau Hana mau tinggal disini dulu. Gimana?" tawar Bu Nela sambil menaik turunkan kedua alisnya. Haha, Bu Nela dari dulu emang mudah menggoda, ya.

Kampung Halaman [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang