Hujan semalam memang sudah berhenti tetapi hawa dinginnya semakin terasa bahkan hingga ke dalam rumah. Faris yang masih baru bangun keluar dari kamarnya lalu menyalakan lampu dan melihat jam dinding yang terpasang di tembok seberang,
"Hoahmmm. Are, masih jam setengah empat ya?" dia berbicara sendiri sambil menguap lalu kembali membuka pintu kamarnya. Keinginannya hanya satu, tidur lagi.
"Tumben sudah hidup?" tanya ibunya sebelum Faris masuk lagi ke kamarnya.
"Haa, apa Bu?" kesadaran Faris masih belum sepenuhnya kembali.
"Engga engga. Eh iya, kak Nat masih tidur?"
Faris belum menjawab karena suara ibunya masih belum terdengar dengan jelas di telinganya.
"Natasha masih tidur?" tanya ibunya lagi kali ini dengan nada yang lebih keras.
Faris yang telah selesai mengucek mata akhirnya sudah mulai terbangun dan kini menatap ibunya,
"Ohhhh, Kak Nat."
"Iya."
"Aku ngga tau sih, Bu. Coba cek kamarnya. Tapi dia biasanya bangunnya nanti jam tujuhan pagi, sih." Faris menjawab dengan diselingi uapan yang menunjukkan sisa-sisa kantuknya.
"Loh, dia ngga tidur di kamarmu? Soalnya sebelum tidur kayaknya dia salah masuk kamar."
"HAHHH?" Faris kaget.
Faris mencoba untuk mengingat lagi kejadian kemarin malam. Yang dia ingat hanya sedikit, yaitu tidur sekitar jam sepuluh malam. Sebelum tidur dia melakukan aktivitas seperti biasa, pergi ke toilet serta gosok gigi. Setelah itu dia langsung ke kamarnya, mematikan lampu, lalu memasang selimut karena hujan yang membawa cuaca dingin, dan terakhir, tidur. Natasha juga belum pulang ketika dia tidur.
Eh, tunggu tunggu! Tiba-tiba Faris ingat kenapa dia bangun jam segitu. Dirinya tadi merasa kedinginan. Faris baru ingat kalau saat dia terbangun, selimutnya hilang entah ke mana. Karena belum ada cahaya matahari yang melewati tirai kamarnya, Faris ingin keluar dan melihat jam. Ketika kakinya turun dari kasur, dia seperti menginjak sesuatu seperti bantal di lantai dekat kasurnya lalu kehilangan keseimbangan untuk sesaat.
Ketika Faris mengingat-ingat, seorang perempuan muncul dari kamarnya. Perempuan berwajah Eropa itu mengenakan piyama berwarna putih-putih. Di bawah sinar lampu, rambut pirangnya yang panjang masih terlihat acak-acakan. Dia adalah Natasha Rose, perempuan yang juga tinggal di rumah Faris. Walaupun wajahnya masih mirip anak SMA, tetapi dia sudah berumur 20 tahun, 3 tahun lebih tua dari Faris.
"Faris, mau ganti, hoahmmmm, kuinjak?" ancam Natasha dengan nada datar.
Natasha sendiri sebenarnya bukanlah seorang manusia, melainkan seorang siluman. Natasha membantu manusia karena dia pernah melihat sendiri bagaimana manusia yang dibawa oleh para siluman diperlakukan. Walaupun sifatnya terkesan banyak yang kekanak-kanakan, tetapi dia dapat berubah menjadi mode serius yang akan mengubahnya memiliki karisma seorang ratu yang bijak. Di samping itu, kemampuannya bertarung sudah tergolong ke tingkat tinggi.
Di dalam pelajaran yang dipelajari oleh Faris di sekolah maupun di dalam buku-buku kesatria sihir, kemampuan sihir digolongkan menjadi dua tingkatan, yakni tingkat dasar dan tingkat tinggi. Seseorang kesatria sihir tingkat dasar adalah mereka yang dapat menguasai cara membuat proteksi diri (mirip wallblock atau bahkan zirah sihir) di sekitar dirinya serta mampu membuat senjata sihir yang dapat digunakan untuk memecah proteksi milik lawan.
Sementara itu untuk kesatria sihir tingkat tinggi, mereka mampu memanfaatkan sihir mereka untuk menyerang sesuatu yang berada di luar jangkauan fisik mereka atau senjata mereka, misalnya mampu membuat aerial slash yang dapat mengenai lawan dalam jarak puluhan meter. Sihir tingkat tinggi ini tentunya akan sangat bergantung dengan jarak di mana semakin jauh jarak target, maka kekuatan slash juga akan semakin berkurang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Magic Warriors: Other World
FantasySMA Jodhipati adalah sebuah sekolah menengah atas yang bersifat semi-kesatria. Karena status itulah, sekolah tersebut diharapkan dapat menghasilkan siswa-siswa yang memiliki keterampilan dasar untuk menjadi seorang kesatria sihir di masa depan, sama...