Temanku mengejutkanku dari delusi. Entah apa diskusi yang bermain di fikiranku. Perlihatanku jauh memandang dinding yang cuma berjarak 1meter dari tempat duduk ku. Aku delusional. Fikiranku bermain jauh di cakerawala yang tidak terlihat di mata.
"kenapa?" ujar rakanku menyampuk diriku yang terleka.
"aku menemukan cinta" balasku ringkas dan jujur.
Sinis dia memandangku yang lemas dalam gelombang lautan asmara.
"Mana mungkin jiwa yang berkata-kata tidak mahu jatuh cinta kembali bergelumang dalam kota yang penuh dusta", singkat tapi menusuk kalbu ku.
Aku diam, kaku dan enggan berkata apa-apa. temanku yang mengenaliku dari awal aku menjejakkan langkahku ke medan ilmu itu amat faham akan narasi hidupku. Adanya dia saat diriku hancur dikecewakan seorang wanita sehingga aku membekukan hatiku untuk menerima yang lainnya. Mungkin di fikirannya, hangat apalah yang mampu mencairkan hatiku yang dingin selama dua pusingan bumi mengelilingi matahari.
"ceritalah." soalnya penuh entusias.
Tertawa kecil aku melihat matanya yang berbinar menanti stori yang bakal terbit di bibirku.
"kawe napok sore pue ni maso tengoh meeting, tapi dok napok muko dio, Cuma dahinya, rambutnya yang mengurai lembut, dan matanya yang sipi-sipi terlihat" ulasku dalam dialek negeri kelahiranku.
Iya, Cuma itu terlihat di mataku. Entah, mungkin sifat misteriusnya pada malam itu membuatku tertanya-tanya siapakah gerangan yang ada disebalik kekaca kamera itu. Aku mengeluh panjang, kau umpama imigran gelap yang menjelajah khayalku tanpa salam, lalu singgah di mimpiku malam itu. Mantera apa yang kau taburkan hingga aku menggilaimu seperti ini? Senjata apa yang kau guna hingga tembok yang ku bina berkecai? Apa mesti kau kuusir? Atau aku biarkan saja kau menetap di kantung hatiku?
"perasaan laksana hujan, tak pernah datang dengan maksud yang jahat. Keadaan dan waktulah yang menjadikannya terasa buruk", ujar temanku.
Senyumku terukir, sesungguhnya mempunyai teman yang memahami itu menenangkan. Diskusi kami berterusan sehingga aku habis menceritakan perihal hatiku dan terhenti dikala notifikasi yang terdetik di telefon seluler ku menyatakan ada kuliah maya yang harus ku hadiri.
AHHHH! Tidak mampu aku mengaji dikala hatikudipenuhi rama-rama yang mengelilingi hati, menanti waktu untuk aku jatuh cintalagi. Mungkin aku harus biarkan proses dalam waktu menyembuhkan. Mungkin inibukan cinta, Cuma perasaan aku saja yang bermain-main dikala aku sedang sibukakan hal-hal dunia. Aku cuba menenangkan jiwaku yang rapuh.
YOU ARE READING
Seketika Waktu
PoesíaIni adalah coretan hidupku, apa yang bakal kau baca, adalah kisah seketika dari hidupku. Ingin mendengarkan nasihatku? Cuba kau baca diiringi merdu instrument bermain di speakermu. Cubalah membuat carian di internet, "Meditation-monoban". Perca...