Chapter 1

4 1 0
                                    

Seorang gadis dengan lincah membelokkan motornya memasuki area sebuah cafe. Setelah mermakir motor matic kesayangannya itu, dia segera melangkah riang ke tempat pemesanan. Rambutnya yang panjang tergerai dan bergerak lembut mengikuti langkah kakinya.

"Selamat siang, Mbak Dandra." Seorang pelayan di bagian kasir tersenyum menyambut kedatangannya.

"Siang." balas Dandra ramah.

"Kebetulan menu milkshake kita ada yang baru nih, Mbak. Pumpkin pie milk shake." Pelayan dengan name tag bertuliskan "Ruth" menunjukkan brosur menu milkshake baru pada Dandra. Dengan excited Dandra melihat brosur itu.

"Lucu banget! Ini beneran dari labu?"

"Iya, bener, Mbak. Pakai pisang dan mixed spices juga."

"Wah, boleh, deh. Aku pesan ini satu. Sekalian yang Nutella sama Mixed Berry, masing-masing satu." Dandra memesan beberapa jenis milkshake dengan cekatan. Dia memang sudah hapal dengan sederetan menu milkshake di cafe langganannya itu.

"Take away seperti biasa, ya?" tanya Ruth memastikan. Dandra mengangguk sambil tersenyum. Selesai membayar, Dandra mencari tempat untuk menunggu pesanannya selesai. Tak ingin membuang waktu dengan sia-sia, dia memutuskan menunggu sambil membaca materi kuliahnya yang ada di tab.

"Dandra ...?" tiba-tiba seseorang memanggilnya dengan ragu. Gadis itu menoleh ke sumber suara dan melihat seorang pria berdiri di hadapannya.

Gilang! Sial!

"Hai!" Dandra menyapa Gilang yang terlihat lega karena memang bertemu dengan orang yang dikenalnya. Gadis itu tidak habis pikir. Di antara tujuh miliar manusia di muka bumi, kenapa dia harus ketemu dengan orang bernama Gilang ini?

"Apa kabar, Dra?" Gilang mengajaknya berbincang.

"Baik." jawabnya sambil melihat keadaan sekitar, seperti mencari seseorang. Untunglah sosok yang dicarinya tidak dia temukan. Dia berharap pria itu segera menyudahi basa-basi ini dan enyah. Bisa juga pesanannya segera selesai sehingga dia yang bisa segera enyah. Pokoknya, dia ingin bisa segera jauh-jauh dari Gilang. Dia yakin Gilang bisa merasakan ketidaknyamanan dalam nada suara dan wajahnya, tapi pria itu masih saja berdiri dan malah lanjut mengajaknya ngobrol. Itulah yang membuat jantung Dandra berdebar-debar dan keningnya berlipat-lipat.

"Sering ke sini?" tanya Gilang yang sebenarnya sangat mengganggu Dandra.

Apa sih pentingnya tahu dia suka ke sini atau gak? Mereka kan sudah lama ga berhubungan. Sejak berpisah setahun lalu, Dandra dan Gilang putus kontak sama sekali. Mereka tidak pernah bertemu dan tidak ada niatan juga untuk silaturahmi.

"Bisa jadi." jawab Dandra asal. Tiba-tiba seorang perempuan muncul dan berdiri di samping Gilang.

Aruna! Hell!

Gilang dan Aruna adalah duet maut yang paling tidak ingin ditemui Dandra. Tadi dia mengira Aruna tidak ada sehingga bisa sedikit bernapas lega. Ternyata tadi cuma harapan palsu yang diberikan semesta.

"Hai, Dandra!" Aruna menatap Dandra sambil tersenyum. Namun, Dandra bisa melihat perempuan itu sebenarnya agak ragu-ragu. Ternyata dia masih suka pura-pura.

"Apa kabar?" tanya Aruna. Here we go again!

Dandra menghembuskan nafasnya malas. Namun, demi sopan santun, dibalasnya juga pertanyaan basi itu, "Baik, Na."

Dia bahkan tidak bertanya balik, karena benar-benar semalas itu bertemu mereka.

"Pesanan Kak Dandra." Terdengar suara Ruth yang menginformasikan pesanan Dandra sudah selesai dan bisa diambil. Gadis itu segera berdiri dan mengakhiri percakapan mereka.

"Pesanan aku udah selesai. Pergi dulu, ya!"

Tanpa menunggu balasan Gilang dan Aruna, Dandra segera beranjak mengambil pesanannya. Dia melangkah cepat-cepat tanpa pamit pada kedua makhuk yang masih kasak-kusuk di tempat terakhir Dandra meninggalkannya.

"Dra, tunggu!" tergopoh-gopoh Gilang mengejar Dandra sampai ke tempat parkir. Dandra terkejut. Apa lagi sih?

"Ini ...." Gilang menyerahkan sebuah undangan pernikahan dengan canggung. Dandra sebenarnya tidak ingin menerimanya. Namun, sekali lagi demi sopan santun, diambilnya juga undangan pernikahan berwarna biru muda itu. Ya, itu undangan pernikahan Gilang dan Aruna.

"Tadi sebenarnya gue dan Runa mau ngajak lu ngobrol dulu bentar, tapi kayakya lu sibuk." kata Gilang.

"Bisa datang, kan, Dra?" tiba-tiba Aruna sudah muncul lagi di samping Gilang. Dandra bisa menemukan seribu makna dari pertanyaan itu. Aruna itu wanita bermuka dua. Saat dia mengatakan sesuatu, makna ucapannya itu bisa berarti sebaliknya.

Bisa jadi Aruna memang ingin Dandra datang ke pernikahannya supaya bisa menunjukkan betapa mesranya mereka di hari bahagia itu. Namun, bisa juga Aruna sebenarnya tidak terlalu ingin dia datang dan akhirnya "menodai" momen sakral itu.

Memikirkannya membuat Dandra panas hati.

"Jadi juga, ya, kalian nikah. Ini kayak yang gue bilang dulu waktu kita putus." Dandra bicara pada Gilang. Gilang dan Aruna hanya diam saja. Mungkin mereka tidak ingat dengan perkataan Dandra satu tahun lalu. Kalau begitu, dengan senang-- dan panas-- hati Dandra akan mengingatkan mereka.

"Waktu dulu kita putus kan gue bilang, kalau kalian nikah, gue bakalan dateng sama pacar baru gue. Well, I think this is the time." Dandra bicara dengan nada santai dan angkuh sambil mengipas-ngipas pipinya dengan undangan yang ada di tangannya.

"Ah, iya. Lo boleh, kok, dateng sama pacar lo. Boleh banget, malah." balas Aruna degan nada yang membuat telinga Dandra berdenyut nyeri. Perkataan Aruna bisa benar ungkapan sukacita menerima kehadiran Dandra dan pacaranya di hari bahagianya, tapi bisa juga perempuan licik itu menantangnya karena sebenarnya tidak yakin Dandra bisa punya pacar baru secepat itu. Pih!

"OK! Acaranya kapan, ya?" tanya Dandra sambil pura-pura memeriksa undangan.

"Awal bulan depan, Dra."

Sial!



Di Antara LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang