🕊. ―twentieth

201 28 17
                                    

Pagi-pagi begini Ibu Sojung sudah kedatangan tamu. Begitu dia buka pintu rumahnya, tersenyum lebarlah dia saat tahu siapa yang datang.

"Hai, Tan?"

"Wilson? Kamu Wilson 'kan?"

Perawakan laki-laki yang dipanggil dengan nama Wilson itu menunjukkan tawanya, "Iya. Ini Wilson. Tante masih inget?"

Ibu Sojung ikut tertawa. Dia lantas membalas, "Inget dong, masa lupa?" Detik berikutnya Ibu Sojung sadar dan akhirnya mempersilakan Wilson untuk masuk ke dalam rumahnya. "Masuk dulu, yuk. Kebetulan Tante baru selesai masak."

Wilson masuk, berjalan di belakang Ibu Sojung. "Sorry ya, Tan. Pagi-pagi udah bertamu begini."

"Ih, nggak pa-pa. Dua jam lagi juga udah jam dua belas siang," balas Ibu Sojung.

"Tadi saya lagi ada keperluan, kebetulan di dekat sini. Jadi, sekalian aja mampir ke rumah Tante," cerita Wilson sambil mengambil posisi duduknya di kursi makan.

"Oh, ya?" Sambil membuka tudung saji, Ibu Sojung bertanya lagi, "Ngomong-ngomong kamu tuh selama ini di Jepang 'kan? Di sana ambil program pendidikan apa?"

"Arsitektur, Tan," jawab Wilson.

"Oh, ya? Wah, pinter dong kamu. Hebat banget bisa jadi arsitek," puji Ibu Sojung. Sementara Wilson yang diuji tertawa malu-malu.

Ibu Sojung kemudian memberikan Wilson satu porsi nasi beserta lauk-pauknya. Wilson menerima dan mulai menyantap sarapannya. Sambil memasukan satu suap nasi ke dalam mulutnya, Wilson berkata, "Biasa aja sih, Tan. Saya nggak pinter-pinter banget."

Ibu Sojung hanya mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Dia kemudian duduk di hadapan Wilson sambil memerhatikan pemuda itu menyantap habis masakannya.

"Ngomong-ngomong, Sojung udah nikah ya, Tan? Udah hamil juga sekarang dia?" tanya Wilson membantunya topik pembicaraan.

"Iya," jawab Ibu Sojung. "Kamu udah ketemu sama dia?"

"Kemarin sih, dia lagi jemput anak perempuannya― eh, iya, Tan. Itu anak perempuannya yang udah besar, anak dari suaminya?" tanya Wilson penasaran.

Sebenarnya, pertanyaan itu yang dari kemarin mengganggu pikirannya. Dia heran, perempuan secantik dan semanis Sojung ... kenapa bisa mendapatkan jodoh yang―menurutnya―tidak sepadan dengan teman lamanya itu.

"Iya," jawab Ibu Sojung. "Sebenernya itu juga bukan anak suaminya sih. Itu anak kakaknya. Sebelum sama Sojung, dia sempet nikah sama kakak iparnya ... kayak semacam naik ranjang gitu."

"Oh, jadi anak itu aslinya keponakannya?" tanya Wilson.

"Iya, gitu. Cuma anak itu taunya Seokjin itu Ayahnya, jadilah Sojung yang ikut juga dia panggil Mama," lanjut papar Ibu Sojung.

"Terus kakak ipar suaminya Sojung kemana? Kok dia bisa nikah sama Sojung sekarang? ... meninggal?"

Lagi-lagi Ibu Sojung mengangguk. "Iya, meninggal." Ibu Sojung tertawa sebentar sebelum berucap lagi, "Emang gitu mungkin ya, takdirnya Sojung. Anak itu nggak bisa dapet laki-laki yang bener-bener single, dapetnya malah duda. Tapi ... mereka selama ini fine-fine aja sih, emang beneran cocok kayaknya―ya walau, ada lah ribut rumah tangga sedikit-sedikit."

"Padahal kalau Sojung lebih sabar sedikit aja lagi, dia bisa sama saya ya, Tan?" gurau Wilson. "Pas saya balik ke sini, kirain Sojung masih single, masih sibuk sama pekerjaannya sebagai wanita karir. Nggak taunya sekarang sibuk ngurus anak."

"Tante awalnya juga nggak pengen Sojung cepet-cepet nikah, tapi dianya itu kayaknya emang udah cinta mati sama suaminya. Susah kalau dilarang juga," celetuk Ibu Sojung.

Wilson tertawa sambil menyudahi santapannya. "Sojung 'kan emang dari dulu keras kepala, Tan. Kalau dia mau A, ya A yang harus dia dapet. Kadang jadi ngeselin malah kalau dia lagi keras kepala gitu― eh, nggak kadang sih, malah sering banget."

Ibu Sojung tertawa. "Iya juga, ya. Dia anaknya emang bener-bener deh, keras kepala banget."

"Nah, 'kan ...."

― ♡ ―

Sojung membuka pintu rumah Ibunya, dia langsung berjalan masuk ke dapur yang kebetulan langsung menemui Ibunya di situ.

"Sojung bawa salad buah, sekalian mau ngobrol sama Ibu," ujarnya sambil langsung duduk tanpa memerhatikan sekitarnya lebih dulu.

Sampai akhirnya dia sadar, ada orang lain di sini. Orang itu baru saja keluar dari toilet.

"Enak tuh, buat cuci mulut," celetuk laki-laki itu―yang Sojung tahu, dia adalah Wilson.

Sojung mengerutkan keningnya, dia kebingungan, "Dari kapan lo ada di sini?"

"Dari semalem," jawab Wilson asal yang langsung mengambil tempat duduk di sebrang Sojung. "Nginep tau gue semalem di sini."

"Bohong banget!" seru Sojung langsung. "Dia kapan datengnya, Bu? Perasaan tadi nggak ada tanda-tanda orang lain pas Sojung masuk ke rumah," lanjutnya berbicara pada Ibunya.

"Belum lama, satu jam yang lalu paling," jawab Ibu Sojung. "Numpang sarapan dia, alesannya sih mampir doang."

Sojung menyipitkan matanya, memandang Wilson tajam sambil menarik salah satu sudut bibirnya. "Emang 'kan, dia tuh kalau ke sini pasti numpang makan. Ngerepotin doang bisanya."

Tak mau kalah, Wilson lantas menyahut. "Perempuan hamil emang kayak gitu ya, Tan?" tanyanya pada Ibu Sojung. "Mulutnya julid banget, udah gitu mukanya songong lagi. Gemes banget jadinya, sampe pengen  nendang rasanya."

Sojung langsung memutar bola matanya malas. Kemudian dia bilang, "Padahal yang dari dulu selalu ngajak dan ngajarin Sojung jadi julid itu dia, Bu. Dia laki-laki, tapi bener-bener seaddict itu ngejulidin orang."

"Diem, lo!" titah Wilson.

"Nggak mau! Mulut-mulut gue, ya terserah gue dong!" balas Sojung yang setelahnya menjulurkan lidahnya seperti anak kecil.

Wilson yang melihatnya tertawa satu sudut―terkesan sinis, padahal dalam pikirannya sempat terbesit rasa gemas akan tingkah teman lamanya barusan.

"Pantes ya, biar udah lama nggak ketemu, sekalinya ketemu nggak canggung, ternyata kalian emang udah seakur ini," celetuk Ibu Sojung.

"Wah, bener banget, Tan!" Wilson melanjutkan kalimatnya lagi, "Bahkan saking akurnya, kalau Sojung nggak lagi hamil, bisa saya ajak duel, Tan. Kita tendang-tendangan, pukul-pukulan―"

"SEMBARANGAN LO!" sahut Sojung tiba-tiba, tanpa menunggu Wilson menyelesaikan kalimatnya. "Gue aduin suami gue, lo, ya!"

"Idih," ada jeda dalam kalimat Wilson, "gue kan bilangnya kalau lo lagi nggak hamil, Sojung. Aduh, makanya jangan gampang sewotan jadi orang."

"Biar nggak hamil juga, lo bisa gue aduin sama suami gue. Karena lo ngajak ribut istri kesayangannya," kata Sojung sambil membanggakan dirinya―sebagai istri yang selalu menjadi kesayangan suaminya; Seokjin.

"Tapi gue maunya lo belum nikah. Jadi kita masih sama-sama jomblo, baru asik kalau duel beneran," kata Wilson.

"Lah, jadi sekarang lo masih single?" tanya Sojung.

"Masih," jawab Wilson. Dia menaikkan satu alisnya, sambil memasang ekspresi wajah menggoda. "Kenapa? Mau lo sama gue? Naksir sama gue?"

Sojung menarikan satu alisnya juga, namun wanita itu justru memasang ekspresi wajah geli. "Ih, NO WAY!"

― ♡ ―

A/N:
Teruntuk Mas Wil, aku jumblo juga kok :")
Sama aku aja yuk, wkskskksksk

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang