dua.

274 49 11
                                    

tw // depression, mental abuse, suicidal thoughts, mention of death.

Beomgyu bisa saja mati karena kebosanan dan kesendirian. Terlalu banyak alasan untuk mendorong Beomgyu mati, hingga hal-hal baik yang menanti bagi Beomgyu tidak dipertimbangkannya. Beomgyu merusak sangat banyak hal yang seharusnya bisa menjadi luar biasa sebab ia merasa begitu depresi. Beomgyu terlalu lelah hanya untuk mempertimbangkan siapa saja yang akan terluka jika ia mati.

Terkadang depresi tidak membuat Beomgyu menangis, merutuk, dan emosional. Depresi tidak hanya berkaitan dengan air mata dan kepala menunduk. Tidak hanya tubuh yang gemetar dan napas yang tertatih. Namun juga kebosanan, mati rasa, dan apatis yang keterlaluan. Seperti telungkup pada permukaan air laut, menjadikan Beomgyu tuli dan buta. Menjadikan Beomgyu tak mampu bernapas namun juga tak sanggup bahkan untuk menggerakan jemarinya.

Depresi bagai perang dan Beomgyu bahkan tak punya cukup kekuatan untuk melawan.

Beomgyu menatap mejanya yang kosong, buku-buku telah dibenahinya ke dalam ransel dan Beomgyu tidak memiliki cukup uang untuk membeli makan siang. Uang untuk membeli makan siangnya berganti posisi sebagai alat tukar untuk alkohol dan perjudian. Alhasil ia hanya bisa duduk diam di mejanya seperti orang bodoh. Perutnya sakit namun Beomgyu tak bisa mengeluh.

Mata Beomgyu beredar, kemudian Beomgyu mendadak merasa begitu jauh dan asing pada isi kelasnya. Orang-orang yang seharusnya ia kenali tiba-tiba terasa begitu berjarak. Seolah Beomgyu terpisah dan hilang di antara lingkungannya. Tanpa bisa berbaur ataupun menyatu. Beomgyu mengedip-ngedipkan matanya. Kepalanya mulai terasa berdenyut menyakitkan. Menjadikan Beomgyu membanting kepalanya ke atas meja demi mengurangi sakitnya.

"Beomgyu? Namamu Choi Beomgyu, 'kan?"

Beomgyu mendelik. Mendelik dan menatap Taehyun yang menghampirinya dengan senyum manis. Seketika Beomgyu tersadar ia menatap dengan cara yang sangat tidak sopan, ia menegakkan tubuhnya dan menatap lelaki di hadapannya itu.

"Ah, maaf, aku menatapmu seperti itu tadi."

"Tidak ada yang salah dengan tatapanmu." sahut Taehyun lembut. Ia dengan antusias mengambil tempat duduk di samping Beomgyu. Tangannya menyodorkan bungkusan roti yang ia beli dari kantin.

"Aku pikir kau terlihat lesu karena lapar. Jadi aku belikan kau roti dan susu pisang dari kafetaria. Apa kau suka susu pisang? Atau kau lebih suka yang varian lain?"

Beomgyu terkesiap. Ia tak pernah mengajak Taehyun berbicara duluan ataupun bahkan memedulikan Taehyun. Kang Taehyun yang tenang dan cerdas itu selalu menjadi idola bagi siswa-siswi sekolahnya. Wajah Taehyun boleh nampak keras dan tak tersentuh, namun ia sungguh penuh akan respek dan ketenangan. Entah Taehyun yang seluar biasa itu adalah sosok semu ataupun asli, sikap tulusnya dan cara bicaranya yang tenang membuat setiap orang merasa nyaman di sebelahnya.

Beomgyu yang kelam dan penyendiri tak pernah memedulikan Taehyun. Mereka terlalu berbeda satu sama lain dan Taehyun mungkin tak akan sejauh itu untuk menjangkaunya hanya demi menjaga citranya. Tak disangka nasib mereka yang pararel yang bertemu di satu titik yang sama siang itu.

"Ah, terima kasih." Beomgyu menundukkan kepalanya kikuk. "Tapi aku merasa bersalah. Apa... apa kau sendiri sudah makan? Maksudku, kita tak pernah berbincang satu sama lain dan tiba-tiba kau membelikanku makanan. Maksudku, aku merasa tak enak hati. Kalau tak keberatan, ini untukmu saja? Maksudku—" Beomgyu sadar dirinya bicara terlalu berbelit dan kaku sehingga Taehyun tersenyum tanpa sadar mendengarnya berceloteh.

"Kalau kau mau, siang ini bisa kita mulai sebagai perkenalan kita dan kita bisa menjadi teman, Beomgyu." jawab Taehyun percaya diri. "Apa aku terlalu tiba-tiba? Kau merasa aneh ya?"

shelter // taegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang