Magnolia - 1

17 3 0
                                    

Mawar, Melati, Tulip, Matahari dan bunga-bunga lainnya yang cantik menghiasi halaman rumah. Aku sangat menyukai bunga sehingga kubuat halaman rumah penuh dengan bunga-bunga bak taman. Ya, sampai-sampai tetangga memberiku julukan si putri bunga. Ada satu bunga yang paling kusuka yaitu Lily, Lily Magnolia.

Ketika matahari menyumbul itulah saatnya aku melakukan aktivitas hari-hari yang membosankan. Rutinitas yang monoton. Ya, aku kini menjalani hidup sebagai seorang mahasiswi psikologi semester 4 di salah satu universitas kota Semarang yang hidup dengan seorang ibu. Ayah? Entahlah aku tak mau membahasnya. Aku masih belum bisa memaafkannya.

Bicara soal ayah mengingatkanku akan Vienna. Aku suka sekali dengan Vienna terutama dengan bangunan-bangunan di sana. Namanya cantik bukan? Vienna. Keluarga ayah bilang kalau ayah sekarang berada di Vienna. Entah apa yang dilakukannya di sana. Tapi kenapa ia harus meninggalkan ibu dan aku tanpa kabar dan menafkahi sedikitpun. Namun justru meninggalkan kami dengan hutang yang dimilikinya sebesar 500 juta. Aku masih memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan uang sebegitu banyaknya. Ibu yang masih mengalami shock dan trauma berat akibat ditinggal ayah membuat ibu tidak mau keluar rumah selama setahun terakhir. Ibu tidak mau bertemu orang lain selain aku. Maka aku yang kini mencari uang untuk makan dan membayar hutang tersebut. Untungnya aku mendapatkan beasiswa kuliah. Setidaknya itu mengurangi bebanku. Keluarga? Ada. Paman, tante, sepupu, nenek, kakek ada semua. Tapi mereka semua ada di pulau seberang. Hanya ibu yang merantau ke Jawa. Sayang sekali nasib ibu kurang beruntung mendapatkan suami seperti ayah. 

Aku tidak pernah sarapan ketika sedang ujian. Rasa laparku hilang dan aku malas mengunyah makanan. Itu adalah ciri khasku. Tidak mood untuk sarapan ketika akan ujian. Sudah 2 hari aku menjalani Ujian Akhir Semester.

"Bu.. Niki berangkat kuliah dulu yaa. Ujian hari ini selesai jam 12. Nanti pulangnya Niki bawain makan ya bu."

Ibu hanya terdiam merenung. Sebetulnya ia mendengarkan apa yang aku ucapkan namun karena kesehatan mentalnya sedang terganggu jadi ia tidak menjawab. Selang beberapa detik ibu menganggukan kepalanya.

Aku pun hanya bisa menghela napas kemudian bersalaman dan segera memakai sepatu lalu mengunci pintu dari luar. Biasanya aku berangkat kuliah jalan kaki atau naik angkot untuk berhemat. Tapi melihat waktu sudah mepet dan rawan macet jadi aku segera memesan ojek online dengan harapan tidak terlambat masuk ujian.

Namun takdir berkata lain. Tetap saja aku terlambat. Aku masih bisa mengikuti ujian namun waktuku untuk mengerjakan soal jadi berkurang. Ya mau bagaimana lagi. Aku sudah berusaha mempercepat waktu dengan naik ojek.

Selesai ujian sahabatku, Sephine, langsung menghampiriku. Ia adalah orang pertama yang mengajakku berkenalan ketika ospek. Dari situlah kami menjadi dekat.

"Niki~ Kayanya aku mau nyerah aja deh sama ujian semester ini" ujar Sephine sambil mengaitkan tangannya ke lenganku.
Aku segera menengok ke arahnya,

"Kenapa? Katanya mau banggain orangtua."

"Iyaa, tapi kalo dipaksain otakku ini capek. Mau berharap yang terbaik aja deh" jawabnya disusul dengan helaan napas.

"Mau es krim gak?" tawarku untuk mengalihkan pembicaraan.

"Es krim?! Ayo! Mau! Abis ujian gini enak kayanya dingin-dingin."

Kami segera menuju ke warung depan kampus untuk membeli es krim. Tak lupa aku juga membeli makan siang untuk ibu di warteg. Rasa oreo kesukaanku sedangkan Sephine menyukai strawberry. Setelah itu kami berdua berjalan menuju gerbang depan fakultas sambil menikmati es krim yang sudah dibeli.

Magnolia | jww x ksgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang