Chapter 10 - A Crack On The Wall

33 18 4
                                    

Laurena’s POV

Sony yang merasa sangat malu sudah tidak pernah muncul lagi ke kelas kami. Dan atas perintah Daniel, Olivia tidak diperbolehkan untuk bertanding basket dengannya. Namun yang paling aneh dari mereka semua adalah sikap Rachelle dan Raquel yang seperti orang linglung. Beberapa kali mereka terlihat tidak fokus pada apa pun yang ada di hadapan mereka saat itu, perhatian mereka selalu teralihkan pada hal lain yang tidak mau diungkapkan.

Ketidakaktifan mereka membuat Gina merasa kalau dia adalah penguasanya di kelas sekarang. Berkali-kali dia mengancam anak kelas agar tutup mulut dan berkali-kali juga aku harus turun tangan untuk menghentikan perbuatannya yang kelewat batas. Raquel sama sekali tidak masalah, atau mungkin dia tidak sadar kalau ada hal-hal buruk terjadi di dalam kelas. Partisipasiku sebagai wakil justru membawaku kepada kesialan.

“Ren! Lauren! Oit!” buku yang sedang kubaca ditarik oleh orang yang tiba-tiba saja merangkulku. “Belajar terus nih, gak capek apa? Udah di kelas juga belajar, istirahat belajar. Makan sama gua yuk!”

“Boleh. Tapi gua gak bisa makan banyak.”

“Ah, santai aja! Yuk, gua udah laper nih.” Cindy langsung menarik tanganku tanpa berkata apa-apa.

Perjalanan menuju kantin dilengkapi dengan celotehan anak-anak yang berada di kanan-kiriku. Cindy tidak terlihat terganggu sama sekali, sedangkan aku merasa kebisingan ini seperti mencekikku. Keramaian di kantin untungnya lebih sedikit dari saat di koridor. Tidak banyak anak yang mengantri atau menempati meja untuk makan bersama dengan yang lain.

Cindy menyuruhku untuk mencari tempat duduk selama dia memesan makanan untuk kami berdua. Tentu saja aku tidak membantah karena aku bisa lanjut belajar seperti biasa yang kulakukan. Sialnya, Gina tiba-tiba saja datang ke mejaku dan menggebraknya, menarik perhatian beberapa orang di kantin. Kiara yang berada di belakangnya sibuk memainkan ponselnya.

“Hey, Tuan Putri. Apa kau tau ini kantin di mana orang harusnya makan dan bukan belajar?”

“Ya, tentu saja dia tau karena dia ke sini untuk makan.” Cindy yang membawa dua mangkuk mie ayam menatap Gina kesal. Dia meletakkan salah satu mangkuk di hadapanku “Apa kalian ada urusan di sini? Gua mau makan. Awas, lu ngalangin pemandangan gua.”

“Psh! Ngapain juga gua ganggu mahkluk rendahan kayak lu.”

“Iya, gua rendahan, tapi nilai gua jauh di atas lu!”

Gina terlihat mengepalkan tangannya. Kiara yang sedari tadi hanya menonton akhirnya turun tangan ketika melihat temannya ini mulai emosi. Dia memberi taukan Gina untuk diam saja sekarang karena banyak yang menonton mereka. Gina menggebrak meja sekali lagi dan pergi meninggalkan kami berdua agar bisa makan dalam tenang. Cindy tersenyum lebar ke arahku sebelum menyantap mie di hadapannya dalam diam.

Ini adalah hal yang kusuka dari Cindy. Dia selalu bisa mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Cindy mempercayai kalau dia benar, dia akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan tersebut. Di saat tunduk dan menerima keadaan adalah satu-satunya jalan termudah, Cindy menolak untuk menerima itu semua. Setelah beberapa saat aku menatap Cindy tanpa berkata apa-apa, masih mengaggumi dirinya, aku mulai menyantap mie yang dibelikan Cindy dan membantunya belajar.

***

“Owen, apa kau sudah selesai?” Raquel yang membaringkan kepalanya di meja menatap sekitar seperti tidak sadar dia berada di mana. “Raquel Daniel Owen?”

“Iya? Ah, iya. Saya sudah selesai.”

Wajah pucat Raquel membuat Rachelle yang duduk di belakangnya bangkit. “Lu panas banget!”

Scars To Your Beautiful {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang