11.

866 64 17
                                    

°°° °
Seokjin terbangun. Suasana kamar itu redup, tapi tirai mereka di sana sudah berpendar dari semua sela. Memutuskan beranjak, nyeri pinggang membuat Seokjin berhenti mencoba. Selain itu, di perutnya melingkar lengan keras. Seokjin berpaling, wajah tidur kekasihnya berhasil menerbitkan senyum. Disentuhnya rahang sampai leher dengan gerakan halus. Matanya menangkap bekas luka baru, yang kalau dilihat sepintas, tidak bakal ada yang tahu. Teknologi luar memang mujarab.

Dengkur pelan memenuhi kamar seolah menghipnotis Seokjin. Walau harus perlahan dan meringis, dia ingin berbaring menghadapi kekasihnya. Rasanya seperti tidak akan pernah cukup, untuk mengagumi pahatan tanpa celah di sana. Hidungnya. Matanya. Bibirnya. Juga satu titik hitam tepat di bawah belah bibir itu, semuanya begitu indah.

Dengan mulus, ingatan akan wajah itu yang berubah lebih tampan dan panas saat mereka bersenggama, menyelinap kepala Seokjin. Membuatnya mengerjap dan merona. Lalu, sendirinya melihat ke bawah. Dia ternyata sudah mengenakan piyama. Lengkap. Tempat tidur mereka pun bersih dari hamparan baju. Aroma bekas bersetubuhan saja sudah hilang.

Seokjin mengecup dagu Namjoon dengan gemas. Kekasihnya sungguh bertanggung jawab dan Seokjin tambah jatuh cinta karena itu. Menghiraukan kebiasaan Namjoon yang suka bertelanjang dada saat tidur, Seokjin memeluknya dengan lembut. Tidak mau membangunkan. Dia ingin seperti itu dalam pelukan dan tidur lagi. Biarlah di luar kehidupan sudah berjalan sibuk. Seokjin sedang ingin berputar dalam dunianya bersama Namjoon.

Namun, keinginan romantis sederhana itu pecah kemudian.

"Pagi, sayang," sapa suara berat Namjoon, membuat Seokjin tengadah.

"Uh, apa aku membangunkanmu? Maaf," lirihnya balas, mengecup bibir Namjoon sejenak. Meresapi suara seksi itu untuk pertama kalinya dalam keadaan baru bangun setelah sembuh.

Saat menarik diri, Seokjin dihadiahi senyum berlesung yang sangat tampan dan manis.

"Kebiasaan lembutmu ini selalu berhasil membangunkanku dengan baik. Aku menyukainya."

"Apa boleh buat? Kekasihku tampan sekali."

"Kalau begitu, boleh cium lagi?" pinta suara itu meruntuhkan akal sehat Seokjin.

Dengan gemas tersenyum, Seokjin kembali mengecup bibir kekasihnya. Memeluk tengkuk dan menekan tubuh itu sampai terlentang. Tangan Namjoon melingkari pinggulnya juga mengusap punggung dengan lembut. Menikmati kuluman pagi mereka.

Saat Seokjin menarik diri, seutas benang liur menghubungkan bibir mereka. Namjoon mendengkus, mengusap bibir bawah Seokjin pelan.

"Kamu bisa-bisa memakanku lagi, Jin-ah."

Seokjin tidak menatapnya, fokusnya tertuju ke bibir itu. "Kau keberatan?" dan langsung kembali menggulum bibir Namjoon.

Entah kenapa, Seokjin begitu menginginkannya. Lagi. Seperti tidak ada hari esok.

Namjoon membiarkan kekasihnya melahap lidahnya, mendominasi kuluman mereka. Tangannya sendiri hanya mengusap pelan, dari punggung ke pinggang, lalu berhenti di bokong. Tempat kesukaannya. Apalagi saat sengaja diremas, empunya akan mengerang manja.

Seokjin menekuk kakinya, mengangkangi Namjoon tanpa melepas kuluman. Dia masih lapar melahap isi mulut yang terasa panas itu. Bahkan, saat napasnya berubah sesak, Seokjin masih melarikan lidahnya ke sepanjang gigi dan membelit lidah Namjoon. Dia meremas rambut di tengkuk juga mengacaknya tanpa arah saat terpaksa menyudahi kecupan. Paru-parunya sudah mau meledak, tapi alasan itu belum cukup untuk melepas jamahannya. Rahang Namjoon jadi sasaran kecup berikutnya. Sambil terengah mengambil napas, Seokjin meninggalkan jejak basah dan sesekali menggigit gemas. Geram berat Namjoon seolah semakin membuatnya kepanasan.

.Voice of Love. | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang