Mobil sedan milik ayah Jeongin mulai memasuki perkarangan rumah, memarkir kan kendaraan roda empat itu di dalam sebuah bagasi yang terhubung dengan rumah.
"Cepat kemasi barang barang mu. Sore ini kamu ayah antar ke asrama."
"Hari ini juga?"
"Iya. Kalau besok ayah tidak yakin bisa mengantar mu."
"Huft... Baiklah."
Dengan langkah malas, Jeongin mulai berjalan menuju kamar nya yang terletak di lantai dua. Mengambil sebuah koper besar dan mulai memasukkan beberapa baju dan seragam nya. Tak lupa, Jeongin memasukkan buku buku yang akan dia gunakan di sekolah nanti.
Hampir se-jam Jeongin berkemas. Sekarang dirinya sedang merebahkan tubuh nya di atas kasur. Hah, baru hari pertama saja rasanya sudah sangat melelahkan. Apalagi tadi dirinya bertemu dengan kakak kelas aneh. Yah, Jeongin memanggil nya 'si kakak kelas aneh'.
"Kalau sampai apa yang aku pikirkan benar. Aku akan langsung pindah sekolah."
Karna rasa lelah yang Jeongin rasakan. Tak lama diri nya mulai memejam kan matanya. Tertidur dengan seragam yang masih menempel di tubuh nya.
Tanpa Jeongin sadari, ayah nya melihat putra satu satu nya itu tengah tertidur pulas. Jangan lupakan senyum yang terpatri di wajah nya yang sudah banyak garis garis halus.
"Maafin ayah yah, Jeong."
•••
"Sudah sampai. Mau ayah antarkan?"
"Aku bukan anak kecil lagi yah. Aku bisa sendiri. Lagian ada anak lain juga tuh yang seperti nya masuk asrama sekarang."
Ayah Jeongin terkekeh pelan. Anak kecil nya sudah berubah. Padahal seingatnya, Jeongin itu sangat manja. Apa karna efek dia akan masuk asrama jadi berubah seperti ini sikapnya?
Jika iya, bagus deh. Dirinya tak usah repot repot untuk memantau putra semata wayang nya itu setiap saat.
"Baik lah... Hati hati, kalau ada apa apa kabari ayah. Uang saku ayah transfer sebulan sekali. Jika ada bayaran, hubungi ayah. Jangan gunakan uang saku mu untuk membayar bayaran yang sekolah keluarkan."
"Iya ayah."
Jeongin membuka pintu mobil. Tapi sebelum dia benar benar keluar, ayah nya menahan pergelangan tangan nya.
"Kenapa yah?"
Ayah Jeongin langsung memeluk erat anak nya. Diusap nya kepala Jeongin dengan lembut.
"Ayah sayang kamu. Hati hati ya."
"Eh?! H-hum, iya ayah. Jeongin juga sayang sama ayah."
"Dah sana. Jangan nakal!"
"Ayah!! Aku bukan anak kecil!"
Jeongin keluar dari mobil ayah nya dengan kaki yang sedikit di hentakkan dan bibir nya yang sedikit dia majukan membuat ayah nya tertawa pelan melihatnya.
Perlahan, Jeongin akhirnya sampai di dalam gedung asrama. Dia menghampiri sebuah meja yang terlihat seperti tempat administrasi yang berada di dalam gedung asrama.
"Permisi."
"Ah! Kau pasti anak kelas satu yang hari ini masuk asrama kan? Siapa nama mu?"
"Yang Jeongin."
Laki laki yang terlihat sudah berumur itu mengambil sebuah kunci yang tergantung di dalam lemari kaca yang berisi banyak kunci.
"Ini kamar mu. 135. Ada di lantai tiga ya. Oh, di kamar mu juga udah ada satu orang yang dimana dia akan jadi room mate mu."
Jeongin mengambil kunci dengan gantungan yang dimana tertera nomor kamar nya nanti. Setelah mengucapkan terima kasih, Jeongin langsung bergegas menuju kamar nya.
"Semoga room mate gua waras."
Dengan sedikit kesusahan Jeongin menggeret koper serta tas nya menuju kamar yang akan dia tempati.
"Kenapa gak ada lift sih?! Cape tau."
Jeongin sesekali menggerutu. Mengingat asrama ini ada enam lantai, dan tidak ada lift sama sekali. Apa tidak capek yang tinggal di kamar lantai enam jika setiap hari harus naik turun tangga.
"Ah akhir nya sampai."
Jeongin memasukkan kunci ke dalam lubang kunci yang ada di pintu. Dibuka nya pintu kamar yang akan dia tempati itu dengan pelan pelan. Hati nya berkali kali merapalkan do'a supaya mendapat room mate yang waras.
Cklek
Tas jinjing yang berada di genggaman tangan kiri Jeongin terlepas. Di dalam nya ada seorang laki laki dengan kaos sleeveless dan celana basket tengah terbaring di atas kasur.
"K-kau?!"
"Eh? Hai anak manis! Wah, aku tak menyangka kalau kita akan satu kamar."
Padahal Jeongin berharap dia sekamar dengan Seungmin atau anak kelas satu lain nya yang dia kenal. Seperti Jisung atau Felix. Teman sekelas nya yang duduk di bangku depan milik nya dan Seungmin.
"S-seperti nya aku salah kamar hehehe. M-maaf ganggu kak!"
Baru saja Jeongin hendak balik badan. Tapi tiba tiba saja tangan nya di cekal. Yah sama siapa lagi kalau bukan laki laki yang bernama Hwang Hyunjin.
"Eits! Mana sini coba saya lihat."
Dengan seenak nya, Hyunjin mengambil kunci dalam genggaman tangan Jeongin.
"135. Hum... Sama kok nih sama angka yang ada di pintu. Berarti kamu gak salah anak manis."
"Stop panggil gua anak manis!"
"Sshh... Galak banget sih. Jangan galak galak dong."
Lagi dan lagi. Tangan kurang ajar Hyunjin menyolek dagu Jeongin dengan seenak nya.
"Btw, kita belum kenalan loh. Kenalin gua Hwang Hyunjin. Panggil Hyunjin aja, tapi kalau lu mau panggil gua sayang sih juga gapapa."
"Yang Jeongin. Panggil Jeongin. Ck! Gak usah mimpi ya lo!"
Dug!
Tanpa rasa kasihan sedikit pun, Jeongin menendang selakangan Hyunjin. Membuat Hyunjin meringis pelan merasakan denyutan di bagian selatan nya. Sementara Jeongin langsung menyeret koper dan tas nya masuk ke dalam.
Terpaksa dirinya tinggal se kamar dengan orang aneh ini.
"Anjir! Masa depan gua. Semoga telor gua gak pecah ya sialan."
Dengan masih meringis, Hyunjin menutup pintu kamar nya dan masuk ke dalam. Bisa dia lihat kini Jeongin sedang membereskan baju baju nya untuk di masukkan ke dalam lemari. Memasang sprei, dan tak lupa untuk membereskan buku buku nya di meja belajar yang sudah ada di dalam kamar.
"Apa lihat lihat? Mau gua tendang lagi tuh masa depan lu?"
"Cih... Kalau masa depan gua gak berfungsi nanti siapa yang bakal nusuk lo?"
"Gua masih normal. Cari cowok lain aja kalau lu mau ngehomo. Dan gua ini dominan ya."
'Waw... Menarik. Yang Jeongin. Lihat saja nanti.'
•••
Mencoba untuk terus up cerita ini. Semoga lancar jaya sampai ending ya :")
Mohon maaf juga kalo gak nyambung, ada banyak typo dll.
Semoga kalian tetep enjoy baca cerita ini! :>
KAMU SEDANG MEMBACA
G-Class [SKZ]
FanfictionDua puluh murid di satukan di dalam kelas bernama G Class. Mereka semua adalah anak anak pintar dan berbakat. Baik di bidang non akademik maupun akademik. Tapi, bagaimana jika anak pintar ini memiliki perasaan satu sama lain? Dan bagaimana anak anak...