Lima Belas: Tethys

23 2 9
                                    

Terbangun dari tidur, ketika Lethia menoleh ke jendela di sampingnya, segalanya masih terlihat gelap. Ia terduduk di atas tempat tidurnya, tangannya meraba bantal kosong di sisinya. Kehangatan masih terasa pada telapak tangannya, membuatnya dengan segera berdiri.

Lethia menyusuri Lapis Lazuli, bertambah cepat di setiap langkahnya. Ia yakin ia telah melihat ke seluruh bagian istana. Aran telah pergi. Meninggalkan dirinya.

Perasaan kosong ini serasa seperti nostalgia bagi Lethia. Perasaan yang selalu ia dapat ketika Balvier meninggalkannya untuk pergi keluar kota. Kesepian — perasaan yang ia kira tidak akan ia rasakan lagi.

Hanya satu pintu yang belum Lethia lewati. Tangan Lethia membuat pintu berat itu mengayun terbuka perlahan. Silangan tombak dengan tegap berada di sana, dua orang prajurit tinggi menjaga pintu keluarnya itu. Sebuah desahan pelan keluar dari bibirnya, ia tahu ia takkan bisa melewati silangan tombak itu, bagaimanapun ia mencoba.

"Perintah yang diembankan pada hamba jelas, untuk tidak membiarkan Putri meninggalkan istana."

Lethia terperanjat, terkejut dengan suara yang datang dari belakangnya. Matanya kini terpaku pada pria setengah baya yang berpakaian layaknya jenderal. Rambutnya yang telah abu-abu seakan menyatu dengan janggutnya, tubuhnya yang tegap tidak terlalu tinggi.

"Hamba Jenderal Antares, maafkan hamba karena lalai memperkenalkan diri selama ini. Mungkin Putri sering melihat hamba, karena pada saat-saat tertentu ketika Pangeran tidak ada, hamba-lah yang memeriksa Lapis Lazuli."

Seberapapun enggannya Lethia untuk berbicara pada jenderal itu, nama itu tetap tergelincir pelan dari bibirnya, "Pangeran Aran, ia sudah pergi?"

"Pangeran telah pergi sesaat yang lalu."

Ada jeda sebelum Lethia mendorong pintu di hadapannya agar tertutup kembali. Ia berjalan cepat ke kamarnya, merasakan tatapan Antares menusuk punggungnya. Ia tidak percaya Aran telah benar-benar meninggalkannya.

***

Sewaktu matahari mulai menyorot, Rastaban mulai tenang seperti seharusnya. Tetapi kini setelah matahari mengintip dan awan-awan di ufuk timur telah menjadi kemerahan, dirinya tetap khawatir.

Aran berjalan di atas kuda hitam besar pada pasukan tengah. Kuda Rastaban perlahan-lahan mengurangi kecepatannya, memisahkan sang jenderal dari barisannya. Rastaban menyejajarkan dirinya dengan Aran, memerhatikan pandangan Aran yang kosong ke depan. Pandangan yang sama seperti yang selalu dilayangkan Aran selama perjalanan tiga minggu ini.

Pangerannya tidak sedang dalam kondisi terbaik minggu-minggu terakhir ini. Kepergiannya yang cenderung terpaksa dan kekhawatiran yang secara berkala tersirat dari raut wajah Aran menjawab semuanya. Rastaban tahu semua ini adalah tentang Lethia, tetapi tidak satu kata pun ia ucapkan tentangnya.

"Ada apa?" Aran bertanya, tatapannya masih lurus ke depan.

Namun yang dikhawatirkan Rastaban adalah hal yang sama sekali berbeda. Ia tidak bisa memutuskan apa ia harus memberi tahu Aran tentang Seginus, atau tidak.

"Jika kau datang untuk menceramahiku, Jenderal Rastaban, tidak, aku tidak ingin mendengar apapun saat ini," Aran memotong cepat, dengan nada yang rendah dan datar, berbahaya.

"Sebenarnya, ini bukan tentang Arleth Blancia," Rastaban menjawab sabar.

"Apa aku menyebut apapun tentang dia?"

"Tidak, tentu saja," Rastaban mengiyakan. Kuda Aran berjalan melewati dirinya. Rastaban berusaha untuk menarik keluar kata-kata dari kerongkongannya, tapi ia terdiam lagi. Ia tidak bisa mengatakannya pada Aran. Mungkin tidak sekarang. Belum.

Lapis Lazuli (COMPLETE STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang