Dua puluh enam

40 2 0
                                    

Senyum pria itu mengembang. Matanya berbinar hanya karena membaca pesan singkat yang masuk di salah satu aplikasi ponselnya.

Barang sudah mendarat di TKP dengan selamat Pak.

Begitu kira - kira isi pesan yang baru saja ia terima dari seseorang yang ia mintai tolong untuk menghantarkan barang titipannya kepada seseorang yang berada di dalam gedung berlantai empat itu. Sebuah gedung yang dijadikan tempat untuk anak - anak tingkat sekolah dasar menuntut ilmu. Termasuk putera semata wayangnya yang ia beri nama Randy Constantine.

''Let the games begin, Darling!'' Pria itu menyeringai di balik senyumnya lalu mengirimkan sebuah pesan yang berisi ucapan terimakasih kepada seseorang di sana. 

"Sejak awal kau adalah milikku dan selamanya akan begitu. Tidak akan ku biarkan siapapun merebutnya dariku!" Matanya menyorot tajam ke arah gedung tersebut. Kedua telapak tangannya mengepal seiring dengan semangatnya yang membara. Tekadnya sudah bulat dan tak akan dibiarkannya goyah sedikitpun. Meski perjuangannya tidak akan mudah, ia berjanji tidak akan pernah mundur. Walaupun pada kenyataannya nanti mungkin saja ia tidak bisa menepati janjinya tersebut.

Apa yang dilakukannya hari ini tidak terlepas dari kejadian dua hari lalu. Sebuah kejadian yang menyadarkan dirinya bahwa ia begitu takut kehilangan gadis tersebut. Hatinya berkata bahwa ia harus waspada dan segera bertindak cepat jika tidak ingin menyesal di kemudian hari.

Jangan tanyakan sejak kapan gadis itu berhasil mengisi hatinya karena ia tidak akan memberikan jawaban apapun. Setidaknya untuk saat ini dan beberapa waktu ke depan.

Awalnya ia begitu senang saat gadis itu menghubunginya dua hari yang lalu. Namun, rasa senang itu tidak berlangsung lama karena setelahnya rasa senang itu tergantikan dengan rasa kesal dan cemas. Binar matanya yang tadinya begitu cerah hanya karena kata 'halo' yang terucap dari mulut gadis itu seketika berubah redup mendengar tujuan dari gadis itu menghubunginya.

Hatinya memanas mendengar gadis itu akan pergi bersama seorang pria ke salah satu event di daerah Kemayoran Jakarta. Rasa kesalnya bertambah saat putera semata wayangnya itu juga ngotot ingin ikut. Dan pada akhirnya ia pun mengijinkan walaupun sesungguhnya dengan hati yang tidak ikhlas.

Membayangkan ketiganya berjalan berdampingan bak keluarga kecil yang bahagia sudah cukup membuat dadanya terasa sesak. Ditambah lagi kemungkinan modus - modus yang bisa saja dilancarkan oleh pria bermata sipit itu sepanjang kebersamaan mereka hari itu menambah kekesalan di hatinya.

Sebagai seorang pria, ia yakin betul kalau pria bermata sipit itu sesungguhnya tengah melancarkan aksinya untuk mendekati gadis itu. Beberapa kali bertemu di event yang diadakan pihak sekolah membuatnya tak sengaja melihat interaksi antara gadis itu dan pria tersebut. Dan ia bisa memastikan bahwa pria itu tertarik pada gadis berdarah campuran itu. Ya, meski ia akui gadis itu tidak menunjukkan hal yang sama. Tapi tidak ada salahnya bukan untuk waspada?

Pria beranak satu itu begitu khawatir jika benih - benih cinta tumbuh seiring kebersamaan keduanya yang begitu intens. Apalagi keduanya bekerja di bawah atap yang sama. Bisa saja kan perasaan itu tumbuh tanpa bisa dicegah? Bukankah pepatah jawa yang mengatakan bahwa witing tresno jalaran soko kulino itu juga mendukung argumen ayah dari anak laki - laki bertubuh tambun itu.

Kecemasannya itu berujung tindakan implusif yang ia lakukan. Ia sampai meninggalkan pekerjaannya mengurus pembukaan salah satu cabang restorannya di daerah Surabaya dan terbang hari itu juga ke Jakarta. Satu hal yang ia inginkan saat itu adalah memastikan bahwa ketakutannya itu tidak menjadi kenyataan.

Setibanya di bandara Soekarno Hatta, pria yang memiliki nama lengkap Dean Constantine itu tidak langsung pulang ke rumahnya melainkan ke rumah kontrakan gadis itu. Ia tidak ingin membuang - buang waktu dengan pulang ke rumah terlebih dahulu. Lagi pula tampilannya kini masih layak untuk sekedar bertamu ke rumah seorang gadis. Kemeja merah bata yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam yang digunakan saat bekerja tadi masih membuatnya terlihat menawan meski sudah tidak serapi saat ia mengenakannya pagi tadi. Jadi untuk apa ia pulang ke rumah?

Pariban "Aishite Imasu" ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang