Dua hari kemudian, waktunya untuk pembagian kartu nomor peserta ujian semester. Seperti biasa di SMA Negeri 1 Jagat Raya harus memenuhi syarat untuk mengambil kartu nomor ujian. Yaitu harus potong kuku bagi yang panjang, dan potong rambut bagi laki-laki. Hari ini semua murid laki-laki sudah kelihatan rapi dengan rambut yang tidak panjang. Panjang rambut hanya diperbolehkan maksimal 3 cm.
Sepertinya semua sudah siap untuk mengambil nomor ujian, kecuali Brandon rambutnya masih lebih panjang dari 3 cm. Brandon tampak enggan untuk memotong rambutnya. Memang Brandon terlihat keren dengan rambutnya yang sekarang, tapi peraturan tetaplah peraturan.
"Brandon, rambut kamu masih panjang! Jadi ibu tidak akan memberikan kartu nomor peserta ujian untuk kamu," ujar wali kelas Brandon yaitu Bu Susi.
"Tapi, Bu! Saya kemaren sudah ke tukang pangkas, tapi katanya guntingnya sudah habis, Bu," ujar Brandon mencari-cari alasan.
"Alasan apa itu? Di mana-mana tukang pangkas tidak jual gunting, jadi guntingnya tidak akan habislah, Brandon Kim," ketus Bu Susi sambil menarik rambut Brandon yang mencapai bagian bawah matanya.
"Aduh-duh, Bu, lepasin. Saya enggak bohong kok, Bu! Mungkin aja maksud abang pangkasnya guntingnya rusak kali, Bu," elak Brandon sambil memegangi tangan Bu Susi minta dilepaskan.
"Kamu itu, masih saja cari-cari alasan. Gunting tukang pangkas itu pasti banyak tidak mungkin rusak semua!" cecar Bu Susi tidak mau melepaskan rambut Brandon.
"Ampun, Bu. Saya ngaku, saya kemaren enggak pergi ke tukang pangkas, Bu," mohon Brandon saat kepalanya sudah terasa berdenyut.
Bu Susi kemudian melepaskan rambut Brandon. "Kenapa tidak pergi?"
"Anu, Bu. Saya ketiduran kemaren, Bu. Jadi enggak sempat pangkas rambut," terang Brandon kembali mencari-cari alasan.
Sebenarnya Brandon tidak pergi pangkas rambut kemaren karena memang dia tidak mau memotong rambutnya yang dia rasa rambutnya kini memang cocok dengan gayanya. Brandon tidak suka dengan rambut pendek, walaupun sebenarnya 3 cm itu tidak terlalu pendek. Masih untung guru-guru di sana tidak menyuruh mereka berambut plontos. Kalau itu terjadi mungkin tidak ada anak laki-laki di sekolah itu yang mau menurutinya.
"Tetap saja ibu tidak bisa terima alasan kamu. Jadi hari senin rambut kamu sudah harus dipotong, baru minta kembali kartunya sama ibu, paham?" tekan Bu Susi sambil berlalu dari hadapan Brandon.
Brandon merasa kesal karena tidak bisa menyakinkan Bu Susi untuk memberikan kartu nomor ujiannya. Karena kesal, Brandon menendang tonggak yang ada disampingnya. Ekspresinya berubah saat kakinya terasa sakit karena menendang cukup keras. Brandon sampai meloncat-loncat kesakitan dan menginjit-injitkan kakinya karena sakit.
"Woi! Ngapain lo? Lagi main apaan, tuh?" tanya seseorang yang tidak lain adalah Joy.
"Kaki gue sakit, Bego!" omel Brandon yang masih meringis.
"Owh! Kirain lagi main, liat Dinda enggak?" tanya Joy sambil celingak-celinguk melihat ke kelas Brandon yang sudah kosong.
"Kagak tau, teman lagi kesakitan malah cariin cewek lo. Tega lo, Joy."
"Ini tuh, lebih penting dari lo, gue rencananya mau ngantarin Dinda pulang! Eh, malah ketemu lo. Jadi gue enggak punya persiapan buat menolong lo kali ini," ujar Joy tanpa rasa kasihan sedikit pun, "jadi gue pergi dulu, 'ntar keburu Dindanya pulang sama yang lain," tambah Joy langsung meninggalkan Brandon begitu saja di sana.
"Dasar teman laknat lo," pekik Brandon sambil jalan mundur.
Abigeal yang kebetulan berada di belakang Brandon mendorong punggung Brandon sedikit kasar. Abigeal tentunya tidak mau kalau Brandon menabraknya. Karena Abigeal paling tidak suka kalau ada orang yang menghalangi jalannya. Terutama kalau yang menghalanginya adalah laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Direction (End✅)
Teen FictionGenre : Comedy romance Follow sebelum baca! Tidak ada yang spesial di sini. Hanya cerita gaje tentang pasangan gila dan persahabatan yang juga gila. Start : 28 Desember 2020 Finish : 11 Maret 2021