Ohm dan Nanon saat ini sedang menonton salah satu serial Netflix di kamar Ohm. Di atas kasur, berdua. Beneran nonton, bukan untuk cuddle, apalagi berzina. Enggak. Belum. Belum tau bakal berzina apa enggak di masa depan, maksudnya. Lagi pula mereka kan berteman, apa yang bisa diharapkan?
“Non!” Ohm menepuk pundak Nanon pelan tatkala melihat sahabatnya itu tengah bengong menatap layar televisinya, terdiam ketika melihat adegan pagutan bibir antara dua insan itu, “Jangan mikir jorok!”
Nanon sontak terkejut, pun lelaki itu lantas menoleh kepada Ohm dengan tampangnya yang masih linglung.
“Kamu kenapa bengong gitu ngeliatin Maeve sama Jackson ciuman? Mupeng amat,” ejek Ohm Pawat mendengkus geli sembari meraih kaleng sodanya, menyesapnya dengan perlahan.
“Paw, ciuman tuh kayak gimana? Katanya enak, ya?”
“UHUK!” Ohm terbatuk dengan kencang. Matanya terpejam sembari menepuk-nepuk dadanya yang mendadak terasa sesak, perih efek tersedak.
Nanon langsung panik. Laki-laki yang memiliki badan sedikit kecil dari Ohm itu langsung memberikan gelas berisikan air putih, yang mana diteguk dengan cepat hingga tandas oleh si bongsor.
“Kamu nggak pa-pa?”
Nggak pa-pa gimana? Ohm saja nyaris mati keselek Coca Cola gara-gara ucapannya.
“Kamu jangan ngagetin!” peringat Ohm setelah batuk hebatnya mulai mereda—yang malah dihadiahi dengan kelopak mata Nanon yang mengerjap, menatap Pawat tak paham.
“Emangnya kenapa? Aku kan cuma penasaran.”
Ohm menatap balik Nanon, ingin menyembur anak itu dengan omelannya—tapi tidak jadi, ia malah terpaku pada wajah Nanon yang terlampau dekat dengannya. Belum lagi lelaki itu masih menatapnya dengan tatapan naif, menuntut kenapa Pawat harus kesal dengan pertanyaan mengenai bagaimana rasanya berciuman.
Memangnya salah dia bertanya begitu?
“Pawpaw, kenapa diem?”
Ekspresi Nanon semakin terlihat bodoh di saat ia menyadari netra Pawat yang mengarah ke bibirnya yang berwarna merah cerah—efek meminum Fanta stroberi kesukaannya—salah fokus.
Lelaki yang memiliki badan lebih besar itu memajukan kepalanya tak sadar, menghampiri kepala Nanon yang masih terdiam di tempat. Menunggu akan sejauh mana keberanian Pawat untuk terus mendekat.
Wajah itu terus maju, tak berhenti barang sedetik, tak ada keraguan yang terpancar dari raut Ohm Pawat yang justru menutup matanya ketika pucuk hidung keduanya telah bersentuhan.
Mata Nanon ikut terpejam di kala bibir Pawat menggesek bibirnya, semakin terasa nyata ketika lelaki itu memberikan beberapa kecupan lembut di sana. Semakin erat pula ketika ditambahi sebuah kuluman, pun disesap dengan ringan. Bibir hangat keduanya menempel sangat intens meskipun ciuman ini hanyalah ciuman ringan semata, bukan ciuman bergairah yang membara.
Ohm sebagai pendominasi pun memimpin ciuman itu, menciptakan sebuah ciuman yang kian mengintim, semakin dalam raupan Ohm pada Nanon sehingga kepala Nanon beberapa kali termundur-mundur, tak kuat menahan dorongan dari ciuman Pawat yang kian mendahsyat baginya.
Oke, berlebihan. Tapi, ini lain cerita karena Nanon sungguhan merasa ini luar biasa—mengingat ini ciuman pertamanya.
Nanon maupun Ohm tak tahu bagaimana ceritanya tiba-tiba posisi mereka sudah berubah. Yang tadinya masing-masing tengkurap bersebelahan, tahu-tahu sekarang sudah bertindihan dengan Ohm yang berada di atas Nanon. Masih dengan bibir yang bertaut enggan berpisah.
Tak lama setelah merasakan dada yang menyesak, ciuman itu pun terlepas, menyisakan benang saliva yang masih terpaut meski kedua bibir itu sudah tak berpagut.
Napas keduanya terengah, saling menatap dengan mata yang sama sayunya. Masih dengan posisi yang sama—Nanon di bawah dengan Ohm yang berada di atasnya, memenjarakan tubuhnya dengan kedua lengannya yang kekar kokoh bak berhala.
Nanon tersenyum hingga matanya tenggelam oleh pipinya yang tersenyum lebar, memunculkan sepasang lesung pipinya yang dalam.
“Ehehe, ternyata ciuman itu enak.”
Ya, memang!
Dasar kurang ajar! Saking enaknya, Ohm jadi ketagihan!
Maklum, sudah lama ia ingin mencoba bibir lelaki yang merupakan sahabatnya itu. Ternyata bayangan dan kenyataannya sama, bibir Nanon memang terasa nikmat, membuatnya ingin lebih sering melumat.
Hati Ohm sudah ketar-ketir, namun Nanon justru masih bisa tersenyum santai dengan tatapan tak berdosanya.
Sahabatnya yang satu ini memang paling jago dalam memporakporandakan perasaan orang. Pawat sampai berdecak saking gemasnya.
—Tunggu ... sahabat? Masih bisakah Ohm Pawat menyebut Nanon Korapat sebagai sahabat tatkala bahkan mereka telah berciuman? Sahabat kok ciuman? Maksudnya apa?
Bukankah teman tak boleh mencium sesama temannya?
--TAMAT--
Original character is Pawagam and Lensa in my main account ashervalto, on my work "Friends?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ohm & Nanon Oneshot(s) AU
FanfictionJust a random AU(s) of Ohm and Nanon, written in Bahasa.