13. Get

105 38 6
                                    

"Kamu terlihat menggemaskan ya." Sebuah suara masuk ke dalam indera pendengaran Irene. Sontak, ia langsung memandang keadaan sekitar dengan menyelidik. Hanya kegelapan yang ada di pelupuk matanya.

"Mengapa? Kamu takut?" Suara menggema tersebut kembali terdengar.

Suara pria? Irene mulai berjalan menjauhi pintu, masuk ke dalam kegelapan. Peti yang terletak di tengah ruangan seketika berhenti bergetar. Hanya ada suara dari gemerisik langkahnya saja. "Siapa?"

Tiba-tiba, pandangan Irene menangkap sosok berjubah hitam yang duduk dengan santai di atas peti mati tersebut. Pria yang berada di balik hangatnya jubah tersebut, menampakkan senyum masam pada Irene.

Mata Irene membelalak tak percaya. Namun, anehnya saat ini ia tak merasa takut seperti saat pertama kali bertemu dengan sosok yang berada di hadapannya. "Lu-luiz?"

"Yo, kita bertemu lagi, Irene." Iris mata berwarna merah milik pria tersebut menatap gadis berambut putih yang berada tak jauh darinya dengan tajam.

"Ba-bagaimana? A-apa yang sebenarnya terjadi?" Seketika cara berbicara Irene menjadi gagap. Bayangan tentang masa lalu kembali memenuhi ruang memorinya. Dia, tidak mungkin kan dia adalah iblis?

"Tidak. Maaf ya, aku sama sekali tak mengatakan apa-apa. Tapi kamu harus mengerti kenyataan. Bahwa memang benar, aku bukanlah manusia." Luiz memalingkan pandangannya. Seakan menghindari jika matanya beradu pandang dengan mata Irene.

"Kalau begitu, mengapa sejak dulu kamu selalu berbuat baik padaku? Mengapa? Mengapa kehidupan ini semakin terlihat abu-abu?" Irene mulai tertekan. Ada sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehnya, seketika masuk tanpa permisi.

"Tenanglah bodoh. Tingkahmu itu bisa memancing kawanan monster kesini." Suara berat nan tajam menghujam Irene. Suara yang baru saja di dengarnya tak lama ini. Suara yang telah berhasil membuatnya penasaran.

Segera Irene berbalik memandang jauh ke dalam kegelapan. Mencari sumber suara yang didengarnya. Samar-samar, ia melihat seorang pria yang sedang bersandar di dinding dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"Charon?" ucap Irene setelah memandang pria tersebut dengan menelisik.

Pria bermata biru tersebut menatap Irene sinis. "Kenapa kamu mengikutiku masuk kedalam sini?"

Irene bungkam. Ia tahu, dirinya tak punya alasan yang jelas untuk menjawab pertanyaan itu. Rasa penasarannya jelas telah menguasai dirinya.

"Aku bertanya padamu, gadis tolol," hardik Charon yang melihat Irene hanya diam mendengar pertanyaan darinya.

"Astaga, Charon. Bukan seperti itu caranya bertingkah di depan wanita." Luiz mencibir. Ia turun dari peti mati, lalu melangkah ke arah Charon berdiri.

"Lagi pula, sepertinya dia tak tahu apa-apa," bisik Luiz ketika Charon sudah berada dalam jangkauannya. Charon menghela nafas panjang.

"Hei, apa kamu tahu apa tujuan sebenarnya kita di bawa ke dunia ini?" lontar Charon setelah cukup menahan diri. Pandangannya menyorot dingin pada gadis beriris biru yang memandangnya teduh.

"Bersekolah?"

"Selain itu?"

"Entahlah."

"Apa yang akan kamu lakukan, seandainya kamu tahu mereka akan menjadikanmu tumbal?" Charon menekankan kalimatnya.

"Kupikir itu lebih baik, daripada harus hidup dengan menanggung banyak hal."

"Lalu, apakah seseorang yang awalnya buruk kemudian dia ingin merubah dirinya agar menjadi lebih baik itu salah?" Kini sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Luiz. Irene menatapnya ragu. Ia perlu berpikir keras untuk menjawab pertanyaan tersebut.

The Demonic Paradise ✔  [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang