Prologue
.
.
.
When a Stranger Smiles"Siapa bilang aku suka kamu?" laki-laki bersuara berat itu masih berdiri di ujung lorong dengan dua tangan masuk ke saku.
"Lhoh, bukannya-" gadis di sisi lain dari lorong tampak menggantungkan kalimatnya. Sudah itu tak ada suara lain selain tarikan dan helaan napas panjang.
"Aku nggak kepikiran kamu tiap malam. Kamu juga tahu kalau aku jarang chat. Dan satu lagi, dengar nama kamu nggak bikin aku deg-degan kayak yang kebanyakan orang bilang."
"Stop! Kamu nggak perlu ngabsen seratus ciri-ciri orang 'nggak jatuh cinta', oke? I'm fine."
"Aku nggak cuma kepikiran kamu tiap malam, Neth, tapi setiap detik sepanjang hari. Kenapa aku jarang chat kamu? Sederhana, kita satu gedung apartemen. Aku tinggal ke balkon kalau tiba-tiba kangen kamu. Dan terakhir, dengar nama kamu nggak cukup buat bikin aku deg-degan, kecuali kalau di belakangnya ada namaku juga, Nona Christiandi."
Sempat merasakan runtuhnya dunia beberapa saat yang lalu, gadis dengan kemeja putih itu menggunakan telapak tangannya untuk menutup mulut.
"Oke tahan tatapannya, and ... cut!"
Suara tepuk tangan menggema dari balik layar monitor. Anneth menghembuskan napasnya sebelum membungkukkan badan pada Deven dan berlalu dari tangkapan kamera.
"Omagah, kalian berdua keliatan profesional banget," seru Joa, dalang di balik berakhirnya Anneth di gedung sekolah hingga selarut ini.
"Nggak salah gue pilih kalian," lanjut Joa sambil mengipas-ngipasi Anneth yang tampak kegerahan.
"Are you crazy, huh? Gila aja lo tiba-tiba suruh gue jadi pemeran di film pendek lo."
"Buktinya lo mau."
Anneth membuang muka lalu berjalan cepat menuju tempat ia meletakkan tas dan coat. Joa juga mengikutinya seolah pujiannya untuk Anneth belum habis.
"Cause you're my bestie, Jo. Tapi tetep aja, gue nggak suka tiba-tiba dipasangin sama orang yang nggak gue kenal. Dan satu lagi, gue bukan artis."
"Kan tadi udah kenalan. Lagian akting lo ngalahin artis kok."
"You know what I mean."
Anneth memakai coatnya dengan tergesa lalu memandang Joa dengan sorot kesal. Keduanya terdiam cukup lama sampai akhirnya Joa kembali buka suara.
"Please Neth, gue sama Sam udah klop banget sama kalian berdua. Bahkan gue sempet kaget begitu lihat chiemestry lo sama Deven tadi. Kalau emang kalian belum kenal seperti yang lo bilang tapi hasilnya udah sebagus tadi, gimana kalau kalian udah saling kenal? Ayolah Neth, cuma seminggu. Gue dan Sam harus nyelesaiin proyek ini."
Anneth kembali membuangkan pandangannya. Kali ini tumpukan majalah di meja membantunya berpikir. Sementara itu, Joa terus menunggu. Selain Anneth dan Deven, ia tak mempunyai siapa pun. Mereka tidak sebaik Anneth dan Deven ketika dicoba pada bagian yang sama.
"Oke. Seminggu."
"Serius?"
"Iyaaa."
"Makasih Neth," Joa memeluk Anneth sambil jingkrak-jingkrak. Kelakuan sahabatnya menerbitkan senyum di bibir Anneth. Kebahagiaan Joa membuatnya dengan cepat melupakan kekesalan karena dijadikan pemeran dadakan dalam short movie garapan Samquine yang berjudul Netha & Nathan.
"Oke, cukup untuk hari ini. Lo nggak dijemput cowok lo, kan?"
Anneth menyipitkan matanya sampai hampir benar-benar menghilang, "Jo ... Nggak usah ngeledek gue, deh."
"Siapa yang ngeledek? Orang gue mau nganterin lo."
"Siapa bilang gue mau dianterin?"
Joa menaikkan sebelah alisnya lalu tertawa.
"Kata-kata lo Nathan banget ya."
"Hah? Nggak. Siapa bilang?"
"Nah, tu tu tuh!"
Anneth gelagapan. Joa yang sebenarnya belum cukup puas lantas menggandeng lengan sahabatnya itu meninggalkan ruangan.
"Beneran nih nggak mau dianter gue? Atau gue suruh Deven anterin lo aja?"
"Joa, stop deh. You fooled me, again and again."
"Haha, ngerasa ya?"
Dua gadis yang baru menginjak usia 16 tahun itu berjalan menuju parkiran sekolah yang sepi. Pertanyaan Joa mengenai apakah Anneth dijemput 'cowoknya' adalah sebuah pertanyaan retoris. Suatu ketidakmungkinan bagi kekasih Anneth yang seorang aktor terkenal datang menjemput di jam-jam sibuk seperti ini.
Di sisi lain, Deven tengah menemani Sam merapikan peralatan syuting berasama tim terbatasnya.
"Thanks udah mau bantuin gue sama Joa, bro."
"Asal nggak lebih dari seminggu aja. Lo tau, kan, gue harus balik ke Lombok Selasa depan?"
"Iya, gue tau. Lagian apa yang mau lo khawatirin dari short movie berdurasi tujuh menit hm?"
"Haha, siap-siap."
"Oh ya sob, lo tau tokoh utama film Ru in Love?"
"Aktor yang lagi naik daun itu? Gue baru tau lo suka gosip."
"Sialan! Gue bukan mau ngegosip."
"Anneth pacarnya," lanjut Sam.
"Anneth yang barusan?" Deven menggelengkan kepalanya lalu menengok ke bawah. Dari balkon tempatnya berdiri, ia bisa melihat dua gadis berjalan mendekati sebuah mobil avanza hitam.
"Kenapa? Nggak percaya temen cewek gue ternyata pacarnya aktor terkenal?"
"Iya, nggak percaya. Nggak percaya cewek kayak Anneth punya cowok yang biasa aja."
"Anjay!"
Deven terkekeh, "Just kidding."
"Lo naksir Anneth?"
"Gue rasa-," Deven menggantungkan perkataannya lalu menengok ke bawah sekali lagi, "enggak."
Dua laki-laki yang sama-sama memiliki mata minimalis itu tertawa sampai suara mereka mampu terdengar oleh Anneth dan Joa dari bawah.
"Hei kalian!" teriak Joa seraya mendongak ke tempat kekasihnya berada.
"Pulang! Udah malem."
"Siap beb," timpal Sam sambil melakukan gerak hormat.
Di saat yang sama, Anneth tak sengaja bertemu pandang dengan Deven yang tengah mengunyah permen karet sambil menyandarkan sikunya ke pagar balkon. Anneth tersenyum, lalu dibalas senyum pula oleh Deven.
"Ciee senyum-senyuman. Lama-lama naksir lhoh." Joa mencubit pipi Anneth gemas sebelum menariknya masuk mobil sebab supir telah lama menunggu.
🎧🎧🎧
Author's note:
Aku memutuskan buat nulis tentang Denneth lagi setelah sekian lama karena aku bener bener benerrr kangen sama mereka. Judul sebelumnya aku unpublish gegara nggak ada ide.
So, cerita ini sebenernya iseng aku tulis dan buat dibaca sendiri. Tapi kalau kalian suka, silakan komentar supaya aku lanjut.
Cheers,
Del.Eits, tunggu-tunggu! Di Wattpad, Denneth Shipper masih banyak, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS [End]
Fanfiction"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Deven dan Anneth merasakan keindahan itu bersam...