*02. We Are Friends*

5.8K 978 279
                                    

"Ampun, Ma! Ampun! Anna nggak bakal minta uang ke Papa lagi," rintih Anna seraya mencoba melepaskan jambakan sang mama dari rambutnya yang teramat kuat. Rasanya tiap helai rambut Anna rontok dan pening menyerang kepalanya.

"DASAR KAMU TIDAK TAHU DIUNTUNG! GARA-GARA KAMU, KEMBARANMU MENINGGAL. DAN KAMU TETAP SELALU MENYUSAHKAN. PERGI SAJA DARI SINI!" teriaknya dengan nada tinggi yang melengking.

Apa yang dilakukan oleh mama kandung Anna- Sarah, itu sudah bukan hal yang mengejutkan lagi. Anna sudah sering mendapatkan perlakuan kasar seperti itu.

"SEHARUSNYA KAMU SAJA YANG MATI!" dan tarikan pada rambut Anna semakin kencang.

"Sshh, sakit, Ma," ucap Anna dengan suara yang tersengal-sengal dan memohon ampun. "Ma-maafin Anna, Ma. Ampun. Sakit, Ma."

"KAPAN KAMU AKAN SADAR, HAH?!" tidak peduli dengan keluh kesah sang putri, sosok wanita paruh baya itu terus kalap dan semakin brutal menyeret Anna hingga masuk ke dalam ruangan yang ada di belakang rumah, gudang. "DASAR ANAK PEMBAWA SIAL!"

Anna sudah lelah mengeluarkan air mata. Ia pun sudah lelah berteriak memohon ampun dan belas kasih. Perempuan itu menatap nanar sang mama yang pakaiannya lusuh dan compang-camping.

Kapan Mama sembuh....

Salah satu keinginan Anna sederhana; hidup normal. Be happy.

Namun ternyata, itu keinginan paling mustahil yang tidak akan pernah bisa ia capai.

"DIAM KAMU! AWAS AJA KAMU BERANI KELUAR DARI SINI!" dan gudang itu pun dikunci dari luar.

As always.

Anna meringkuk di sudut gudang sembari mengusap air matanya sendiri. Lagi dan lagi Anna merasakan luka ini. Tiap hari, luka hatinya terus disiram dengan luka-luka baru yang lama-kelamaan makin melebar. Ia tidak tahu siapa dan kapan luka-luka itu akan sembuh.

Kak Elsa, Anna kangen. Maafin Anna, Kak.

Anna harus rela menunggu berjam-jam lamanya di dalam gudang hanya untuk memastikan Sarah sudah tidur. Ia sudah sering dikunci di tempat itu. Dan Anna selalu bisa kabur. Namun, ia hanya akan kabur saat sang mama sudah terlelap.

Papa, Anna kangen.

Anna semakin terisak kala ingatan tentang papa tercintanya itu terlintas di pikirannya. Ia menatap raket bulu tangkis yang sudah usang dan tergeletak tak beraturan di gudang. Banyak sekali barang-barang miliknya dulu yang sudah rusak dan tidak terpakai ada di gudang itu.

Tidak ada yang dibuang. Semuanya masih ada di sana.

Barangnya sudah tua. Bahkan, ada yang sudah rusak. Dan tak layak pakai. Namun, ingatan tentang memori-memori indah nan menyakitkan itu masih setia di dalam kepala Anna. Tertanam begitu subur, membuatnya semakin hancur.

"KENAPA, TUHAN?! KENAPA?! KENAPA HIDUPKU BEGITU MENDERITA," teriak Anna seraya mendongakkan kepalanya. Ia berteriak sekuat tenaga hingga urat-urat di sekitar lehernya terlihat.

"HEY KAMU! KENAPA TERIAK-TERIAK?! MAU MATI SEKARANG!" sahut suara dari luar gudang. Tentu saja itu suara Sarah, sang mama.

Anna langsung bungkam. Ia menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan. Jangan sampai Sarah menyiksanya lagi dengan jambakan yang lebih gila dari yang tadi ia lakukan.

Ponsel Anna yang berada di saku celananya bergetar. Ia mendapatkan satu pesan dari Al. Sontak senyum mengembang di bibir Anna, meskipun dengan derai air mata.

119
Are you okay?

"No. I'm not okay now," jawab Anna justru dengan suara pelan, bukan mengetikkan balasan pesan pada layar ponselnya.

119
Nyokap lo gapapaa?

119
Angkat telepon gue

Anna
Nggak bisa angkat telepon. Ga ada sinyal

119
Nyokap lo gimana?

Pertanyaan itu lagi. Anna menggigit bibirnya, getir. Bingung akan mengadu pada Al seperti apa lagi.

Anna
Lo di mana, Al?

119
Mengirim foto
Masih banyak tamu nih

"Argh!" Anna menepuk-nepuk kepalanya. Tentu saja Al pasti sekarang sedang sibuk karena hari ini hari bahagia kakaknya Al, Rere.

119
Lo kalo mau nginep di apartemen, nginep aja. Gapapa

Anna
Besok aja gue ke sana. Bareng elo

119
Besok gue masih harus ke Bandung

Deg.

Anna memejamkan mata. Harus cari tumpangan tempat di mana lagi? Anna tidak punya teman yang bisa ia manfaatkan sebaik Al.

119
Kak Rere minta foro pre-wed di sana
Ngeselin!
Eh, suaminya deh yang minta
Bukan Kak Rere
Kakak gue mah orangnya anti ribet

Anna
Seru dongg

119
Seru apanya
Ribet mah iya

Anna diam. Ia tidak punya ide untuk menanggapi chat terakhir dari Al tersebut. Isi kepalanya berputar-putar, memikirkan hal lain.

119
Lo beneran gapapa?

Aku sengaja hanya membaca chat tersebut dan memilih semakin kuat memeluk lututku sendiri.

119
Mau ikut ke Bandung ga?
Gue bosen nih sendirian
Berasa jomblo
Kalau ga mau mah, ya udah
Kalau mau, besok gue jemput

Anna
MAUUUUUU

Anna menjawab begitu cepat. Jarinya dengan cekatan mengetik satu kata dengan huruf kapital.

Anna
Emang gue boleh ikut?

119
Bolehlah
Kagak ada aturan yang ngelarang gue buat ngajak lo

Anna
Kan, gue bukan siapa-siapa lo

119
We are friends

Anna senang. Al menggapnya begitu. Bagi sebagian perempuan yang mungkin mau bertukar posisi dengannya, mungkin akan jatuh cinta pada Al. Namun, Anna tidak. Hatinya sudah mati rasa.

119
Gue masih kepikiran sama elo njir
Kirim pap dong

Anna
Pap apaan?

119
Pap tt

Anna
IHHHHH
MULAI NAKAL

119
Ya foto selfi lo kek

Mau tidak mau, Anna menuruti ucapan Al. Ia membuka aplikasi Instagram lalu memilih efek paling-paling lucu agar tidak terlihat muka sembapnya.

Anna
Tuh, udah

119
Yang tanpa filter dong

Anna mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa mengelabui Al begitu susah?

119
Ribet
Gue ke sana aja
Tunggu di depan gang rumah lo ya

Anna
Mau ngapain ih

119
Gue butuh elo

Anna
WHAT?

119
Gue haus
Pengin minum susu
Dari sumbernya

AlannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang