26. Perkara helm

65 13 2
                                    

-Jangan lupa bersyukur, untuk hal sekecil apapun-


"Makasih, Dam. Motor gue bawa aja, biar lo gak usah naik ojol."

"Gak usah, gue naik ojol aja. Istirahat, UAS masih 3 hari lagi. Gue gak tahu masalah lo apa, sampai lo siap buat cerita, gue selalu siap denger cerita lo kapan aja."

"Eh, ada Sadam. Masuk dulu yuk, Nak!" ajak Mama.

"Gak usah, Bu. Ojek online yang Sadam pesan sudah sampai. Pamit ya, Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati." Sadam sudah pamit, Mama menatapku khawatir. "Kenapa?"

"Gak apa-apa, aku capek mau ke kamar," alibiku.

"Jangan bohong sama Mama, Kak. Kenapa? Jawab, Kak." Tak aku perdulikan teriakan Mama, dan terus berjalan ke kamar.

***

Tak terasa sudah hari terakhir UAS. Rifat tadi meneleponku, bilang kalau ia ada di rumah dan mau mengantarku ke kampus.

"Gak bawa motor, Kak?" tanya Mama.

"Enggak! Aku berangkat bareng Rifat."

"Rifat?" Mama tampak heran mendengar nama Rifat. Wajar saja, karena hampir sepuluh tahun aku dan Rifat memang tidak saling tegur sapa, main apalagi.

"Aneh ya, Ma?"

"Iya, tapi ya sudah gak apa-apa."

Lima menit berlalu, Rifat sampai depan rumahku. "Gak lama, kan?"

"Enggak. Kamu tumben sih ada di rumah, mau nganter ke kampus lagi, dalam rangka apa?" tanyaku heran.

"Gak apa-apa, sekali-kali pengen tahu kampus kamu. Sekalian mau ketemu temen SMK di sana."

"Ya udah, yuk!"

"Cie, baikan nih?" ledek Danar yang lewat depan rumah.

"Usil lo, lagian siapa yang berantem ya?" ujarku.

"Tahu, lama gak ketemu badan lo makin gede aja perasaan," seru Rifat.

"Banyakan pake perasaan, pake micin aja biar gurih. Lagian lo tumben ada di rumah, Te?"

"Mudik lah!"

"Bekasi-Karawang doang sok banget ngomongnya mudik, padahal cuma nyebrang. Udah ah, gue duluan ya, Te."

"Lama gak ketemu kek Babon ya dia," ejek Rifat.

"Punya uang sendiri, makanya mau beli apa-apa juga bisa." Rifat sibuk mengaitkan helm, dengan pekanya aku membantu Rifat mengaitkannya. Seperti orang yang baru pertama kali pakai helm, sampai kesusahan seperti itu.

"No drama-drama, pake helm doang gak usah dibikin ribet," kataku kemudian.

"Aku deg-degan loh, pegang nih," suruhnya. Aku memegang dada Rifat, debar jantungnya benar-benar terasa.

Aku dorong tubuhnya Rifat pelan. "Dasar! Hati-hati baper," peringat ku.

"Weh, Bang. Lo ngapain di sini?" Suara Danar membuatku melirik ke sumber suara.

"Teh, ada temen lo," teriak Danar.

Aku berjalan menghampiri Danar, mau lihat siapa yang dimaksud dia.

"Sadam," gumamku.

"Ngapain?" tanyaku.

"Em, anu. Gue anu, itu anu... gue," ucap Sadam gelagapan. Macam maling yang tertangkap basah, ngomong saja sampai tidak jelas.

"Gue gak mau anu lo," ucapku, Sadam dan Danar langsung memukul kepalaku berbarengan, untung saja pakai helm.

"Aish, sakit woy. Untung pake helm."

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang