28. Memancing keributan

55 12 0
                                    

Pagi-pagi sudah siap packing barang yang hendak dibawa besok. Tak sabar rasanya, membayangkan betapa sejuknya udara Bogor. Sampai jumpa kota hujan.

Aku ambil gitar yang aku simpan di pojok kamar dekat lemari. Benda yang lama tak aku sentuh, menjadi mahasiswa membuatku menjadi manusia yang sok sibuk. Bukan sibuk belajar, tapi sibuk nongkrong sama teman-teman.

Baru beberapa petikan, aku mendengar deru mesin. Ada yang datang sepertinya. Aku keluar untuk memastikan, dan benar saja, aku melihat Ayah sedang berbicara dengan Sadam. Tapi anak itu tidak sendiri, seperti kenal dengan seseorang yang tengah duduk di atas motor belakang Sadam.

"Rajin banget lo masih pagi udah di rumah gue."

"Kan mesti balikin motor," ujar Sadam.

"Motor kamu sudah Bapak bawa ke tukang tambal ban, jadi bisa langsung di bawa aja," kata Ayah. Kapan Ayah bawa motornya, sampai aku saja tidak tahu. Padahal sedari tadi tak kemana-mana.

"Alhamdulillah, jadi ngerepotin Bapak. Makasih, Pak. Jadi berapa, Pak?"

"Gak usah."

"Jangan gitu, Pak. Sadam gak enak sama Bapak."

"Dih, nyebelin banget muka lo. Biasanya juga lo demen kalau ada yang bayarin." Demi apa, Sadam memasang mimik muka seperti anak baik tur Sholeh.

"Sssttt, tolong ya nona. Kek nya itu lebih pantes buat lo yang doyan gratisan," sergah Sadam.

"Assalamualaikum," ucap seseorang yang bersama sadam yang tadi duduk di atas motor.

"Arash?"

"Waalaikumsalam, eh siapa ini?" tanya Ayah.

"Arash, Pak. Adiknya Bang Adam," jawab Arash.

"Ganteng ya. Kayak orang Arab," puji Ayah.

"Tumben ikut, Dek?"

"Bang Adam lagi males bawa motor, dingin katanya. Semalam dia meriang, Kak," tutur Arash.

"Kok lo buka kartu sih," kesal Sadam.

"Kak Haura nanya, Arash cuma jawab apa adanya. Gak boleh bohong, Bang!" Aku usak surai hitam Arash. Ah, gemas! Anak ini makin pintar saja.

"Anak pinter, kalau udah gede jangan kayak Abang kamu ya, Dek."

"Kamu bawa pancingan, Dam?" tanya Ayah pada Sadam. Kenapa Ayah nanya pancingan?

"Ah, astagfirullah. Sadam lupa, Pak," ujar Sadam.

"Tunggu, Ayah ngapain nanya pancingan sama Sadam? Mau mancing?" ucapku bingung.

"Iya, semalam Ayah ajak Sadam mancing. Ya sudah pakai punya saya saja, Dam. Kita sambil main catur ya." Sadam hanya membalas dengan anggukan.

"Kakak ikut ya, Arash juga," suruh Ayah.

***

Kata orang memancing itu hal yang membosankan, aku pernah menjadi bagian dari orang itu. Terkadang memang membosankan, tapi ketika kalian tidak punya pekerjaan, melampiaskan kegabutan dengan memancing memang bisa menyenangkan. Lain hal kalau sudah hobi. Mancing berjam-jam pun bukan masalah.

Ayah dan Sadam benar-benar memancing sambil main catur, sedangkan aku memilih bersama Arash, ngobrol ringan sambil bercanda.

"Kamu suka mancing juga, Dek?"

"Enggak sih, tapi kalau gak ada kerjaan suka ikut Bang Adam mancing."

"Si Sadam tuh nge-sok doang mancing, padahal bisanya cuma mancing keributan."

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang