Pro-lo-gue

11 0 0
                                    

Hari itu menjadi malapetaka bagi Ava. Disaat namanya disebut untuk maju ke depan pada upacara senin itu. Tenggorokannya tercekat, ia tidak juga maju. Setelah semua mata tertuju padanya karena namanya yang telah dipanggil beberapa kali, akhirnya kaki gadis itu, Ava, melangkah.

Lelaki disampingnya tak bisa mengerti akan gelagat yang dikeluarkan Ava. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin bercucuran di pelipisnya, tubuhnya sedikit bergetar, ia menunduk.

Ava dan Kaisar terpilih sebagai Duta Bahasa Indonesia yang akan mewakili sekolah dalam Konferensi Ekspresi Indonesia se-JaBoDeTaBek bulan depan. Guru-guru telah sepakat mengangkat mereka setelah memikirkan berbagai pertimbangan.

Dalam diamnya, Ava bisa melihat mata-mata berlaserkan ketidakterimaan, ketidakpercayaan, dari manik mata banyak orang.

"Lo sakit, demam panggung, apa butuh refreshing?" tanya pria disampingnya pelan. Kehebohan kepala sekolah yang sedang berpidato panjang didepan menghalangi suara Kaisar dari pendengaran siswa lainnya. Ava yakin pertanyaan itu diajukan padanya.

Dengan gelagatnya yang tak berubah sama sekali, perlahan Ava menoleh ke Kaisar. Pria itu menangkap pandangan dari netranya. Disana tertera jelas sorot ketakutan yang mendalam. Tak genap tiga detik, Ava kembali menunduk dalam. Ia benci, ingin menangis. Ava berkata, "Jangan peduliin gue."

○○○○○

Sebagai duta pada event Konferensi Ekspresi Indonesia nanti, mereka berdua mendapatkan pelatihan serius. Berbagai pelatihan seperti monolog, pidato, berdebat dan lain-lain harus mereka lewati secara bertahap.

Ava menjalaninya dengan keyakinan setengah-setengah. Ia memang merasa mampu. Hanya saja, ada seseorang yang selalu menghambatnya, menghantuinya.
Zhelava begitu membenci situasi ini, dimana ia harus "terlihat" diantara siswa siswi lainnya.

Sampai pada suatu malam, keputusan Ava telah bulat. Ini bukan hal penting yang harus ia pertaruhkan demi kehidupannya. Ava memutuskan untuk batal mewakili sekolah dengan alasan logis yang dibuatnya sedemikian rupa.


Zhelava yakin akan keputusannya. Ia akan selalu berpegang pada tombak kestabilan.

StableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang