-¦- -¦- -¦- 33 -¦- -¦- -¦-

34 4 0
                                    

Metro berhenti mendadak, dengan kaki kiri berbalut sepatu sekolah yang biasa di gunakan turun Wahyu bersama gaya yang biasanya dia lakukan tiap pagi itu. Angin pagi menerpa wajahnya, rambut badainya di belai lembut dan wajahnya itu sebisa mungkin di buat tampan. Namun, kelakuannya itu tergangu, seseorang mendorongnya dari belakang.

Dia terjungkal.

"Woi! Aduh, Bang! Santai dong!" ujar Pendy di belakang setelah di dorong kasar oleh kene'k metro. Rizal dan Akmal juga mendapatkan hal yang sama.

"Tahu, kasar amat," saut Rizal. Dia membersihkan bajunya, membetulkan dengan kasar. Akmal hanya menganguk. Untung saja tanganya masih baik.

"Lama lu! Turun aja kek lagi ngantri sembako! Noh nggak liat macet di belakang," tunjuk sang kene'k ke belakang metro. Menunjuk banyaknya mobil lain di belakang. Banyak klakson berbunyi bersamaan protesnya para pengemudi.

Pendy tertawa malu. "Hehe! Sorry, Bang! Yaudah lanjut, dah!"

Metro bergerak tidak lama, berganti mobil lain yang mengikuti metro itu di belakang. Mereka bertiga masih mengeluh diam-diam. Habisnya baru kali ini mereka di dorong kasar dari angkutan umum. Lagian bukan salah mereka juga turun lama dari sana. Itu salah---

"Njir! Sakit woi!" pekik Wahyu.

Mereka menoleh. Melihat Wahyu dari atas sampai bawah. "Jatuh lo?" tanya Rizal.

"Kaga! Terbang!" kata Wahyu sewot. "Pertanyaan lu kaga berpaedah banget sumpah,"

Akmal tertawa. Tubuhnya di balut kaos berwarna biru. Hanya kaos. Dan celana pendek di bawah lutut. "Makanya jangan kebanyakan gaya lo! Turun dari metro aja kaya lagi di catwalk lo,"

"Bacot lo!" jawab Wahyu sewot. Dia membersihkan tubuhnya, hari ini dia mengunakan kaos merah bertuliskan "l love jogja" dengan celana panjang.

"Lebay lo! Kek mau ketemu cewek aja! Nggak ada yang mau ketemu sama lo," komen Pendy. Kaos yang dia gunakan berwarna kuning bergambar lukisan.

Wahyu berdecak. "Suka-suka gue dong! Komen aja lo kerjaanya! Netizen lo?"

Rizal sendiri kaos berwarna hijau. Tidak lupa topi di kepalanya. "Artis lo?"

Wahyu mencibir, sebal sekali masih pagi sudah jadi bahan tertawaan. Dia melirik pada ketiga temannya itu, sadar jika pakaian mereka cukup lucu. "Ini apaan nih? Pake baju udah kek pelangi aja,"

Mereka semua sontak meneliti. Baru menyadari hal itu. "Lah iya!" kata Akmal.

"Pelangi dari mana? Pelangi tuh mejikuhibiniu," ucap Pendy.

"Tahu, si Wahyu MKKB, kali," sela Rizal.

Wahyu berdecak. "Capek emang punya temen goblok. Ini tuh warna dasar! Merah, kuning, biru. Kuning kalau sama biru jadi satu tuh jadi ijo,"

Akmal dan Pendy sontak saling melirik. Melihat dari atas sampai bawah. Kemudian kembali pada Wahyu. "Maksud lo, Yu? Nyatu gimana?" tanya Akmal.

Pendy berpikir keras. "Heh! Lo jangan mengatakan hal-hal ambigu deh, masih pagi nih. Jangan ngada-ngada lo,"

"Tahu ah! Bolot lo! Otak mesum susah emang buat di ajak ngomong," Dia akhirnya pergi dari mereka. Bersama wajah masamnya. Rizal mengikuti dari belakang. Wajahnya membeku, sebenarnya pikirannya juga kalut kemana-mana.

Di belakang Akmal mendorong Pendy. Memandang dengan jijik. Kata menyatu itu terdengar vulgar di pagi hari ini. Lalu berjalan di belakang, ikut mengikuti. Seperti janjinya kemarin, Wahyu mengajak ketiga teman idiotnya itu ke sekolahnya. Niatnya hanya berjalan-jalan mengelilingi sekolah dan menunjukan kelasnya. Setelah itu, mungkin kembali ke rumah. Atau entah kemana nanti. Hari ini hari terakhir mereka di Barat, malamnya mereka akan pergi kembali ke Pusat.

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang