"Irene ... !"
"Irene!"
"IRENE!"
Gadis pemilik rambut hitam nan indah itu mengguncang bahu Irene yang terbaring di atas ranjang dengan kasar. Lisannya meneriakkan nama wanita yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah.
Rhea menyadari, bulir keringat dingin sebesar biji jagung mulai merembes keluar dari pori-pori kulit gadis mungil tersebut. Wajahnya terlihat begitu ketakutan.
"Irene, bangunlah!"
Sekali lagi, Rhea mengguncang bahu Irene dengan kuat. Membuat gadis berambut putih-silver tersebut membuka matanya secara spontan.
Irene terengah. Nafasnya memburu. Ia mati rasa. Tubuhnya terasa begitu kaku, dingin, dan pucat. Iris birunya membelalak, namun memancarkan kekosongan yang sangat mendalam.
"Apa yang terjadi, Irene?" Rhea terlihat khawatir.
Namun, Irene tidak menjawab. Tubuhnya gemetar. Perlahan, ia menggerakkan telapak tangannya menyentuh keningnya. Irene menutup kedua belah matanya. Ia mulai mengatur nafas agar tidak terengah seperti habis di kejar hantu.
"H-huh ... ternyata hanya mimpi," gumamnya pelan. Namun, Rhea yang berada di dekatnya mampu mendengar ucapannya barusan.
"Astaga, ku kira kamu kenapa. Untung lah kalau hanya mimpi. Tadi, tingkahmu seperti orang kerasukan. Aku sangat khawatir, kau tahu." Rhea menghela nafas.
Tubuh Irene terasa begitu lelah. Mimpi itu sangat aneh. Seakan-akan apa yang terjadi di dalam mimpi itu adalah nyata. Bahkan, hawa dingin yang ia rasakan di dalam mimpi, masih terbawa hingga dirinya terbangun.
Langit masih sedikit gelap. Namun, di ufuk timur sudah terlihat benang putih terang. Menandakan mentari akan segera terbit.
"Dingin sekali ya?" lirih Irene. Ia merapatkan jubah yang membungkus tubuhnya.
"Kamu mau berendam air hangat? Kalau 'iya', biar kusiapkan," timpal Rhea.
"I-iya. Terima kasih."
"Tak masalah." Rhea segera bangkit, kemudian berjalan menuju ke arah pintu.
Namun, sebelum tangannya membuka pintu tersebut, kenop berputar dengan sendirinya. Dan pintu terbuka, memperlihatkan sosok yang berada di baliknya.
"Sesuatu telah terjadi." Pria berambut pirang yang seketika membuka pintu, langsung melontarkan kalimat sebelum Rhea menanyainya.
"Hah, apa maksudmu?" balas Rhea.
"Irene, apa yang kamu rasakan?" tanya Charon pada gadis yang masih duduk di atas ranjang.
Irene menatap kedua lelaki yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya dengan pandangan tak mengerti. "Entahlah."
"Rhea, aku sendiri yakin, kamu pasti merasakannya bukan?" Pallas ganti melirik pada gadis yang berada di hadapannya.
Rhea memalingkan pandangannya. Kini ia ganti menyelidik detail ke dalam loteng. Mata tajamnya memandang seluruh sudut ruangan. "Astaga, kenapa aku baru menyedarinya sekarang. Walaupun samar. Keberadaannya sama seperti hawa keberadaan tempat ini."
"Seakan-akan, 'dia' menjadi satu dengan dinding dan juga lantai." Pallas ikut menyelisik.
Namun, ketika kalimat itu terlontar dari mulut Pallas, pikiran Irene langsung berpacu. Ingatan tentang makhluk mengerikan yang keluar dari lantai di dalam mimpinya terpampang jelas di benaknya.
"Irene, kemarilah." Charon yang masih berada di dekat ambang pintu, memerintahkan Irene.
Irene yang masih dihantui sosok yang berada di dalam mimpinya, tanpa berpikir panjang langsung menuruti perintah pria tersebut. Ia turun dari ranjang, lalu berjalan mendekat ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demonic Paradise ✔ [Complete]
De TodoREPUBLISH (tapi belum direvisi hehe) Scolamaginer, merupakan akademi sihir yang mana para siswanya mendapatkan kesempatan langsung diajar oleh iblis tingkat atas. Tak seperti akademi sihir lainnya, Scolamaginer hanya akan menerima sepuluh murid di s...