-semoga masih menyukai kisah mereka, teman. Dan semoga selalu ada kebaikan yang bisa didapat-
-silakan istirahat dulu sejenak dari rutinitas nyata, lapak ini milik teman2 semua-
-datangi senyaman dan sesukanya. Kunjungan dan dukungan teman2 sangat berarti bagi Uma-
.
Happy reading
..................
Tangisan Lora terhenti usai Ikhsan dengan paksa mengangkat tubuhnya dan membawanya ke bibir ranjang. Lalu meletakkannya dengan pelan di sana.
"Kalau diam gini 'kan bagus. Saya jadi serasa tak memelihara bayi di rumah." Ikhsan berkata dingin, menatap Lora yang ada di depannya dengan mata lengkung sabit.
Lora yang tadinya sempat berhenti menangis karena terkejut digendong tiba-tiba oleh Ikhsan, mendengar ucapan sang suami kembali menghentakkan pita suaranya. "Huwaaa huwaaa huwaaa."
"Kenapa kamu menangis lagi? Bukannya tadi sudah berhenti?" Ikhsan bertanya heran. Kali ini si tampan ikut membawa tubuhnya duduk di sebelah Lora.
Seolah tak mendengar tanya Ikhsan, Lora tetap khusuk menggetarkan pita suaranya dengan gelombang falseto yang no kaleng-kaleng. Lengking memekakkan. Heboh meresahkan.
Entah sedih atau tersentuh, gadis itu sungguh berhasil merusak momen merah jambu yang telah susah payah dibangun oleh suaminya. Rusak serusak-rusaknya. Hancooor.
"Apa setiap ada yang menyatakan perasaan padamu, kamu akan seperti ini Lora?" Ikhsan bebal, tetap mengajukan pertanyaan pada gadis berlesung pipi di sebelahnya.
Mendengar pertanyaan Ikhsan, bukannya menjawab Lora malah semakin menggenjot tangisannya. Terdengar mengiba dan mendayu-dayu, sedikit pilu.
"Lora diamlah! Berhenti menangis!" Ikhsan menepuk pelan pundak istrinya, berusaha membujuk. "Kalau kamu menangis terus seperti ini nanti kepalamu pusing, matamu bangkak, hidungmu meler. Berhenti ya? Saya mohon."
Lora benar-benar tak peduli dengan usaha Ikhsan membujuknya berhenti menangis, ia masih terus menggerung sepuas hati.
"Kalau saya tahu akan begini jadinya, saya lebih baik memilih untuk diam saja." Ikhsan menaikkan nada bicaranya, berkata sambil menghadapkan tubuhnya utuh pada sang dara, "oke, kalau kamu memang maunya begini, menangislah sampai pagi Lora. Hajar sepuas hatimu. Tapi biarkan saya ikut menangis juga. Mari kita menangis bersama."
Dan Lora, usai kalimat suaminya utuh tersampaikan tiba-tiba langsung menarik tangisannya. Hening mendadak. Dengan bahu yang masih terguncang pelan karena isak, Lora mencoba mengeluarkan kata-katanya, "baiklah Lora berenti, Lora berenti. Bang Sanul jangan ikut nangis, please."
Mengetahui Lora menghentikan tangisan dengan tiba-tiba dan melarang dirinya untuk ikut menangis, tentu saja Ikhsan heran mendadak, tak menyangka tangisan sang istri bisa terhenti semudah itu hanya karena ia menawarkan diri untuk menangis bersama. "Kenapa tak boleh saya ikut menangis?"
"Bang Sanul kalau nangis jelek pake banget. Jadi nggak usah nawarin diri buat ikut nangis bareng." Lora menjawab datar sambil mengusap pipi basahnya. "Ntar idung Bang Sanul kembang-kempis, dahi mengkerut, pipi mengkisut, gigi keluar lagi. Jeleklah pokoknya, jadi nggak usah!"
Ikhsan, demi mendengar ocehan Lora langsung tertawa pelan, setelah itu menyela cepat sambil menyembunyikan wajah sumringahnya, "emang kamu cantik kalau nangis ha? Tidak Lora, kamu lebih parah. Lihatlah itu, ingus meler ke mana-mana. Ck!"
Lora malu seketika, sambil membuang wajah ke samping si lesung pipi mengusap cepat ruang antara lubang hidung dan bibir atasnya. Ikhsan tak bohong, memang ada si kental di sana, menggantung lembut dengan anggunnya. Tidak hanya satu, didua lubangnya malah. Untung bening, kalau hijau pekat kekuning-kuningan ... iyuuuh, alamat Ikhsan akan menertawakannya seumur-umur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SanuLora
General Fiction[CERITA KE 2] Follow biar Teman bisa baca semua chapter🤗 💞 kategori : baper somvlak Kepincut Gelora, gadis berhijab yang sudah sangat lama menginginkan bisa masuk ke dunia para cogan dan menjadi satu-satunya rebutan. Lora, begitu orang-orang hidup...