| Chapter 15 |
“Lo lagi marahan sama si Biru, ya?”
Caya diam saja, tak menjawab ataupun menoleh. Di sampingnya, Rajit melipat lengan. Kacamata yang dipakai pemuda itu seolah menambah kesan ‘serius’ pada wajahnya. Caya yakin, pasti setelah Mala datang, gadis itu akan menanyakan hal yang sama padanya.
Saat ini mereka berdua tengah menunggu Mala dan Gean. Caya sebenarnya terkejut saat melihat siluet Rajit dari kejauhan yang melambai padanya. Biasanya Rajit tidak mau kalau disuruh masuk ke area kampus ini, dia hanya menunggu di luar. Tapi, hari ini berbeda. Entah apa yang membuatnya ingin masuk ke tempat ini.
Rajit menyipitkan mata ketika menemukan Mala yang berlari ke arahnya. Agak jauh di belakang, ada Gean yang sedang mengobrol dengan pemuda berkemeja kotak-kotak. Gean langsung berlari menghampiri Caya setelah selesai membicarakan soal kompetisi dengan temannya.
“Masih marah?” tanya Gean kecewa. Dia ingin mengusap kepala Caya, tetapi gadis itu malah menghindar. Bibirnya mengerucut dengan bahu yang mengendur.
“Sorry, hari ini gue lagi nggak mood,” gumam Caya, hampir terdengar seperti bisikan.
Mendengar itu, Gean memunculkan senyum. Mereka agak menepi karena beberapa mobil lewat di depan. Caya terkejut saat Gean tiba-tiba tersandung sesuatu, yang mengakibatkan tubuh pemuda itu oleng dan tak sengaja mengimpit tubuh Caya dengan dinding. Buru-buru Gean menghindar, lalu meminta maaf.
Mereka pindah ke tempat yang lebih terbuka dan luas. Sengaja memilih taman kampus. Mereka duduk memutari meja bundar dengan payung di atasnya. Cukup lama keheningan yang tercipta, sampai akhirnya Gean buka suara.
“Gue pengin nanya ke Caya,” katanya. Menatap lekat gadis di sisi kanannya. “Kenapa nggak bilang ke gue kalau cowok aneh itu muncul di kamar lo? Kenapa cuma cerita ke mereka berdua?” Ia menunjuk Rajit dan Mala bergantian.
“Nanti lo marah-marah,” jawab Caya tanpa menatap balik iris biru itu. “Lagian gue udah larang Yori buat nggak muncul lagi di kamar gue. Gue suruh dia muncul di... suatu tempat.” Caya menggaruk pipi, lalu melanjutkan, “Yang nggak jauh dari sini.”
Sebenarnya Caya tidak mau memberitahu kalau ia menyuruh Yori untuk muncul di toilet Taman Kota. Mala juga belum diberitahu. Tapi, sekarang malah mulutnya ini kebablasan berbicara.
Mala ikut menatap lekat-lekat ke arah Caya. “Nggak jauh dari sini? Di mana, Ra? Kenapa nggak cerita ke gue?”
“Uhm... Taman Kota.”
“Kapan dia muncul?” Kali ini Rajit yang bertanya.
Caya mengangkat bahu. Dia memang tidak tahu. Saat bertemu Yori, dirinya ataupun pemuda itu tidak bilang ingin bertemu lagi kapan. Hanya menentukan tempat saja. Kemudian, tatapannya berpindah pada meja bundar tak jauh dari tempat ini. Di meja itu ada Danendra dan seorang pemuda yang sepertinya teman kampusnya.
Danendra melempar senyum pada Caya. Dan Caya balas dengan senyum tipis. Caya kembali memindahkan arah pandang ke teman-temannya. Lalu, tangan kanannya menopang dagu, otomatis Caya bertatapan langsung dengan Gean. Pemuda itu tampak memasang wajah sebal, entah karena apa.
“Sekarang kita ke Taman Kota aja. Kita cek, siapa tau Yori ada di sana. Gimana?” cetus Mala sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuk ke meja. “Sekalian minta dia buat balikin buku hasil curiannya.”
Rajit agak mendelik tajam saat Mala mengatakan hal barusan. Sedangkan Caya dan Gean diam sambil memikirkan, sebelum akhirnya Caya menganggukkan kepala tanda setuju. Mungkin saja Yori sudah menunggu di tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost History; S-156 [Book 2]✔
FantasyHilangnya Buku S-156 dari Istana membuat mereka kembali mengalami petualangan gila untuk yang kedua kalinya. |•| [The Lost Series; Book 2 : S-156] Misi untuk menemukan buku yang hilang malah membuat Caya dan teman-temannya bertemu dengan satu makhl...