🍂 31

3.2K 146 32
                                    

Perbedaan benci dan rasa cinta itu begitu tipis. Setipis kulit lapisan bagian dalam. Itu ... Katanya.

Tapi memang benar sih.

Karena peribahasa biasanya terucap sesuai dengan apa yang memang terjadi.

Pelukan Irene buktinya, mulutnya boleh saja memaki Mino dengan kalimat-kalimat kasar dan ketus. Bibirnya boleh saja terus menerus mendecih dan menyiratkan sesuatu yang tidak ia sukai.

Tapi eratnya pelukan yang kini terengkuh dari kedua lengan Irene pada tubuh Mino seolah menghempas semua hal yang perempuan itu tunjukan.

Perempuan memang mahluk paling gengsian yang pernah hidup di muka bumi.

Song Mino melebarkan kedua senyuman dari bibirnya. Tindak tanduk Bu Irene tidak lebih dari labilnya seorang anak gadis di usia remaja.

Lucu sekali.

"Saya ... Saya apalagi bu. Saya kangen sekali sama ibu" balas Mino. Perlahan, membalas semua umpatan Irene dengan kalimat selembut mungkin.

Toh memang ia rindu sekali dengan perempuan ini.

"Kamu kemana saja Mino?" Tanya Irene akhirnya. Setelah susah payah menahan rasa gengsi untuk bertanya. Nyata nya ia bahkan kini masih memeluk Mino dengan erat.

Kekehan kemudian terdengar dari bibir Mino. Satu tangan pria itu bahkan kemudian terulur naik, mengusap surai legam milik ibu dosen yang tengah dilanda jutaan kerinduan.

Irene mendongak begitu usapan itu menyentuh ujung dahi. Mino menunduk dan menyembulkan senyumannya begitu ke empat obsidian itu saling beradu.

"Saya ... Bekerja" Jawab Mino dengan senyuman yang seolah terus ingin ia tunjukan. Rasanya bangga sekali mengucapkan kalimat tersebut terlebih dihadapan perempuan yang ia cintai sekaligus menjadi alasan terbesar baginya melakukan hal ini.

Mungkin akan terdengar gombal dan bullshit tapi kalau bukan demi cinta Mino rasanya tidak akan banting tulang menjadi pekerja part time di cafe nya Seungri-hyung.

Semua hanya karena ia ingin memberikan sesuatu pada perempuan ini.

Semua ini ia lakukan untuk menunjukan rasa sayangnya pada perempuan ini.

Bae Irene.

"Bekerja? Pekerjaan apa lagi yang kamu lakukan? Memangnya gaji yang saya berikan belum cukup?"

Mino lagi-lagi terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik jemari Irene dan mendekatkan cincin yang baru saja ia pasangkan barusan. Bu Irene menaikkan satu alisnya dengan bingung tapi Song Mino malah menggenggam erat jemarinya.

"Ini ... Saya ingin membelikan ini dengan hasil keringat saya sendiri. Bukti kalau saya tidak main-main dengan perasaan saya"

Ucapan Mino memang indah didengar ditelinga, pria muda itu laksana Romeo yang sedang melantunkan sajak indah penuh cinta dihadapan Juliet. Tapi bagi Irene yang notabene sudah mengenal asam garam dunia yang keras kalimat tersebut justru menohoknya.

Ini bukan tentang seberapa besar nilai barang yang diberikan.

Ini tentang seberapa besar arti dibalik perjuangan seorang pria untuk wanita nya.

Ah tiba-tiba saja ia merasa tidak berhak menerima perlakuan seindah ini dari pria sepolos Song Mino.

"Mino ... "

"Jangan ngomong apa-apa bu, saya tidak suka penolakan. Saya tau ini mungkin terdengar berlebihan tapi saya tidak suka mendengar sesuatu yang menyakitkan. Cukup terima dan biarkan saya menunjukan seberapa besar perasaan yang saya miliki"

SHELTER [🔞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang