Kata Shan Shan—gadis pelayan atau dayang Liu Mingmei—kemarin, aku dapat menyimpulkan bahwa posisiku saat ini sama sekali tidak diuntungkan. Terlepas dari gelar 'Putri', Liu Mingmei sama sekali tidak memiliki pendukung di istana ini. Bahkan peluang kaisar berada di sisi nya pun hanya sekitar 30% saja. Sisanya? Tentu untuk permaisuri dan anaknya.
Lantas bagaimana aku mengetahuinya?
Karena kemarin tanpa diminta, Shan Shan dengan gamblang berkata,
"Hamba tidak bermaksud menyakiti perasaan anda, putri. Hanya saja, banyak rumor yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa anda adalah putri yang dibuang. Para anggota keluarga kerajaan tidak menaruh hormat pada anda. Yang mulia Kaisar memang menyayangi anda, namun permaisuri tak pernah bosan untuk menghasut beliau untuk membenci anda. Para pelayan di paviliun utama memang
menghormati anda, namun bukan karena anda adalah seorang putri, melainkan karena sifat anda yang tidak pernah membedakan seseorang dengan golongan rendah seperti kami. Pangeran mahkota, beliau merupakan satu-satunya yang menunjukkan kasih sayang dan perhatian pada anda. Namun, pangeran mahkota juga menyayangi putri Meiren meski dalam tingkatan yang berbeda. Tapi bagaimanapun juga, putri Meiren adalah wanita ular, ia pasti juga berusaha mempengaruhi pangeran mahkota, dan hamba sangat membencinya"Aku sempat ternganga beberapa saat. Namun dalam hati aku memuji keberanian gadis itu dalam menjelek-jelekkan anggota istana. Terutama Meiren putri manja itu. Yah.. Sepertinya aku memiliki pengikut, walaupun hanya satu.
Dan akan ku pastikan jika ia melakukan hal itu lagi, maka aku akan dengan senang hati mendengar dan mendukungnya.
"Baiklah. Sepertinya hanya pangeran mahkota yang bisa kuandalkan untuk saat ini" aku bergumam dan kembali membaca buku setebal duapuluh centimeter yang ada di hadapanku ini.
Ada suatu hal yang perlu dijelaskan. Dikutip dari buku sejarah yang baru saja ku baca—tapi aku malas menyebutkan nama penulisnya—aku mengetahui bahwa kerajaan yang sedang kutempati ini disebut dengan Kerajaan Jiuzhou (Jiǔzhōu (九州), yang berarti 'Sembilan Wilayah'. Sesuai namanya, wilayah kekaisaran ini dibagi menjadi sembilan wilayah, yang mungkin setara dengan kota atau kabupaten di dunia nyata. Kerajaan ini terletak di Benua Timur dan walaupun dibekali kekuatan militer yang paling kuat di seluruh benua, kerajaan yang kutempati ini merupakan kerajaan dengan wilayah kekuasaan yang tidak terlalu luas. Atau bisa dikatakan sebagai kerajaan kecil.
Jika aku membaca-baca lagi, tidak disebutkan apapun mengenai dinasti pada buku ini. Aku juga tak terlalu paham dengan cara penyebutan tahun di dunia ini. Pengetahuanku mengenai sejarah Tiongkok rasanya sia-sia. Ini semua tak ada hubungan apapun dengan duniaku. Seakan dunia yang sedang kutempati kini adalah suatu dimensi yang berbeda.
Kita kembali lagi, Kaisar yang saat ini memimpin bernama Liu Haocun. Ia menikah dengan permaisuri yang pertama bernama Hong Xiu Juan dan dikaruniai sepasang bayi kembar, yaitu Mingmei dan pangeran mahkota— sekaligus saudara kembar dari Mingmei itu bernama Liu Yaoshan.
Namun permaisuri terdahulu telah meninggal tiga tahun yang lalu dan posisi itu kini digantikan oleh selir utama yang bernama Huang Kaili. Atau yang sekarang dipanggil permaisuri Huang.
Huang Kaili, adalah wanita jahat dan licik—kata Shan Shan kemarin sore (sungguh, aku harus memberikan penghargaan untuk gadis itu)—tak jauh berbeda dengan anaknya, Putri Meiren. Mereka sering menyiksa Mingmei ketika Kaisar tidak sedang berada di istana, dan dengan pandainya mereka memutarbalikkan fakta ketika kaisar mulai curiga. Dasar ular.
Ehem.. Aku harap kalian tidak heran dengan sikapku. Meski di kehidupan sebelumnya aku adalah lelaki, aku menuruni sifat ibuku yang julid dan cerewet. Bahkan dalam sebuah situs kampus, aku berhasil di nobatkan sebagai intel lambe turah kampus karena sifatku ini. Aku tau itu bukan prestasi yang membanggakan, jadi lupakan saja. Kembali ke topik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Dimensions|| Psychologist, Mr(s). Liu
FantasiSebagai mahasiswa psikologi klinis, otakku selalu memaksa untuk berpikir secara rasional. Aku selalu skeptis pada anggapan mengenai keberadaan dunia fantasi atau dunia lain yang menurutku tidak mungkin ada. Hingga hari itu tiba. Dimana semua nalar d...