Rooftop

4 1 0
                                    

Aku ingin memanjat ke gedung tertinggi di kampusku. Bernyanyi sambil bermain gitar disana. Meski aku lebih suka piano. Tapi anakku yang satu itu cukup sulit untuk dibawa. Aku bisa membayangkan diriku yang bernyanyi dengan suara sumbang diiringi hempasan angin yang menerpa. Kemudian saat senja tiba, aku akan melompat dari atas gedung tersebut. Sebuah rencana yang cukup dramatis bukan? 

Setelah itu, aku tidak akan pernah terikat lagi dengan semua urusan duniawi ini. Tangis, rasa sakit, kebohongan, kekecewaan, aku ingin lepas dari semuanya. Meski aku tidak berharap aku akan bahagia setelahnya. Lagi pula, sudah cukup lama kan? Bahkan aku sudah lupa. Kapan aku bisa tertawa tanpa rasa ganjil di dadaku?

Tetapi, walau bagaimanapun, meski aku ingin, aku tak pernah berani mencobanya. Sebagian dari diriku berteriak dan merutuk. "Hoi! Apa kau bodoh?"

Mungkin aku memang bodoh. Pengecut lebih tepatnya. Menggoreskan silet berkarat dan pisau tumpul di lenganku saja tidak berani. Aku takut terkena tetanus. Aku tidak mau mati karena tetanus. Aku harus membeli yang baru dan bersih. Kenapa aku malah mempersoalkan kebersihan di saat seperti ini? Di sisi lain, aku juga tak ingin beranjak dari tempat tidurku. Aku tak ingin bertemu siapapun. Aku tak ingin menyakiti siapapun lagi. Aku tak ingin mereka menyakitiku. Aku juga tak ingin melihat tatapan mata aneh saat orang lain melirikku. Aku takut. Jadi, ya sudahlah. Tak usah lakukan apapun. Terima saja rasa sakit yang ada. Sampai malaikat maut menjemput.

Nah, lihat. Bodoh kan? Atau aneh?

Realita kadang suka bercanda. Tapi bercandanya nggak lucu.

Do a presentation for a journal is easier thantelling the story of my life. I don't know what to tell and I don't know whereto start.

10 Juni 2020

Journal of The Rainy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang