Chapter 64. Akhir Hebell

97 9 0
                                    

Setelah berhasil mengurung Raphael di sebuah barier hasil analisis dari barier Viani, aku berjalan menuju Viani yang sudah menunggu di depan gerbang. Di sana juga ada Feri dan lainnya yang nampak dalam keadaan baik-baik saja. Aku bahkan sempat berpikir kalau mereka itu terlalu kuat. Mau bagaimana pun, mereka adalah orang-orang yang tingkat kekuatannya sudah mencapai Multiverse level, kecuali untuk Viani. Mereka adalah orang-orang yang bisa menghancurkan kontinuitas ruang-waktu alam semesta dengan kekuatan mereka.

Oh iya, entah mengapa aku menjadi lebih kuat daripada sebelumny. Ini pasti efek dari skill [Claimer]. Karena aku membunuh Rikka dan Sekan, aku mendapatkan kekuatan mereka. Tapi, aku sama sekali tidak mendapatkan kekuatan para Seraphim. Seharusnya aku mendapatkan kekuatan itu walau aku tidak membunuhnya langsung. Ya, pasti ada sesuatu yang aku tidak ketahui tentang itu.

Kekuatanku yang sebelumnya hanya bisa menghancurkan ruang-waktu dalam satu alam semesta kini berkembang. Sekarang mungkin kekuatanku setara dengan Firman. Tapi kalau mengalahkan Firman, aku rasa itu mustahil. Firman mempunyai kemampuan yang begitu banyak. Sedangkan aku hanyalah seseorang yang baru membangkitkan kekuatannya. Walau kami setara, perbedaan kami layaknya langit dan bumi.

"Tuan, mari kita pulang!" ujar semuanya serentak sembari membungkukan badannya.

Aku tidak tahu konteks pulangnya itu ke rumahku atau ke dunia bawah, tapi rasanya aku memang ingin pulang. Ya, sekarang aku tidak bisa menghindari fakta kalau aku adalah Raja Iblis. Dengan kekuatan yang bisa mengacaukan ruang dan waktu, aku tidak bisa menyangkalnya. Sepertinya aku harus menerima takdir kalau diriku adalah Raja Iblis.

"Kalian benar. Liburan ini malah membuatku lelah, lebih baik aku pulang ke rumah dan beristirahat," balasku dengan senyuman cerah di bibir.

Gerbang kemudian terbuka dan menampilkan ruang tamuku. Benar-benar konyol ketika memikirkan kalau gerbang itu terhubung langsung dengan ruang tamu rumahku. Apalagi, aku masih dapat melihat gelas kopi yang sebelumnya digunakan. Aku sampai habis pikir karena memikirkan ini semua.

Brak!

Tanah bergetar dengan hebat. Ini adalah efek dari kekacauan yang kutanam ke dalam alam semesta. Nampaknya, alam semesta sedang menghitung mundur untuk kehancurannya. Banyak sekali hal kacau di sini. Aku bahkan tidak bisa melihat matahari dengan jelas padahal di atas ada sepuluh matahari sekaligus. Langit yang seharusnya berwarna biru dengan sedikit ungu malah menjadi hitam namun itu tidak gelap. Sungguh aneh kalau kupikirkan.

Aku juga bisa merasakan kalau banyak sekali lubang hitam tercipta. Banyaknya lubang hitam itu membuat mulutku menganga. Itu karena bahkan di satu galaksi terdapat lebih dari tujuh lubang hitam seukuran tiga kali tata surya kita. Aku bahkan bisa merasakan ada lubang hitam yang memiliki ukuran yang sama besarnya dengan galaksi Bima Sakti. Aku ingin tertawa karena terlalu terkejut tentang itu.

"Sepertinya, alam semesta hanya tinggal beberapa detik lagi," gumamku yang menyadari kalau dunia ini akan berakhir. "Padahal dunia ini sangat indah, sangat disayangkan kalau dunia ini harus hancur."

Ya, aku seharusnya tidak mengatakan itu karena aku lah yang menghancurkan dunia ini. Mungkin kalau aku bisa menciptakan dunia, aku akan membuat dunia seperti Hebell. Untuk itu, aku rasanya harus mempelajari kekuatanku dengan sangat benar. Dan untungnya, aku sudah menganalisis struktur alam semesta ini sehingga mungkin bisa membuatnya sama persis.

Kalau tidak salah, skill dari [False God] membuatku bisa menjadi keberadaan yang sama dengan Tuhan. Jadi, mungkin menciptakan dunia adalah sesuatu yang mustahil. Karena Feri dan yang lainnya bisa membuat dunia mereka sendiri, aku mungkin juga bisa. Ketika aku membuat dunia itu, aku akan menjadikannya dunia pribadiku, Kuahahaha.

"Jangan pergi kau, Brengsek!" teriak Raphael yang datang dari atas sembari bersiap untuk melayangkan pedangnya.

Aku sempat terkejut dengan bagaimana Raphael yang bisa kabur dari barier itu, tapi aku akan menghiraukannya kali ini. Aku lamgsung memasang barier bahkan sebelum Raphael mendekatiku. Zebian dan Viani juga dengan sigap memasang barier. Feri dan lainnya langsung dalam mode tempur, bersiap untuk menyerang Raphael.

"Kau Archangel yang keras kepala." Jari telunjukku mengarah ke arah Raphael. "Lebih baik kau mati saja, Deather!"

Aku tidak akan memungkiri kalau aku buruk dalam penamaan. Aku juga buruk dalam bahasa inggris sehingga memberikan nama untuk sihir yang kuciptakan dengan kata yang tidak jelas. Tapi, sihir [Deather] adalah sihir yang sangat keren. Hasil dari analisis [Pain Lord] menciptakan sebuah sihir instant death yang bisa membuat siapapun mati ketika aku tunjuk. Tidak peduli seberapa kuat atau seberapa tinggi sosok itu, ia akan mati ketika aku tunjuk.

Raphael langsung menghilang dengan instan. Membuat yang lainnya terkejut dan melihat diriku. Wajah mereka penuh dengan keterkejutan dan kekaguman. Kekaguman yang dilihat oleh mereka seakan mereka semua melihar seorang raja melakukan hal luar biasa. Tentu saja itu membuatku malu. Itu karena mereka memadangiku seakan aku memiliki keagungan.

Entah mengapa, aku tidak mendapatkan kekuatan Raphael. Sungguh aneh ketika aku memikirkannya. Tapi, ya sudahlah. Aku juga tidak terlalu memperdulikan kekuatan itu. Lagipula, aku juga tidak mau terlalu kuat.

"A-ayo kita pulang!" Aku memasuki gerbang itu dan yang lainnya mengikutiku.

Ketika kami semua sudah berada di ruang tamu, gerbang tiba-tiba hancur. Aku langsung mengetahui apa yang terjadi. Itu karena Hebell telah hancur. Masa lalu, masa sekarang, dan masa depan dari Hebell telah berakhir. Itu adalah akhir dari Hebell. Yang tadinya ada, sekarang menjadi ketiadaan. Sayang sekali, padahal Hebell adalah dunia yang indah.

Setelah itu, aku langsung merebahkan tubuhku ke sofa. Liburan yang kujalani malah menjadi kehancuran dunia. Padahal aku hanya berharap untuk berlibur dengan tenang, atau tidak belajar ilmu pedang di sana. Tapi karena berbagai hal, itu berakhir dengan hancurnya Hebell. Aku masih sangat menyayangkan keputusan Rikka dan Sekan yang menculikku. Jika mereka tidak melakukan itu, aku mungkin tidak akan menghancurkan Hebell.

Aku telah menjadi pembunuh. Aku telah membunuh tujuh miliar lebih manusia.

Ya, aku tidak peduli jika aku adalah penyeban matinya tujuh miliar. Lagipula, salah mereka yang telah membuatku seperti ini. Jika pemimpin mereka tidak mengambil tindakan bodoh, aku tidak akan seperti ini. Mau iti pembunuh atau tiran penghancur, aku tidak peduli. Lagipula, aku adalah Raja Iblis. Mungkin karena itu aku tidak merasakan belas kasih.

Mau bagaimana pun, aku adalah raja iblis. Aku tidak bisa bertindak naif dengan memberikan pengampunan kepada mereka yang kurang ajar kepadaku.

"Kita hanya menghabiskan sehari jika menggunakan waktu di sini," ujar Bella dengan santainya.

"A-apa?! Hanya sehari?" tanyaku terkejut mendengar perkataan dari Bella. "Bukankah pengaturan waktunya sangat aneh?"

Padahal seharusnya aku di sana selama seminggu, tapi di sini itu sama saja dengan sehari. Itu membuatku begitu terkejut bukan main.

"Ah, itu mungkin karena diriku turun andil dalam pembuatan gerbang," ujar Bella mengingat sesuatu.

"Apa maksudmu?"

"Karena aku masih menggunakan sihir waktu, mungkin karena itu kita kembali ke hari ini. Seharusnya sih besok kita sudah mulai sekolah," jawab Bella menjelaskan kepadaku. Karena terlalu membingungkan, aku tidak memperhatikan itu.

Dengan begitu, liburanku ke Hebell berakhir.
-------------------------------------
Arc kedua telah berakhir!

Cerita remake 'Aku, Isekai, dan Pilar Iblis' bisa kalian baca sekarang!

Bagaimana Mungkin Aku Adalah Raja Iblis?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang