Part 32

440 74 4
                                    

Pulang sekolah, Brandon langsung menuju kelas Abieal. Brandon sengaja ke luar lebih dulu dari pada teman-temannya agar tidak lagi lupa mengantar Abigeal pulang. Brandon bahkan bela-belaan menjemput Abigeal ke mejanya untuk membuktikan kalau dia tidak akan lupa lagi. Pengawas kelas sebelas IPA-1 juga sudah ke luar. Jadi, tentu saja Brandon tidak akan mendapat teguran ulah sikapnya.

"Pulang!" Brandon menarik tangan Abigeal dengan sengaja. Niatnya untuk memanas-manasi Dion yang juga masih berada di samping Abigeal.

"Tunggu bentar, ini tasnya belum ditutup tau!" tutur Abigeal sambil menutup tasnya.

Di samping Abigeal, Dion menarik napas kasar lalu menghembuskannya perlahan. Dion pun segera pergi dari sana mendahului Abigeal dan Brandon. Adrian dan Ranggel tampaknya mulai mengerti atas penyebab Dion dan Abigeal canggung satu sama lain. Masalahnya terletak pada Brandon. Seperti biasa yang mereka ketahui, kalau Dion tidak suka terhadap Brandon.

Berikutnya, barulah Abigeal berjalan di sisi Brandon menuju luar sekolah. Ada keinginan tersembunyi dari sikap Abigeal saat menatap Brandon. Bodohnya, gadis itu berharap Brandon akan menggenggam tangannya.

Seolah terjawab keinginan bodoh Abigeal, Brandon justru benar-benar menggenggam tangannya. Bahkan, sampai menyempatkan tersenyum ke arah Abigeal. Orang satu ini memang benar-benar sulit dipahami. Sampai dia tidak peduli dengan tatapan menyelidik dari orang sekitar.

Sesampainya di parkiran, baru setelahnya Brandon melepaskan tangan Abigeal. "Geal, nanti gue boleh datang ke rumah lo lagi 'kan? Buat belajar?" tanya Brandon memiringkan kepala.

Abigeal tersentak seketika. "Mmm ... apa?" tanya Abigeal balik. Tadinya Abigeal tidak mendengar jelas ucapan Brandon. Ulah kesenangan karena Brandon tadi menggenggam tangannya.

"Gue boleh datang ke rumah lo lagi enggak?" ulang Brandon agak mengeraskan suara.

"Mau ngapain?"

"Belajar," jawab Brandon simpel.

"Mmm ... boleh," jawab Abigeal, "eh, tapi enggak usah deh, gimana kalau gue yang ke rumah lo aja?" tawar Abigeal.

"Boleh juga! 'Ntar gue jemput," balas Brandon dan bersiap menaiki motor.

"Enggak usah, gue pergi sendirian aja," elak Abigeal yang tidak mau membuat Brandon kesusahan. Akan memakan banyak waktu bila antar jemput dilakukan. Jika seperti itu, akan lebih baik bila Brandon saja yang datang ke rumah Abigeal.

Kala Abigeal menolak, kerutan samar di dahi Brandon mulai timbul. "Kalau terjadi apa-apa lagi gimana?" tanyanya khawatir.

"Tenang aja, percaya deh, sama gue," ujar Abigeal meyakinkan Brandon.

Kalau sudah seperti ini, Brandon yakin masukannya tidak akan diterima oleh Abigeal. "Ya, udah deh. Naik!" titah Brandon yang sudah menghidupkan mesin motornya.

Diperjalanan pulang, Abigeal dan Brandon menemukan seorang gadis kecil yang menangis memanggil-manggil ibunya. Dengan sigap, Abigeal segera menyuruh Brandon untuk menepi. Karena tidak ada orang sekitar yang mempedulikan anak itu, Abigeal jadi sedikit bersimpati.

"Stop! Stop!" pinta Abigeal sambil menepuk-nepuk bahu Brandon.

Agak mendadak, Brandon menghentikan motornya segera. "Ada apa, sih?" tanya Brandon heran.

Abigeal tidak menjawab, dia justru langsung turun dari motor dan berlari ke arah gadis kecil itu. Abigeal kemudian langsung berjongkok perlahan di depan gadis itu. Sosok Abigeal yang keras tidak terlihat sama sekali saat berbicara dengan gadis kecil tersebut. Seolah dia adalah gadis feminim yang tidak pernah bertutur kata kasar.

The Direction (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang