"Apa kamu mengenal Levi Ackerman?"
Ketika Hange menyebut nama pria itu, pikiran Mikasa segera mengingatkan kembali ke insiden kemarin, pria itu memandangnya dengan amarah di matanya, bagaimana pria itu membantingnya dengan kasar ke dinding, tangan pria itu menggengam lehernya hingga Mikasa bisa melihat urat nadi pria itu, berdenyut di belakang tangannya dan bagaimana pria itu memandangnya dengan sedih dan terkejut setelah kembali waras. Mengapa Dr Hange bertanya tentang dia? Atau mungkin Dr Hange tahu apa yang terjadi? Mengapa ya semua orang di sini sepertinya ingin tahu tentang Mikasa?
"Aku tidak pernah mengenalinya sampai kemarin," Mikasa membuang muka dan tangannya terlipat di pangkuannya. "Dia-dia menyerangku di ruang loker tanpa alasan apa pun. Aku bersyukur dia membiarkanku pergi setelah menyadari apa yang telah dia lakukan. Dr Hange, jika dia benar-benar mengamuk di sana, mungkin saja aku akan dibunuh."
"KAMU NGAPAIN NGGA BILANG? Tapi apa kamu baik-baik saja? Apa dia melukaimu???" Dr Hange bertanya dengan prihatin dan matanya mengamati wanita yang malang itu.
"Tidak ada yang serius kok, saya pikir dia menyesal setelah apa yang telah dia lakukan dilihat dari reaksinya dan bagaimana dia meminta maaf kepada saya,"
"Levi? Minta maaf?" Hange termenung seketika.
"Tidak tidak tidak, ini serius, sayang !!!!" Hange seru. "Tapi pertama-tama, saya hanya ingin tahu apa kamu memang mengenali Levi,"
"Tidak, saya tidak mengenalnya dan saya TIDAK PERNAH tahu kewujudannya,"
"Mikasa--"
"Dr Hange, kumohon, jangan memaksaku untuk menjawabnya. A-Aku sungguh tidak tahu tentang pria Levi Ackerman ini," Mikasa menekankan kata-katanya. Dia tidak tahan dengan orang-orang yang memaksanya untuk mengingat seseorang yang tidak dia kenal atau bahkan tahu keberadaan mereka di dunia ini. Mikasa semakin muak.
"Orang-orang di sini sih suka maksa maksa segalanya,"
"Maafkan aku, Mikasa ... Hanya saja Levi ....,"
"Aku tidak ingin mendengar apapun tentang dia," Mikasa menggelengkan kepalanya.
"Tapi Mikaaa ... bisakah kamu mendengarkan aku walaupun sekejap ajaa ?!" Hange memohon dan dia terlihat lebih serius sekarang. Erwin yang berada di samping Hange hanya terdiam. "Kemarin malam, aku sedang mengawasi Levi melalui kamera saat dia sedang tidur. Aku tahu dia bukan yang selalu tidur lena tapi malam itu dia tampak gelisah. Dia sedang berbicara dalam tidurnya, jadi aku mencoba mendengar apa yang dia bicarakan. Lalu, aku dengar dia menyebut namamu, berulang kali! Dari situ, aku berpikir mungkin kalian saling kenal."
Hange berdiri dan berjalan menuju layar plasma yang dinyalakan. Dia mendorong kacamatanya ke atas dahi dan menyilangkan lengannya. Dr Hange sedang menatap layar yang terbuka.
"Pada dua minggu terakhir ini dan juga kemarin, saya menerima surat misterius di loker saya. 'Kita akhirnya bertemu' yah yang tertulis di dalamnya. Tidak ada nama penerima dan pengirim. Sampai kemarin, saya ... saya bertemu dengan pengirim surat misterius itu," Mikasa menelan ludah. "Yang lebih mengejutkan, dia tahu namaku. Aku tidak pernah bertemu dengannya seumur hidupku. Itu pertama kalinya aku bertemu dengannya."
"Hmm,aneh yaa... Mungkin ada sesuatu.......," Erwin mulai berbicara dan bersandar di kursi kulit kantor. "Mungkin kamu bisa membantu kami menyelidiki Levi, Ms. Ackerman,"
Mikasa mengerutkan alisnya. Dia tidak menyangka apa yang baru saja dikatakan Erwin. Mengapa dia harus membantu mereka menyelidiki seseorang yang hampir membunuhnya? Sebelum datang ke rumah sakit jiwa ini, Mikasa bersumpah pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan pernah terlibat dengan psiko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into The Abyss (Versi Indonesia)
Fanfic(18+) A RIVAMIKA FANFICTION Mikasa Ackerman, seorang wanita muda yang menjalani kehidupan normal di sebuah apartemen sederhana dengan pacarnya, Reiner Braun. Dia memutuskan untuk bekerja di rumah sakit jiwa karena perjuangannya untuk mendapatkan pe...